Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu :
- Mendiskusikan tujuan dan indikasi terapi keluarga
- Menganalisa sistem model-model konsep pada terapi keluarga.
- Membedakan fokus pengkajian dan intervensi pada setiap model konsep
- Mengkaji pentingnya teori komunikasi untuk mengembangkan strategi pendekatan kepada keluarga.
Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini mahasiswa mampu memahami
model-model konsep terapi keluarga jiwa yaitu pandangan para ahli tentang
pendekatan terapi keluarga. Setiap model punya dasar pemikiran dan pendekatan
sendiri. Materi ini berguna untuk mahasiswa ketika mereka menghadapi
kasus-kasus yang membutuhkan terapi keluarga sehingga mereka bisa memilih salah
satu model untuk dipakai dalam pendekatan dan penyelesaian masalah-masalah
klien.
Bahan Bacaan :
- Antai-Otong, D., (1995), Psychiatric Nursing, Biological and Behavioral Concepts, Philadelphia: W.B. Saunders Company Year Book
- Capernito, L.J ( 1995 ), Buku saku diagnosa keperawatan (ed. Indonesia), Jakarta, EGC
- Fortinash, C.M dan Holloday,P.A ( 1991 ), Psychiatric nursing care plan, St.Louis: Mosby Stuart,G.W dan Sundeen, S.J (1995), Principles and practice of psychiatric nursing, ed. fith, St.Louis: Mosby Year Book
- Townsend, M.C., (2005), Essntials of Psychiatric Mental Health Nursing, 3rd edition, Philadelphia: F.A. Davis Company
TERAPI KELUARGA
Terapi keluarga adalah pemberian asuhan
keperawatan yang memandang keluarga sebagai suatu keseluruhan. Masalah emosional
timbul dan melibatkan seluruh keluarga walaupun faktor pemicunya bisa merupakan
salah satu anggota keluarga. Masalah keluarga dianggap merupakan suatu dampak
dari perilaku dan kebiasaan keluarga, bukan hanya karena salah satu anggota.
Karena perawat bekerja secara holistik maka faktor emosi dan faktor keluarga
juga sangat diperhatikan. Perawat menganggap bahwa keluarga ada yang berfungsi
dan ada yang tidak berfungsi dan mengakibatkan keluarga ini perlu intervensi
keperawatan. Berikut ini akan dijabarkan ciri-ciri keluarga berfungsi dan tidaj
berfungsi.
Keluarga berfungsi
Keluarga yang sehat adalah keluarga yang dapat
dengan luwes dapat berganti peran sesama anggotanya, setiap anggota mempunyai
tanggungjawab, mempunyai interaksi satu sama lain dan juga pada keadaan
stresful. Ciri-cirinya adalah :
- Mampu mempertahankan keseimbangan dan keluwesan dan mampu beradaptasi pada stres atau pada saat melalui masa-masa transisi
- Masalah emosi hanya dipandang sebagai salah satu bagian masalah keluarga yang dihadapi bersama.
- Kontak antar anggota dan generasi tetap dipertahankan tanpa menghilangkan salah satu otoritas anggota keluarga.
- Kesatuan keluarga yang kakau dihindarkan tetapi jarak emosi juga dihilangkan
- Selalu berusaha menyelesaikan masalah keluarga tanpa melibatkan pihak lain.
- Perbedaan setiap anggota dianggap sebagai daya untuk meningkatkan pertumbuhan keluarga.
- Anak diperlakukan sewajarnya, diberi tanggungjawab sesuai dengan umrnya dan dapat berdialog dengan orang tua
- Tidak ada yang selalu memaksakan kehendak, semuanya hasil saling menghargai
- Setiap pasangan punya keseimbangan dalam ekspresi afek, dapat saling menghargai pikiran, saling merawatmdan dapat menjalankan perannya.
Keluarga tidak berfungsi
Keluarga yang tidak berfungsi mungkin tidak
mengalami salah satu atau lebih ciri-ciri diatas. Masalahnya mngkin terlihat.
tidak terlihat dan kepuasan anggota mungkin rendah. Ciri-cirinya adalah ;
- Ibu yang terlalu melindungi, ayah yang jauh (karena pekerjaan, alkohol, sering kelaur rumah), anak yang kurus dan murung atau anak yang nakal.
- Isteri atau suami yang terlalu dominan, sedangkan pasangannya pasif dan bergantung
- Pasangan yang melalukan tindakan yang berbeda dengan anggota lainnya atau punya selingkuh
- Anak yang tidak dapat bergaul dengan teman sebayanya
- Kedekatan tiga generasi sehingga tidak wibawa, anak dapat bertingjah seenaknya tanpa dapat dibatasi
Keluarga ini datang ke tim kesehatan bila
mengalami masalah perkawinan, pertengkaran saudara sekandung, konflik antar
generasi. Bisa juga timbul antara pasien
yang sakit dengan keluarganya, pasien yang mengalami psikoterapi sehingga
keluarganya perlu dilibatkan. Keluarga pada masa transisi seperti kelahiran
anak pertama, kematian pasangan, ditinggal anak yang merantau dan sebagainya.
Terapi keluarga dilakukan di dalam rumah sakit
atau diluar rumah sakit setelah pasien pulang. Bisa jug di rumah pada saat
krisi atau dilakukan pada keluarga-keluarga yang mengalami masalah yang sama.
Terapi keluarga didukung banyak teori, antara lain keluarga sebagai sistem dan proses tranmisi multigenerasi
I. Keluarga sebagai sistem
Sebagai suatu sistem, keluarga
dipandang sebagai suatu kesatuan dari berbagai subsistem (anggota keluarga)
yang saling berinteraksi, ketergantungan dan memliki batasan dengan
lingkungannya. Keluarga selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan
teori ini, perawat menganggap bila satu sakit
maka seluruh keluarga juga
terganggu. Perawat memperhatikan
fakta – fakta tentang apa yang terjadi, kapan, dimana, bagaimana, siapa
yang terlibat dan ini lebih penting
daripada alasan atau mengapa terjadi. Perawat menguraikan prilaku orang-orang yang terlibat dan bukan perasaan.
Karena keluarga kadang – kadang
meninggalkan “ berpikir cerdas “ karena “ perasaan “. Berdasarkan konsep
dalam sistem, kita menganalisa keluarga, yaitu ;
a. Kemandirian anggota
Berdasarkan konsep ini Bowen
menyatkan bahwa manusia berfungsi dalam satu rentang, yaitu dari yang paling
baik yaitu mandiri (otonomi) dengan manusia yang selalu membatasi diri dengan
orang lain. Anggota yang berbeda atau
mandiri tidak secemas sistem keluarga, mampu mengontrol emosi atau kecemasan, tidak menyalahkan. Bisa membedakan
perasaan – pikiran. dan pada saat stres bisa berpikir rasional. Sesama anggota
yang mengalami inidpat mengenali proses pikir, perasaan dan fantasi anggota
lainnya.
Anggota yang selalu membatasi
diri, menghindari kedekatan emosi, anggota tidak bisa beradaptasi, kaku,
bermusuhan dan bisa mengakibatkan salah satu anggota tidak berfungsi.
b. Tringles ( Pihak ke 3 )
Meliputi teori tentang adanya
faktor penyebab pada hampir semua
hubungan yang sedang sulit. Ada faktor penyebab atau yang terlibat pada
dua pihak yang bermasalah dan menjadi salah satu sudut segitiga, dimana dua sudut merupakan anggota keluarga.
Sudut ketiga bisa orang, kelompok,
issue, obat – obatan, hobbi, benda kesayangan. Manusia ingin mengalami
kedekatan, tetapi kedekatan ini bisa mengakibatkan kehilangan jati diri dan
cenderung bersatu dengan orang lain. Penyatuan ini diangap memberi kenyamanan
dan kekuatan. Kadang setiap pasangan ingin menyatu tetapi secara emosional kadang – kadang ini sulit, semakin diusahakan
bersama malah semakin emosional terpisah. Suami ingin mendekat , isteri
menjauh, akhirnya isteri sibuk mengurus anak – suami, sibuk bekerja. kemudian bertengkar. Supaya
tidak bertengkar, pasangan ini mengambil isu baru misalnya selalu bicara soal anak – anak untuk
menghindari “ emosi yang peka “.
Dalam hubungan segitiga ini
bisa da yang menjadi “ korban “ atau Musuh, misalnya ibu dan anak melawan
ayahnya. Anak akan membela ibunya setiap saat karena sudah bersekutu. Segitiga
ini tidak selalu bersifat negatif karena kadang-kadang dibutuhkan karena untuk
meredakan konflik dan ketegangan. Triangles menjadi bermasalah bila bila bersifat menetap, menggangu sistem
keluarga.(miisal : Selingkuh, campur tangan
mertua, hobbi atau pekerjaan berlebihan dan obat-obatan.
Dalam hubungan triangles ini,
sering ada yang berperan selalu memerintah
prinsipnya. Orang yang selalu menjalankan prinsipnya akan bersifat dominan dan senang “menghukum “ . Orang dominan selalu
bilang “ kami “ pada hal maksudnya “ saya “.Sering menyalahkan orang lain’
Misal : “ saya seperti ini, karena isteri saya “.
Tugas perawat
pada situasi ini adalah sebisa
mungkin tidak terlibat triangles,
mengarahkan anggota merubah dirinya bukan merubah orang lain dan perawat selalu
kontrol emosi.
II. Sistem emosi keluarga inti.
Sistem emosi keluarga inti menunjukkan
pola-pola interaksi dan tingkat hubungan
antara anggota keluarga yang menunjukkan apakah keluarga itu bersatu
atau tidak. Pola interaksi ini menunjukkan bagaimana mereka bertingkah laku
satu sama lain. Semua hubungan perkawinan memperlihatkan hubungan yang saling
mempertahankan keseimbangan, saling melengkapi, saling menyesuaikan
prinsip-prisnsip dan saling berbalasan. Kesulitan timbul bila ada yang “
overfunction “ dan “ underfunction “
atau : ada yang “ kuat “ dan mandiri
dan ada pasangan lemah dan
bergantung. Ada yang “ suka menjauh “,
“ada yang suka mencari perhatian”. Bila stres : Si penjauh lari ke
pekerjaan, pencari perhatian makin bertingkah. dan pada saat ini timbullah
berbagai persoalan. Berdasarkan sistem emosi keluarga inti, ada 3 bentuk kesulitan keluarga yaitu konflik
perkawinan, pasangan yang disfungsi, dan
selalu menyalahkan anak.
a. Konflik perkawinan
Kadang – kadang sukar diatasi, bahkan
bisa diakhiri perceraian
Intervensi
- Mulai dari pasangan yang termotivasi untuk berubah.
- Mula – mula wawancara secara terpisah.
- Pada saat dihadapakan “ Atur “ agar tidak saling menyalahkan.
- Fokus pada “ diri “ bukan mengubah orang lain.
- Evaluasi keyakinan / nilai diri bukan menyalahkan.
- Fokus bukan saja resolusi juga pada rekonsiliasi
- Jangan sampai terlibat triangles.
b. Pasangan yang disfungsional.
Ada yang “ overfunctional “ ada yang “
underfungcional “. Intervensinya sama dengan pada yang konflik perkawinan,
hanya pada yang bersifat dominan, perawat mengajurkan untuk lebih menarik diri.
c. Proyeksi pada anak
Mengganggap anak sebagai sumber masalah atau
tempat luapan kesalahan. Kadang memang anak bermasalah atau anak menjadi
anggota yang paling lemah sehingga “aman” dimarahi. Tujuan intervensi. adalah
memindahkan fokus dari anak – anak,
dikembalikan ke orang tua. Anak yang bermasalah dianggap sebagai subsistem
dan kalau perlu lihat pola asuh pada tiga generasi untuk melihat apakah pola
pengasuhan merupakan turun-temurun.
Intervensi
1. Peraturan disepakati bersama
2. Bagi tugas/ tanggung jawab sehingga anak
tahu kepada siapa minta izin.
3. Ingatkan bahwa berteriak tidak efektif dan
harus saling kontrol diri.
4. Buat konsekuensi bila anak tidak patuh.
5. Setelah fokus pindah dari anak,intervensi
diarahkan pada orang tua.
II Proses transmisi antar generasi
Masalah
emsional tumbuh bisa disebabkan pola – pola hubungan / emosi yang mungkin
diturunkan. Misal : gaya hidup, pola asuh, politik, nilai, agama, labeling.
Posisi saudara sekandung.
Kepribadian
seseorang dipengaruhi posisi urutan lahir dan jenis kelamin orang yang lebih
dulu lahir. Hal ini mempengaruhi perlakuan dalam keluarga sehingga bisa timbul
masalah emosional
Putus hubungan
Bisa karena geografis atau isolasi emosi.
Struktur Terapi Keluarga
Pada saat terapi keluarga dilakukan harus
merhatikan komponen kondisi keluarga, perilaku anggota dan interaksinya.
Komponen itu adalah :
1. Keluarga dalam transisi
Keluarga harus
mempertahankan kesinambungan agar anggotanya bisa bertumbuh. Disamping itu
keluarga mengalami stres dari dalam, luar dan dalam proses perkembangan ini
keluarga sering mengalami kecemasan. Perawatan membantu keluarga dalam
masa transisi ini.
2. Tingkat perkembangan keluarga
Perawat perlu
memperhatikan tugas – tugas keluarga sesuai dengan tingkat tumbuh kembang
keluarga. Masalah orang yang bulan
madu tentu berbeda dengan keluarga yang
sudah punya anak.
3. Struktur Keluarga
Perawat
mengamai perilaku setiap anggota untuk mengetahui ”power”, pengaruh, hubungan,
batasan jenis kelamin dan hubungan antar
generasi. Seperti organisasi,
keluarga juga punya hirarki. Keluarga
yang disfungsional mungkin mengalami gangguan dari orang luar ( kakek, saudara
), keluarga tidak punya aturan / batasan., anggota keluarga tidak mengalami
perkembangan otonomi dan kemampuan yang maksimal dan anak peka pada konflik
keluarga/ orang tua. Aturan / batasan kaku, komunikasi, kontak, dukungan sangat
minimial, rasa setia dan rasa memiliki rendah, anggota tidak mampu memberi
respon pada anggota yang stres.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1. Mengetahui emosi keluarga, pola
komunikasi, prilaku.
2. Menghormati nilai dan hirarki keluarga.
3. Menemukan tingkat perkembangan keluarga.
4. Cari faktor kekuatan keluarga.
5. Beri perhatian pada anggota.
Misal : Beri mainan
pada anak, saat orang tua diwawancarai
6. Mencari rincian.
Misal : Ibu : “ saya
dekat dengan anak saya “. Cari rincian seberapa dekat.
7. Perawat yang memimpin dan mengatur aliran dan
arah komunikasi.
8. Wawancara
selama 15 – 20 menit. untuk tiap individu, lalu panggil secara
kelompok / berdua.
9. Buat
diagnosa keluarga.
Intervensi untuk
menata ulang keluarga
Hal ini
dilakukan bila gejala-gejala akut sudah reda, krisis mulai diatasi dan anggota
keluarga sudah tenang.
1. Seluruh
keluarga berdiskusi bersama.
·
Perhatikan
/ atur jarak dan posisi duduk tiap anggota keluarga.
2. Membuat batasan jelas seperti tugas dan
tanggung jawab tiap anggota jelas.
- Buat tiap anggota berbicara kepada anggota
lain, bukan tentang anggota lain.
- Diskusi secara bergantian, misal : orang
tua, anak – orang tua, anak – anak
- Buat aturan dan komitmen yang disepakati
dan buat sangsi yang jelas.
3.
Mengeluarkan stres
- Memberi kesempatan pada tiap anggota
mencurahkan perasaan.
- Bantu tiap anggota dengan koping yang
efektif.
- Ajarkan cara-cara relaksasi
4.
Buat aturan yang jelas pada saat disksui atau dalam kehidupan sehari-hari
Misal : Ayah bertindak, ibu diam walaupun tidak setuju. Kesepakatan
suami dan isteri tidak harus di depan anak.
Contoh lainnya : Izin hanya dari
ayah.
5.
Gunakan gejala yang paling menonjol untuk memulai perubahan
Misalnya : Anak sering pulang terlambat. Maka tindakan
dimulai dengan masalah ini.Ibu / ayah memberi waktu bersama anak untuk
membicarakan masalah ini
6. Manipulating mood
Mengubah mood keluarga. Anak yang selalu
mengkritik, diberi bimbingan cara
bicara yang benar.
7.
Dukungan, pendidikan, bimbingan.
- Perawat
sebagai role model, pemberi
informasi. dan bimbingan
Pertanyaan Kunci
- Apakah konsep model terapi keluarga itu dan apa fungsinya.
- Apakah ada konsep model yang bisa diterapkan dalam semua kasus konflik keluarga ?
- Apakah beberapa konsep model bisa diterapkan pada saat menangani satu kasus ?
Tugas
- Analisalah satu-dua model terapi keluarga ?
- Bandingkan dua buah konsep model, cari kelebihan dan kelemahan ke dua konsep tersebut.
- Sebutkanlah kira-kira apa intervensi keperawatan yang bersifat preventif pada ke dua model tersebut.
- Tugas ini dibuat berkelompok
TERAPI KELUARGA
Teori – teori
yang mendukung :
I. Keluarga sebagai sistem
-
Satu sakit ® semua terganggu.
-
Berdasarkan teori sistem, perawat
memperhatikan : Fakta – fakta tentang apa yang terjadi, kapan, dimana,
bagaimana, siapa yang terlibat.
-
Fakta ini lebih penting daripada alasan
/ mengapa terjadi.
-
Uraian prilaku ® bukan perasaan.
Kadang –
kadang keluarga meninggalkan “ berpikir cerdas “ karena “ perasaan “.
-
Kunci untuk tindakan : Membedakan “
berpikir cerdas dengan luapan emosi anggota keluarga.
Berdasarkan
konsep dalam sistem, kita menganalisa keluarga, yaitu ;
a. Anggota yang tampil beda
Menyatu Berbeda
/ mandiri
Anggota yang berbeda / mandiri : tidak secemas sistem keluarga, mampu
mengontrol emosi / kecemasan, tidak menyalahkan. Bisa membedakan perasaan –
pikiran. Pada saat stres ® bisa berpikir rasional.
Menyatu : -Kedekatan emosi,
mengetahui pikiran, perasaan
dan
fantasi anggota lainnya.
- Pikiran
/ rasional menyatu dengan emosi.
-
Perasaan / pendapat sama dengan sistem keluarga.
- Anggota
tidak bisa beradaptasi, kaku dan secara emosi sangat bergantung pada keluarga.
b. Tringles (
Pihak ke 3 )
-
Meliputi teori tentang keterikatan
emosi, pada hubungan yang sedang sulit.
-
Ada hubungan segitiga, dimana dua sudut
merupakan anggota keluarga. Sudut ketiga bisa
orang, kelompok, issue, obat – obatan, hobbi, benda.
-
Setiap pasangan ingin menyatu secara
emosional tapi kadang – kadang ini sulit ® bersama tapi secara emosional
terpisah.
-
Suami ingin mendekat ® isteri menjauh,
akhirnya isteri sibuk mengurus anak – suami sibuk bekerja. ® bertengkar.
-
Supaya tidak bertengkar, pasangan ini
mengambil isu baru misalnya : Bicara soal anak – anak. Menghindari “ emosi yang peka “.
Suami Isteri
Emosi jauh
sangat
dekat
Anak
-
Ada yang menjadi “ korban “ / Musuh.
-
Triangles menjadi bermasalah bila :
A Bila
bersifat menetap.
(
Triangles sering berubah - ubah dalam
kehidupan ).
A
Menggangu sistem keluarga.
Misal :
Selingkuh, campur tangan, hobbi / kerja berlebihan, drug.
Dalam
hubungan triangles ini, terbagi peran, yaitu ada bagian :
– Berdasarkan prinsip
– Pemicu.
a.
Berdasarkan prinsip
-
Prinsip anggota keluarga yang dominan ® senang “menghukum “
-
Orang dominan selalu bilang “ kami “
pada hal maksudnya “ saya “.
-
Sering menyalahkan orang lain.
Misal : “ saya seperti ini, karena isteri saya “.
b. Pemicu
-
Seseoarang bisa mengenali prilaku pasangannya.
sehingga bisa mengarahkan sesuai “ tujuan “. Orang ini disebut pemicu.
Misal : Anak
bolos, Ibu mengadu pada suami
® Suami marah ® ibu membela
anak
® menyalahkan
suami ® suami
sadar
® hubungan anak – ayah membaik.
Tugas perawat
-
Tidak terlibat triangles.
-
Arahkan anggota merubah dirinya bukan
merubah orang lain.
-
kontrol emosi.
II. Sistem emosi keluarga inti.
-
Perawat mengamati pola – pola interaksi
keluarga dan tingkat emosi anggota terhadap orang lainnya.
-
Dalam perkawinan : Keadaan emosi
seimbang, melengkapi, bertukar prinsip dan berbalasan.
-
Kesulitan timbul bila ada yang “
overfunction “ dan “ underfunction “
atau : ada yang “ kuat “ & mandiri pasangan lemah, bergantung.
-
Ada yang “ suka menjauh “, “ada yang suka mencari perhatian”.
Bila stres : Si penjauh lari ke pekerjaan, pencari
perhatian makin bertingkah.
Berdasarkan
sistem emosi keluarga inti : Ada 3
bentuk kesulitan
a. Konflik perkawinan
- Kadang
– kadang sukar diatasi, bahkan bisa
diakhiri perceraian
Intervensi
8.
Mulai dari pasangan yang termotivasi
untuk berubah.
9.
Pada saat diperhatikan : “ Atur “ agar
tidak saling menyalahkan.
10.
Mula – mula wawancara secara terpisah.
11.
Fokus pada “ diri “ bukan mengubah orang
lain.
12.
Evaluasi keyakinan / nilai diri bukan
menyalahkan.
13.
Jangan sampai terlibat triangles.
b. Pasangan yang disfungsional.
- Ada
yang “ overfunctional “ ada yang “ underfungcional “.
c. Proyeksi pada anak
-
mengganggap anak sebagai sumber masalah atau tempat luapan kesalahan.
Tujuan intervensi.
-
Memindahkan fokus dari anak – anak,
dikembalikan ke orang tua.
Intervensi
5.
Peraturan disepakati
6.
Bagi tugas/ tanggung jawab sehingga anak
tahu kepada siapa minta izin.
7.
Berteriak tidak efektif ® orang tua
kontrol diri.
8.
Buat konsekuensi bila anak tidak patuh.
-
Setelah fokus pindah dari
anak,intervensi diarahkan pada orang tua.
III. Proses
transmisi antar generasi
- Pola – pola hubungan / emosi mungkin diturunkan.
Misal : gaya hidup, pala asuh, politik, nilai, agama,
labeling.
IV. Posisi
saudara sekandung.
Mempengaruhi perlakuan dalam keluarga. Misalnya , Jenis
kelamin, urutan lahir
V. Putus hubungan
@ Bisa karena geografis atau isolasi
emosi.
Struktur Terapi Keluarga
Merhatikan
komponen :
1. Keluarga dalam transisi
Keluarga
mengalami stres dari dalam, luar dan proses perkembangan keluarga. Perawatan
membantu keluarga dalam masa ini transisi.
2. Tingkat perkembangan keluarga
Perawat
perlu memperhatikan tugas – tugas keluarga, ® bulan madu –
punya anak.
3. Struktur Keluarga
-
Meliputi power, pengaruh, hubungan, batasan / Induk, jenis kelamin,
generasi.
- Seperti
organisasi ®
keluarga juga punya hirarki.
-
Keluarga yang disfungsional mengalami:
v Gangguan
dari orang luar ( kakek, saudara ).
v keluarga
tidak punya aturan / batasan.
-
anggota keluarga tidak mengalami
perkembangan otonomi, dan kemampuan yang maksimal.
-
Anak peka pada konflik keluarga/ orang
tua.
T
Aturan / batasan kaku.
-
Komunikasi, kontrak, dukungan sangat
minimial.
-
Rasa setia dan rasa memiliki rendah.
-
Anggota tidak mampu memberi respon pada
anggota yang stres.
Intervensi.
1.
Mengetahui emosi keluarga, pola
komunikasi, prilaku.
2.
Menghormati nilai dan hirarki keluarga.
3.
Menemukan tingkat perkembangan keluarga.
4.
Cari faktor kekuatan keluarga.
5.
Beri perhatian pada anggota.
Misal : Beri mainan pada anak, saat orang tua
diwawancarai
6.
Mencari rincian.
Misal : Ibu : “ saya dekat dengan anak saya “.
Cari
rincian seberapa dekat.
Pada pertemuan
ini.
1. Perawat yang memimpin dan mengatur aliran dan arah
komunikasi.
2. Wawancara selama 15 – 20 menit. Tiap individu, lalu
panggil secara
kelompok /
berdua.
3. Buat diagnosa keluarga.
Intervensi dalam
Terapi keluarga
1. Seluruh keluarga berdiskusi bersama.
·
Perhatikan / atur jarak dan posisi duduk
tiap anggota keluarga.
2. Membuat batasan jelas ® tugas &
tanggung jawab tiap anggota jelas.
-
Buat tiap anggota berbicara kepada
anggota lain, bukan tentang anggota lain.
-
Diskusi secara bergantian, misal : orang
tua, anak – orang tua, anak – anak.
3. Mengeluarkan stres
-
Memberi kesempatan pada tiap anggota
mencurahkan perasaan.
-
Bantu tiap anggota dengan koping yang
efektif.
4. Buat uraian tugas.
Misal
: – ayah bertindak ® ibu
diam.
–
Izin hanya dari ayah.
5. Gunakan gejala
– Anak sering pulang terlambat.
·
Tindakan dimulai dengan masalah ini.
·
Ibu / ayah memberi waktu bersama anak.
6. Manipulating mood
·
Mengubah mood keluarga
Anak yang selalu mengkritik ® diberi
bimbingan cara bicara yang benar.
7. Dukungan, pendidikan, bimbingan.
- Perawat sebagai role model, pemberi informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar