Preeklampsi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Preeklampsi ringan
a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali dengan jarak periksa 6 jam
b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih perminggu
c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif + 1 atau + 2
2. Preeklampsi berat
a. Tekanan darah 160/110 mmHg
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c. Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d. Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium
e. Terdapat oedem paru dan sianosis
Konsep pengobatan hipertensi dalam pre-eklamsi ringan :
- Tirah baring untuk mengurangi tekanan darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah venous dengan tujuan meningkatkan darah menuju jantung dan plasenta sehingga menurunkan iskemia plasenta
- Pemberian fenobarbital 30 mg akan menenangkan penderita dan dapat menurunkan tekanan darah.
( Ilmu Kebidanan : 292)
- Pemberian diuretika dan obat antihipertensi tidak dia njurkan, karena tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklamsia berat,
( Sinopsis Obstetri :200)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. (Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB :221).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sinopsis Obstetri: 255)
Taylor, dkk telah menyelidiki penyebab terjadinya KPD ada hubungannya dengan hal-hal berikut :
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-peyakit seperti polinefritis, sistitis, servisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
3. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi : multipara, malposisi, disproporsi, serviks incompeten, dll
5. ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.
Terkadang agak sulit untuk menentukan apakah ketuban sudah pecah atau belum, terutama jika pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil. Cara menentukannya adalah:
a. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks caseosa, rambut lanugo atau bila sudah terinfeksi berbau.
b. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban yang keluar dari kanalis servikalis dan apakah ada bagian yang sudah pecah
c. Gunakan kertas lakmus
- Bila menjadi biru ( basa)-air ketuban
- Bila menjadi merah (asam)-air kemih (urine)
d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD pHnya basa
e. Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
f. Aborization dan sitologi air ketuban.
(Sinopsis Obstetri: 256)
Tatalaksana konservatif pada KPD antara lain:
a. Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban.
Pertahankan klien untuk tirah baring apabila kepala belum masuk pintu atas panggul. Metode ini dapat mencegah prolaps tali pusat jika terjadi ruptur tambahan dan kehilangan cairan. Segera setelah janin masuk ke pintu asal panggul, ambulasi bisa dilakukan. (Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir:276)
Selain itupun, Ibu dianjurkan untuk miring kiri agar pasokan oksigen dapat tercukupi (Farmakologi Kebidanan, EGC, hal 229)
b. Tirah baring dapat dikombinasikan dengan pemberiann antibiotik sehingga dapat menghindari infeksi.
c. Antibiotika yang dianjurkan adalah:
- Ampisilin dosis tinggi: untuk infeksi streptokokus beta
- Eritrosin dosis tinggi : untuk Clamidia trachomatis, ureoplasma dan lainnya
- Bahaya menunggu terlalu lama adalah kemungkinan infeksi semakin meningkat sehingga terpaksa harus dilakukan terminasi.
(Pengantar Kuliah Obstetri:457)
Pimpinan persalinan pada KPD :
· Bila anak belum viable (kehamilan kurang dari 36 minggu), ibu dianjurkan untuk beristirahatdi tempat tidur dan berikan obat-obatan antibiotika profilaksis, spasmolitika, dan roboransia dengan tujuan untuk mengundur waktu sampai anak viable.
· Bila anak sudah viable (lebih dari 36 minggu), lakukan induksi partus 6-12 jam setelah lag phase dan berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu dimana induksi partus dengan PGE2 dan atau drip oksitosin gagal, maka lakukan tindakan operatif.
Jadi pada KPD persalinan bisa :
· Partus spontan
· Ekstraksi vakum
· Ekstraksi forsep
· Embriotomi bila anak sudah meninggal
· Seksio sesaria bila ada indikasi obstetrik
(Sinopsis Obstetri : 257)
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi karena KPD :
· Pada anak
IUFD dan IPFD, asfiksia, dan prematuritas.
· Pada ibu
Partus lama dan infeksi, atonia uteri, perdarahan postpartum, atau infeksi nifas.
(Sinopsis Obstetri : 258)
Pengaruh anemia pada persalinan :
· Gangguan his primer dan sekunder.
· Janin lahir dengan anemia.
· Persalinan dengan tindakan tinggi.
- Ibu cepat lelah
- Gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif.
Pascapartus :
· Atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan.
· Retensio plasenta
a. Plasenta adhesiva
b. Plasenta akreta
c. Plasenta inkreta
d. Plasenta perkreta
· Perlukaan sukar sembuh
· Mudah terjadi febris puerperalis
· Gangguan involusi uteri
· Kematian ibu tinggi karena perdarahan, infeksi puerperalis, dan gestose.
(Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB : 52)
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri. (APN:132)
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri yang terkait dengan dengan perdarahan post partum:
- Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, misalnya pada polihidramnion, gemelli, dan makrosomia.
- Kala satu/kala dua memanjang
- Persalinan cepat ( partus presipitatus)
- Persalinan yang diinduksi dengan oksitosin
- Infeksi intrapartum
- Multiparitas tinggi
- MgSO4 yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre-eklamsia/eklamsia
(APN:132)
Penatalaksanaan atonia uteri:
1. Segera lakukan kompresi bimanual interna
· Pakai sarung tangan DTT, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan kedalam vagina ibu
· Periksa kandung kemih, jika penuh lakukan kateterisasi
· Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus kearah kepalan tangan dalam sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang
· Tekan uterus pada kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga meragsang miometrium untuk berkontraksi.
· Evaluasi keberhasilan : Uterus belum berkontraksi dan perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan KBI selama 5 menit, ajarkan asisten atau keluarga melakukan KBE dengan cara meletakkan tangan pada abdomen di depan uterus, tepat dibawah simpisis pubis. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahan memegang seluruh bagian belakang uterus seluas mungkin lalu lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah dinding uterus dengan cara menekan uterus diantara kedua tangan tersebut dan tekanan ini akan membantu uterus berkontraksi dan menekan pembuluh darah.
· Keluarkan tangan kanan penolong dari uterus
2. Berikan 400 misoprostol mg perrektal
3. Memasang infus dengan menggunakan jarum berdiameter 18 dengan larutan RL 500 mg + oksitosin 20 unit dengan tetesan guyur
4. Pakai sarung tangan steril, ulangi KBI selama 1-2 menit, jika uterus tidak berkontraksi. Bearti hal ini buka atonia sederhana dan membutuhkan perawatan kegawatdaruratan.
5. Siapkan rujukan
6. dampingi ibu ke tempat rujukan
7. Lanjutkan KBI
8. lanjutkan infus Ringer Laktat 500 ml + 20 unit oksitosin dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter infus. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500cc kedua dengan kecepatan sedang dan beri minuman untuk rehidrasi.
(APN:132-136)
Setelah dilakukan anamnesa dan ibu mengatakan sudah keluar air-air, maka segera dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk mengetahui apakah cairan yang keluar merupakan cairan ketuban atau hanya urine dengan menggunakan kertas lakmus. Hasilnya ternyata cairan tersebut merupakan cairan ketuban. Karena pembukaan masih 2 cm, maka ibu dianjurkan tirah baring untuk mencegah terjadinya prolaps tali pusat. Selanjutnya, dilakukan kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotika spektrum luas kepada ibu, yaitu amoksilin peroral 500 mg diulang setiap 6 jam untuk mencegah infeksi karena ketuban telah pecah. Untuk mengatasi PER ibu, maka ibu dianjurkan untuk tirah baring terutama miring ke kiri sehingga dapat memperbaiki perfusi darah plasenta, ginjal, jantung, otak, serta hati, dan menghilangkan keadaan iskemia, sehingga diharapkan dapat memperbaiki keadaan pre-eklamsia ringan pada ibu. Kemudian dilakukan kolaborasi dengan dokter untuk memberikan sedatif untuk menenangkan ibu dan menurunkan tekanan darahnya. Sedatif yang dipilih adalah fenobarbital 30 mg dengan aturan minum 3 x sehari, untuk menenangkan ibu dan menurunkan tekanan darah ibu. Sebagai tindakan profilaksis, dilakukan pemasangan infus intravena Ringer Laktat 500 ml dengan jarum ukuran 16-18 untuk membantu asupan nutrisi pada ibu dan untuk antisipasi jika diperlukan transfusi darah dan pemberian obat per-IV, serta menganjurkan keluarga untuk mencari donor darah sebagai antisipasi jika ibu membutuhkan tranfusi darah.
Pada kala II persalinan dilakukan secara normal pervaginam menurut standar APN. Bayi lahir spontan tidak segera menangis (bernapas megap-megap) dan APGAR scorenya 6/9.
Pada kala III plasenta dilahirkan secara spontan dengan penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso kranial.
Pada kala IV, setelah dilakukan masase 15x dalam 15 detik uterus tidak berkontraksi dan terjadi perdarahan, maka dilakukan kompresi bimanual interna setelah sebelumnya dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateterisasi dan membersihkan bekuan darah serta selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Kompresi bimanual interna dilakukan selama 5 menit, kemudian dilakukan evaluasi, hasilnya uterus belum berkontraksi sehingga penanganan dilanjutkan dengan KBE oleh keluarga dan memberikan ibu misoprostol 600 mcg, serta pemberian infus RL 500 cc+ 20 unit oksitosin menggunakan jarum ukuran 16-18 dengan tetesan diguyur. Kemudian KBI dilanjutkan 1-2 menit. Dilakukan evaluasi ulang, hasilnya uterus berkontraksi, dan perdarahan normal.. Setelah dievaluasi ulang, perdarahan tampak berkurang. Masase uterus dilakukan, uterus teraba keras, kontraksi baik. Ibu dan keluarga diajarkan untuk memasase perut ibu agar kontraksi tetap baik. Kemudian ibu dibersihkan dari lendir dan darah serta dipakaikan duk, kain dan pakaian bersih. Bayi segera diserahkan pada ibu untuk disusui. Pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam dilanjutkan:
- 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
- Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
- Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
sambil memonitor keadaan umum ibu, tanda-tanda vital, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan jumlah perdarahan kala IV setiap 15 menit pada satu jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar