Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANSIETAS




Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan Ansietas secara komprehensif

Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa keperawatan semester V mampu :
1. Menyebutkan pengertian ansietas menurut Wijaya
2. Menggambarkan rentang respon ansietas dari adaptif sampai maladaptif
3. Mengkaji tingkatan ansietas berdasarkan respon fisiologis,  kognitif, perilaku
    dan emosi
4. Menjelaskan faktor predisposisi terjadinya ansietas berdasarkan teori   
    psikoanalitik, interpersonal, perilaku, biologis dan keluarga
5. Menjelaskan stressor pencetus terjadinya ansietas
6. Mengidentifikasi sumber koping pada klien dengan ansietas
7. Menjelaskan mekanisme koping pada klien ansietas
8. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan ansietas mengacu 
    pada NANDA
7. Merencanakan tindakan pada klien dengan ansietas ringan, sedang, berat dan
    panik
8. Menjelaskan kriteria evaluasi pada klien dengan masalah ansietas

Deskripsi singkat
Gangguan ansietas merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi. Gangguan ini menyebabkan seseorang merasa takut, distres dan khawatir tanpa sebab yang jelas. Setiap tahunnya lebih dari 23 juta orang di Amarika Serikat terkena gangguan ansietas (kira-kira 1 dari setiap 4 orang). Individu dengan ansietas ini mengalami gejala-gejala fisiologik, kognitif dan perilaku.

Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th ed). Philadelphia : 
            J.B Lippincot Company


Isaacs, Ann. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan 
            Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC

Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric Medicine.
            Baltimore: Williams and Wilkins Inc

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T (2001). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (7th ed.). St Louis: Mosby

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (5th ed). St Louis : Mosby

Townsend, M.C (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
           Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
























INTERVENSI KRISIS

Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami intervensi krisis secara komprehensif

Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu :
  1. Menjelaskan pengertian krisis
  2. Mengklasifikasikan jenis-jenis krisis (maturasi, situasi, tak terduga)
  3. Menggambarkan rentang respon krisis dari adaptif sampai maladaptif
  4. Menggambarkan secara skematis terjadinya krisis
  5. Menjelaskan secara berurutan fase-fase respon manusia yang mengalami bencana
  6. Menjelaskan hal-hal yang perlu dikaji pada kondisi krisis
  7. Merumuskan masalah keparawatan pada kondisi krisis
  8. Menjelaskan rencana tindakan untuk mengatasi krisis
  9. Menjelaskan hal-hal yang perlu di evaluasi dari intervensi krisis

Deskripsi singkat
Perawat psikiatri memberikan perawatan sepanjang rentang asuhan. Perawatan ini termasuk intervensi yang berhubungan dengan pencegahan primer, sekunder dan tertier. Penceghan primer adalah intervensi biologi, sosial atau psikologi yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan atau menurunkan angka kesakitan di komunitas dengan mengubah faktor-faktor penyebab sebelum membahayakan. Pencegahan sekunder termasuk menurunkan angka kelainan. Aktivitas pencegahan sekunder meliputi penemuan kasus dini, skrining dan tindakan efektif yang cepat. Intervensi krisis ini merupakan suatu modalitas tindakan pencegahan sekunder yang penting. Sedangkan aktivitas pencegahan tertier mencoba untuk mengurangi keparahan kelainan dan ketidakmampuan yang berkaitan.



Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th ed). Philadelphia : 
            J.B Lippincot Company

Isaacs, Ann. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan 
            Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC

Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric Medicine.
            Baltimore: Williams and Wilkins Inc

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T (2001). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (7th ed.). St Louis: Mosby

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (5th ed). St Louis : Mosby

Townsend, M.C (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
           Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
































ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN TUBUH-PIKIRAN

Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pikiran tubuh

Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu :
  1. Menjelaskan definisi dan konsep utama dalam gangguan pikiran tubuh
  2. Menjelaskan faktor-faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi medis umum
  3. Menjelaskan berbagai etiologi yang terlibat dalam gangguan pikiran-  tubuh (faktor fisiologik, kognitif, emosional dan sosial budaya)
  4. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan pikiran-tubuh
  5. Mengidentifikasi penyakit medis yang dipengaruhi oleh stres
  6. Menyebutkan definisi gangguan somatoformis
  7. Mengklasifikasikan jenis-jenis gangguan somatoformis
  8. Menjelaskan etiologi gangguan somatoformis
  9. Menjelaskan penatalaksanaan gangguan somatoformis
  10. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan gangguan somatoformis
  11. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan somatoformis
  12. Menjelaskan rencana tindakan pada klien dengan gangguan somatoformis
  13. Menjelaskan implementasi pada klien dengan gangguan somatoformis
  14. Menjelaskan kriteria evaluasi pada klien dengan gangguan somatoformis

Deskripsi singkat
Tingkat hubungan antara jiwa dan tubuh selalu menarik bagi para ilmuwan dan para pakar filsafat. Untuk waktu yang lama dalam sejarah kedokteran, tubuh dan jiwa dipandang berbeda. Akhir-akhir ini, perhatian kembali ditujukan pada saling keterkaitan antara dua aspek fungsi manusia. Banyak penelitian yang telah dilakukan berfokus pada respon stress dan dampak stress, termasuk stress psikologis terhadap fungsi fisiologis

Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th ed). Philadelphia : 
            J.B Lippincot Company

Isaacs, Ann. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan 
            Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC

Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric Medicine.
            Baltimore: Williams and Wilkins Inc

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T (2001). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (7th ed.). St Louis: Mosby

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (5th ed). St Louis : Mosby

Townsend, M.C (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
           Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC


















ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN TUBUH-PIKIRAN
                                                                                
1. Definisi dan konsep utama dalam gangguan pikiran – tubuh
    a. Teori holistik
Keyakinan bahwa sehat dan sakit merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor-faktor fisiologik, kognitif, emosional dan sosiokultural.
    b. Teori sistem
         Memberikan perspektif yang berguna untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara faktor-faktor fisiologik, kognitif, emosional dan sosiokultural pada individu, keluarga, dan masyarakat.
    c. Komponen umum gangguan pikiran tubuh
1) Perubahan dan gejala fisiologis dapat bersifat nyata (seperti penyakit medis yang dapat didianogsis) atau dirasakan oleh individu sebagai hal yang aktual (seperti pada gangguan somatoformis)
2) Stres fisiologik atau psikologik kronik
    Lingkungan fisiologik internal berubah sebagai akibat dari respon stres dan hiperfungsi aksis hipotalamik-hipofisis-adrenal
3) Stres psikologik
     Dapat mendahului, menyertai atau mengikuti perubahan dan gejala tubuh
    d. Psikoneuroimunologi
        Disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan bagaimana stres fisiologik atau   
        psikologik mengubah lingkungan fisiologik internal, termasuk tingkat
        hormonal dan respon seluler.
    e. Gangguan autoimun
Penyakit yang terjadi akibat reaksi tubuh yang tidak tepat terhadap stresor, yang menstimulasi reaksi imun terhadap sel dan sistem organnya sendiri
    f. Faktor-faktor psikologik, perilaku dan sosial budaya
        Memainkan peranan potensial dalam presentasi atau pengobatan hampir
        Semua gangguan medis umum

2. Faktor-faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi medis umum
    Kategori diagnostik yang terdapat dalam DSM IV menjelaskan tentang
    adanya satu atau lebih faktor psikologik atau perilaku spesifik yang
    berpengaruh buruk pada kondisi medis umum.
a.       Faktor perilaku dapat menimbulkan risiko kesehatan tambahan bagi individu (mis. gagal berhenti merokok walaupun sudah mengalami hipertensi signifikan)
    b.   Faktor psikologis dapat mencetuskan atau memperburuk gejala dengan
          memunculkan respon stres (mis : nyeri dada dicetuskan oleh kemarahan   
          emosional  pada individu dengan penyakit arteri koroner)
c.       Faktor psikologi dapat mempengaruhi pengobatan (mis. Individu penderita
Diabetes melitus tergantung insulin yang menolak insulin karena takut disuntik)

3. Etiologi
    Penelitian ilmiah telah mengidentifikasi berbagai faktor fisiologik, kognitif,
    emosional    dan sosial budaya yang terlibat dalam gangguan pikiran tubuh
    a. Stres kronik, baik stresor internal atau eksternal, mempunyai peranan yang
        penting
       1) Sistem saraf pusat dan sistem imun bekerja sebagai satu kesatuan untuk
           mempertahankan homeostasis sebagai respons terhadap stres.
           Komunikasi antara kedua sistem ini terjadi melalui pembawa pesan
           kimia, seperti
           neurotransmiter  dan imunohormon yang disebut interleukin
       2) Pelepasan neurotransmiter dan hormon berhubungan dengan pikiran dan
           perasaan. Jika terjadi stres kronis, homeostasis akan terganggu akibat
           stimulasi berlebihan terhadap  neurotransmiter dan hormon. Pertahanan
           tubuh menjadi berkurang bila stres berlanjut dan individu tersebut
           berisiko mengalami  penyakit jiwa atau fisik.
       3) Stimulus kognitif, emosional, dan sosial budaya merupakan faktor-faktor
           paling  berpotensi yang mengaktifkan respon biologik terhadap stres
           (Fontaine, 1999)
b.      Peningkatan reaktivitas atau kegagalan berespons terhadap mekanisme
          umpan   balik  negatif dalam aksis hipotalamik-hipofise adrenal yang
           menyebabkan peningkatan  kronik glukokortikoid . Peningkatan
           reaktivitas ini dapat berkaitan dengan  beberapa   faktor antara lain :
1)      ancaman nyata yang kontinu (seperti penganiayaan kronis) atau ancaman 
     kontinu   yang dirasakan atau dibayangkan (seperti pada distorsi kognitif 
     persisten, ansietas  kronis)
       2) predisposisi genetika
       3) responsivitas yang telah dipelajari  

4. Penatalaksanaan gangguan pikiran tubuh
    a. Pendekatan holistik.
        Pengobatannya mencakup intervensi-intervensi yang diarahkan pada    penatalaksanaan spesifik penyakit dan pengurangan stres
    b. Intervensi penyuluhan tentang stres
        Didasarkan pada konsep bahwa individu dapat meningkatkan kontrol terhadap gejala, dengan mempelajari cara-cara mengantisipasi situasi yang mengecewakan  dan menggunakan berbagai tindakan untuk mengurangi tingkat ansietas yang dialaminya (mis : tidur cukup, gizi baik, teknik relaksasi dan penyusunan rencana)
    c. Penyuluhan
        Penatalaksanaannya mencakup penyuluhan tentang gangguan spesifik yang dialami individu, faktor penyebab, cara mengurangi risiko dan perawatan serta pengobatan yang diresepkan.
     d. Terapi spesifik untuk pikiran tubuh
         Pelatihan manajemen stres, teknik-teknik relaksasi , umpan balik biologis dengan pelatihan relaksasi, kelompok pendukung dan swadaya, imaginasi terbimbing, terapi seni dan gerakan, meditasi dan doa
     e. Pengobatan alternatif atau pelengkap
         Metode ini mengandalkan kemampuan menyembuhkan diri dimana peran penyembuh lebih sebagai fasilitator
1)      Metode ini menjadi semakin populer karena konsumen lebih berperan aktif dalam penatalaksanaan kesehatan mereka
2)      Individu dapat mencari terapi alternatif bila terapi tradisional gagal mengurangi penyakit atau gejala yang mereka alami
3)      Banyak budaya yang secara tradisional menggunakan metode alternatif berdasarkan sistem keyakinan mereka tentang keterkaitan antara jiwa-tubuh-pikiran. Peran penyembuh merupakan hal biasa di berbagai budaya yang berbeda

PENYAKIT MEDIS YANG DIPENGARUHI OLEH STRES
GANGGUAN IMUNOLOGIK
GANGGUAN MEDIS UMUM
AIDS
Penyakit Addison
Hepatitis Kronik
Penyakit Graves
Diabetes melitus tergantung insulin
Sklerosis multipel
Miastenia Gravis
Anemia Pernisiosa
Artritis Reumatoid
Gangguan Reumatoid
Sistemik Lupus Eritematosus
Gangguan kardiovaskuler
  • Hipertensi
  • Angina Pektoris
  • Migren
  • Sakit kepala berat
Gangguan pernafasan
  • Asma
  • Penyakit Paru Obstruktif Menahun
  • Hiperventilasi
Gangguan endokrin
  • Penyakit Tiroid
  • Gejala pra menstruasi
  • Impoten
  • Frigid
  • Diabetes
Gangguan gastrointestinal
  • Penyakit ulkus peptikum
  • Sindrom iritasi usus
  • Kolitis
  • Obesitas
  • Anoreksia Nervosa
Gangguan muskuloskletal
  • Sakit punggung akut/ kronik
  • Osteoporosis
Gangguan ginjal
  • Infeksi traktus urinarius
  • Batu ginjal
Gangguan neoplastik (kanker)

 
GANGGUAN SOMATOFORMIS
  1. Pertimbangan Umum
Gangguan somatoformis dicirikan dengan keluhan gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh mekanisme fisik yang sudah diketahui
    1. Penderita mengalami kehilangan atau perubahan fungsi fisik dan gejala-gejala tersebut berada di luar kontrol volunter individu
    2. Gangguan somatoformis ditandai dengan primary gain (pengurangan ansietas) dan secondary gain (perhatian khusus, terbebas dari tanggung jawab). Gangguan ini biasanya berupa ego sintonik (mis; sesuai dengan cara pandang individu terhadap dirinya sendiri)
    3. Kerusakan significan pada fungsi social atau pekerjaan
·         Individu menjadi terfokus secara total pada gejala fisik, yang sangay membatasi aktivitas
·         Gejala-gejala tersebut berperan dalam terjadinya masalah hubungan pada individu yang terkena
    1. Individu pada umumnya mengunjungi berbagai penyedia layanan kesehatan dan mengalami berbagai prosedur bedah eksplorasi yang tidak perlu
·         Penggunaan obat multi resep dan obat yang dijual bebas banyak terjadi pada pasien-pasien ini
·         Ketergantungan pada pereda nyeri atau obat ansietas
·         Penyangkalan distres psikologik dan penolakan terhadap pengobatan psikiatrik juga banyak terjadi
  1. Jenis gangguan somatoformis
    1. Gangguan somatisasi dicirikan dengan riwayat berbagai keluhan fisik tanpa dasar organik, terjadi sebelum usia 30 tahun dan menetap selama beberapa tahun. Pada umumnya gangguan ini berkaitan dengan kombinasi gejala-gejala pseudo neurologik, gastrointestinal, genitourinaria dan seksual serta nyeri
    2. Hipokondriasis adalah ketakutan yang tidak realistis terhadap penyakit berat; interpretasi individu terhadap gejala-gejala tubuh adalah tanpa dasar organik
    3. Gangguan dismorfik tubuh adalah terpaku dengan kerusakan imaginatif pada seseorang yang berpenampilan normal; bila individu tersebut benar-benar mengalami kerusakan, kekhawatiran yang diekspresikannya akan terlalu berlebihan
    4. Gangguan nyeri adalah nyeri kronis pada satu daerah anatomi atau lebih; jika terdapat penyakit medis, penyakit medis tersebut hanya berperan kecil dalam munculnya nyeri
    5. Gangguan konversi adalah kehilangan atau perubahan fungsi fisik yang tidak dapat dikaitkan  dengan penyebab organik apapun dan tampak berkaitan berkaitan dengan stresor psikososial. Gangguan ini pada umumnya dicirikan dengan :
·         Disfungsi sensorik, seperti kebutaan, ketulian, atau kehilangan indra peraba
·         Disfungsi sistem motorik, seperti afasia, gangguan koordinasi, paralisis atau kejang
·         La belle indifference, tampak tidak peduli dengan gejala yang cukup dramatik, seperti tidak mampu berjalan atau menggerakkan anggota badan

  1. Etiologi
    1. Teori psikobiologik
·         Individu mengalami tingkat gairah fisiologik yang tinggi (peningkatan kesadaran akan sensasi somatik)
·         Aleksitemia adalah kurangnya komunikasi antar hemisfer otak, yang mengakibatkan sulitnya mengekspresikan emosi secara langsung sehingga distres diekspresikan sebagai sensasi fisik
    1. Teori perilaku-kognitif
·         Anak belajar dari orang tua tentang mengekspresikan kecemasan melalui somatisasi ; secondary gain memperkuat gejala
·         Individu mengalami distorsi kognitif dimana gejala-gejala ringan diperbesar dan diinterpretasikan sebagai penyakit serius
    1. Teori psikoanalitis
Sumber psikologik dari konflik ego disangkal dan diekspresikan melalui pengalihan ansietas menjadi gejala-gejala fisik.
    1. Faktor sosial budaya
·         Insidensi gangguan somatoformis terjadi lebih tinggi di kalangan kelompok sosial ekonomi rendah, di daerah pinggiran atau yang berpendidikan rendah.
·         Gejala-gejala somatik banyak terjadi pada budaya-budaya yang memandang ekspresi  emosi secara langsung sebagai hal yang tidak dapat diterima
     
  1. Sumber koping
Salah satu bagian yang paling penting dari peningkatan respon gangguan pikiran tubuh  yang adaptif adalah dengan mengubah kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan. Dukungan sosial dari keluarga, teman dan pemberi pelayanan juga merupakan sumber yang penting

  1. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berkaitan dengan kelainan ini meliputi :
    1. Represi perasaan, konflik dan impuls yang tidak dapat diterima
    2. Denial (menyangkal) masalah psikologis
    3. Kompensasi
    4. Regresi



  1. Penatalaksanaan
Bagian utama dari pengobatan ini adalah hubungan jangka panjang dengan penyedia layanan kesehatan tertentu untuk mencegah klien mencari berbagai macam layanan kesehatan dengan berbagai rekomendasi untuk pemeriksaan, perawatan dan pengobatan
a. Hindari pengobatan dengan medikasi yang dicirikan dengan toleransi dan ketergantungan (mis; antiansietas, analgesik)
b. Psikoterapi sebagai bagian dari rencana pengobatan
·         Bantu individu untuk mengekspresikan konflik dan emosi secara verbal
·         Fokuskan perhatian pada kebutuhan psikososial yang utama
            c. Penyuluhan keluarga. Ajarkan anggota keluarga untuk menghindari  
               menguatnya secondary gain dari gejala-gejala yang menyerang
            d. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam kelompok swadaya komunitas (mis; Recovery, Inc, mendorong individu untuk belajar mengendalikan gejala-gejala distres melalui teknik-teknik spesifik dan dukungan kelompok)

5. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN

     a. Pengkajian
  • Catat gejala-gejala objektif dan subjektif yang berkaitan dengan diagnosis tertentu, yang dibuat menurut DSM- IV
  • Tinjau kembali riwayat klien dan tentukan stresor internal dan eksternal saat ini.
      • Diskusikan persepsi klien terhadap masalah
      • Identifikasi konsep diri dan citra tubuh klien
      • Identifikasi secondary gain dari gejala fisik
      • Diskusikan masalah hubungan yang signifikan
  • Ajukan pertanyaan pengkajian keperawatan yang sesuai dengan masalah klien atau gangguan pikiran-tubuh yang spesifik


     b. Diagnosa keperawatan
·         Kerusakan penyesuaian
·         Ansietas
·         Gangguan citra tubuh
·         Koping defensif
·         Koping individu inefektif
·         Konflik keputusan
·         Penyangkalan tidak efektif
·         Keletihan
·         Gangguan pemeliharaan kesehatan
·         Perilaku mencari layanan kesehatan
·         Kurang pengetahuan
·         Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
·         Nyeri kronis
·         Ketidakberdayaan
·         Perubahan kinerja peran
·         Gangguan harga diri
·         Gangguan pola tidur
·         Isolasi sosial
·         Distres spiritual
·         Risiko kekerasan terhadap diri sendiri
         
     c. Perencanaan
         Untuk klien dengan gangguan somatoformis
         Tetapkan kriteri hasil yang diinginkan :
·         Mengekspresikan ansietas dan konflik secara verbal dan bukan dengan gejala fisik
·         Mengurangi atau menghilangkan perilaku menuntut atau manipulatif dalam berhubungan dengan orang lain
·         Mengurangi perhatian dan secondary gain lainnya terhadap kehadiran perilaku simptomatik


     d. Implementasi
         1. Laporkan dan kaji keluhan-keluhan fisik yang baru karena penyakit
             organik juga dapat menyerang klien
         2. Kurangi penguatan secondary gain terhadap gejala fisik
         3. Jangan memperkuat ketergantungan dan tingkatkan perilaku mandiri
         4. Pertahankan fokus terapeutik pada perasaan, respon emosional, dan
              masalah-masalah hubungan, bukan gejala-gejala somatik
         5. Tentukan batasan-batasan perilaku manipulatif dengan sikap apa adanya
   6. Bantu klien mengidentifikasi dan menggunakan cara-cara positif untuk  
       memenuhi kebutuhan emosional
  1. Anjurkan klien untuk menjaga hubungan jangka panjang dengan pemberi layanan kesehatan primer
  2. Ajarkan dan anjurkan klien menggunakan tindakan-tindakan pengurang stres
  3. Bantu klien mengidentifikasi hubungan antara peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan gejala somatik
 
     e. Evaluasi hasil
         1. Klien mengidentifikasi hubungan antar stresor spesifik dan gejala
             fisiologik
         2. Klien mengungkapkan secara verbal ansietasnya tentang masalah
             spesifik dan bukan mengekspresikannya dengan gejala fisik
         3. Klien mengekspresikan kepuasan tentang konsep diri, citra tubuh dan
             hubungannya dengan orang lain
         4. Klien menggunakan teknik manajemen stres dan mengikuti gaya hidup
             yang   meningkatkan kesehatan
         5.Klien bertanggung jawab atas diri sendiri dan mengekspresikan  rasa
            lokus kontrol internal
6.Klien mengidentifikasi dan bekerjasama secara kontinu dalam rencana
   pengobatan



       
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KORBAN PENGANIAYAAN FISIK, SEKSUAL, KEKERASAN DALAM KELUARGA DAN GANGGUAN STRES PASKA TRAUMA

Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami asuhan keperawatan klien korban penganiayaan fisik, seksual, kekerasan dalam keluarga dan gangguan stres paska trauma

Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu
  1. Menjelaskan definisi penganiayaan, kekerasan, korban, pelaku dan gangguan stres paska trauma
  2. Mengklasifikasikan jenis-jenis penganiayaan
  3. Menjelaskan tanda-tanda fisik penganiayaan pada korban anak-anak, wanita dan lansia serta tanda gangguan stres paska trauma
  4. Mengidentifikasi karakteristik perilaku dan psikologis dari korban dan pelaku penganiayaan
  5. Menjelaskan etiologi terjadinya penganiayaan
  6. Menjelaskan pengkajian spesifik pada klien korban aniaya (anak-anak, wanita, lansia)
  7. Merumuskan masalah keperawatan pada klien korban dan pelaku aniaya
  8. Menjelaskan rencana tindakan dan identifikasi hasil bagi korban maupun pelaku aniaya
  9. Menjelaskan implementasi umum dan spesifik bagi korban, pelaku, keluarga maupun komunitas

Deskripsi
Kekerasan dalam keluarga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di Amerika Serikat. Diperkirakan 50% dari semua orang Amerika mengalami kekerasan dalam keluarga.
Kekerasan domestik terjadi di semua lingkungan, terdapat di semua tingkat sosial ekonomi, jenis kelamin, area geografi, suku bangsa, agama dan pekerjaan. Kekerasan domestik juga terjadi pada semua kelompok umur. Korbannya antara lain janin, bayi, anak, remaja, orang dewasa atau lansia.

Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th ed). Philadelphia : 
            J.B Lippincot Company

Isaacs, Ann. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan 
            Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC

Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric Medicine.
            Baltimore: Williams and Wilkins Inc

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T (2001). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (7th ed.). St Louis: Mosby

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (5th ed). St Louis : Mosby

Townsend, M.C (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
           Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC


















PENGANIAYAAN FISIK, PENGANIAYAAN SEKSUAL DAN KEKERASAN DALAM KELUARGA

  1. Definisi
    1. Kekerasan adalah kekuatan fisik yang digunakan untuk menyerang atau merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering mengakibatkan cedera fisik.
    2. Penganiayaan adalah tindakan sengaja yang menyebabkan cedera fisik, penderitaan jiwa atau keduanya
    3. Kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) adalah pola perilaku mengancam atau memaksa dari satu anggota keluarga (atau orang dekat) pada anggota keluarga lain. Perilaku tersebut meliputi penganiayaan fisik, pengabaian, penganiayaan psikologis, penganiayaan ekonomi dan penganiayaan seksual
    4. Penyiksa atau pelaku penyiksaan adalah orang yang menciptakan kekerasan atau menyiksa orang lain
    5. Korban adalah orang yang menjadi kambing hitam, target atau penerima penganiayaan atau kekerasan
    6. Gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)) adalah gangguan berupa pikiran dan perasaan yang terjadi berulang-ulang berkaitan dengan trauma tertentu yang buruk (mis; penyiksaan yang buruk, perkosaan, pengalaman perang)

  1. Jenis penganiayaan
    1. Penganiayaan fisik meliputi pemukulan, penusukan, penembakan, pembakaran dan pemerkosaan
    2. Pengabaian dicirikan dengan penghentian atau kegagalan memberikan asuhan pribadi, kebutuhan pribadi (mis; makanan, air, rumah), kebersihan, perawatan kesehatan, kontak sosial dan pendidikan serta pengawasan anak-anak



    1. Penganiayaan psikologis meliputi :
·         Serangan verbal dan ancaman bahaya fisik, biasanya untuk mengintimidasi atau memanipulasi
·         Sarkasme, penghinaan, merendahkan dan kritik
·         Pola komunikasi yang tidak consisten, termasuk menarik diri dan diam
·         Isolasi korban (mis; mencegah korban berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman-temannya)
·         Pelanggaran hak-hak pribadi, seperti tidak mengizinkan korban menghubungi keluarga, teman dan orang lain
    1. Penganiayaan ekonomi (eksploitasi finansial) meliputi :
·         Mencuri uang atau harta korban
·         Menghalangi akses korban atas keuangan pribadinya
·         Penggunaan uang atau harta milik korban secara tidak tepat
    1. Penganiayaan seksual adalah aktivitas seksual yang dipaksakan atau dibawah tekanan, termasuk percakapan atau tindakan yang distimulasi secara seksual, perabaan atau hubungan seksual yang tidak tepat, perkosaan dan inses (perilaku seksual antar saudara kandung)
     
  1. Tanda-tanda fisik penganiayaan
      
Korban anak-anak
Wanita yang dianiaya
Korban lansia
Penganiayaan Fisik
Perkembangan terhambat
Memar, bilur
Terkilir, dislokasi, fraktur
Luka bakar akibat rokok
Luka bakar akibat cairan panas/api, terutama yang berbentuk seperti kaos kaki atau sarung tangan akibat dicelup ke dalam cairan panas
Cedera internal
Cedera dalam berbagai tahap penyembuhan
Shaken baby syndrome (mis; perdarahan intra kranial dan intra okular tanpa trauma kepala yang jelas)
Kotoran, kutu hewan, kutu rambut pada anak

Penganiayaan seksual
Enuresis
Labia dan rektum merah dan bengkak
Vagina sobek
Penyakit menular seksual
Infeksi urinaria kronis
Refleks gag hiperaktif
Cedera kepala, leher dan bahu
Mata memar
Cedera selama kehamilan
Terkilir, dislokasi, fraktur
Memar, bilur
Bekas luka berbentuk benda yang digunakan untuk mencederai
Berulang kali berkunjung ke fasilitas layanan kesehatan, terutama UGD
Keluhan nyeri tanpa cedera jaringan
Berbagai cedera dalam berbagai tahap penyembuhan
Kurang gizi atau dehidrasi
Bau feses atau urine
Kotoran, kutu hewan, kutu rambut pada lansia tersebut
Dekubitus, luka, ruam kulit
Memar, lecet, fraktur
Hematoma, bekas cengkeraman pada lengan
Berbagai cedera dalam berbagai tahap
penyembuhan

  1. Karakteristik perilaku dan psikologis dari korban penganiayaan
Korban anak-anak
Wanita yang dianiaya
Korban lansia
Penganiayaan anak
Takut pada pengasuhnya
Mencari kasih sayang dari orang lain
Kemungkinan tidak menangis ketika didekati oleh pemeriksa atau selama prosedur yang menyakitkan
Berperilaku ekstrim (anak tersebut bisa samgat agresif atau sangat penurut)
Nilai di sekolah buruk
Perilaku regresif dan hiperaktivitas
Perilaku mencederai diri
Melarikan diri, menyalahgunakan obat atau alkohol
Kurang mempunyai teman sebaya

Penganiayaan seksual
Ketertarikan yang tidak wajar atau menghindari semua hal-hal yang bersifat seksual
Masalah tidur, mimpi buruk
Berperilaku menggoda
Membuat pernyataan bahwa tubuh mereka kotor atau rusak, atau takut kalau ada yang tidak beres dengan area genital mereka
Adanya aspek-aspek penganiayaan seksual dalam bentuk gambar, permainan dan fantasi
Rasionalisasi penganiayaan
Takut pergi karena diancam
Hubungannya dengan pasangan bersifat dominan pria
Terisolasi dari teman-teman dan keluarga
Merasa kurang, menyalahkan diri sendiri
Bertindak sedemikian rupa untuk tidak menimbulkan kemarahan pasangannya
Secara emosional dan finansial bergantung pada pasangannya
Merasa tidak berdaya
Penyalahgunaan minuman keras atau obat bius
Depresi, ide bunuh diri
Ansietas, sering mimpi buruk
Mengalami gangguan fisik atau jiwa
Berperilaku agresif atau sangat penurut
Takut melaporkan penganiayaan
Bergantung pada pengasuh
Merasa harga dirinya rendah
Tidak berdaya








  1. Karakteristik Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD)     
  • Dapat berupa respon akut atau lambat; dapat juga menjadi kronik
  • Gejala-gejalanya meliputi : respon terkejut yang berlebihan, gangguan tidur, rasa bersalah (rasa bersalah dari orang yang berhasil bertahan hidup), mimpi buruk dan kilasan-kilasan ingatan, rasa marah dengan penumpulan-penumpulan emosi lain
  • Penderita sering menggunakan obat-obatan, alkohol atau keduanya untuk mengobati sendiri gejala yang mereka rasakan

  1. Ciri-ciri pelaku penganiayaan atau kekerasan
  • Sering dianiaya ketika masih kecil
  • Harga diri rendah
  • Sangat pencemburu dan posesif
  • Terisolasi secara seksual
  • Kontrol impuls buruk, tindakan koping buruk
  • Penyalahgunaan obat atau alkohol
  • Kaku dan obsesif dalam hal kekuasaan
  • Narsisistik


  1. Etiologi
Tidak ada faktor tunggal  yang bertanggung jawab atas kekerasan domestik, melainkan melibatkan berbagai faktor
    1. Teori genetika
·         Beberapa penelitian yang menghubungkan peningkatan agresivitas dengan perkawinan selektif pada tikus, menyimpulkan adanya kemungkinan hubungan genetika langsung
·         Genetik kariotip XYX juga terlibat dalam perilaku agresif dan menyimpang (Townsend, 1999)


    1. Teori psikobiologi
·         Penelitian menunjukkan bahwa stimulasi sistem limbik dapat menimbulkan respon agresif dan kekerasan pada manusia
·         Neurotransmitter, terutama norepinefrin, dopamin, dan serotonin berperan penting dalam memperlancar dan menghambat agresi. Disregulasi zat-zat tersebut dianggap berkaitan dengan kekerasan
·         Gangguan otak, terutama tumor dalam sistem limbik dan lobus temporalis dapat menyebabkan seseorang melakukan kekerasan (Johnson, 1997)

    1. Teori psikososial dan lingkungan
·         Teori keluarga. Kekerasan terjadi pada keluarga yang mengalami disfungsional dengan berbagai permasalahan seperti batasan yang tidak jelas, terperangkapnya individu dan peran, koping yang buruk terhadap stres dan riwayat penganiayaan multigenerasi
·         Teori perilaku-kognitif. Kekerasan dipelajari dari orang tua yang menggunakan penganiayaan sebagai metode pendisiplinan. Pelaku penyiksaan mendapat pengetahuan bahwa kekerasan dan agresi merupakan respons yang dapat diterima dan efektif terhadap ancaman nyata atau khayalan
·         Teori sosial budaya. Perilaku agresif merupakan hasil dari budaya dan struktur sosial seseorang. Kemenangan budaya kekerasan seperti yang digambarkan di film, pertunjukan TV, video game dan internet merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menyebabkan munculnya perilaku agresif



  1. Penatalaksanaan
    1. Pertimbangan umum. Pengobatan korban penganiayaan bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi klien, seperti jenis penganiayaan yang diderita, adanya cedera fisik, usia dan kondisi fisik korban, serta keunikan lingkungan keluarga korban itu sendiri
    2. Layanan intervensi krisis bermanfaat dalam merespon masalah langsung dan jangka pendek yang terjadi akibat penganiayaan. Kerja sama dengan berbagai anggota tim kesehatan sangat penting untuk memberikan pengobatan yang kontinu.
    3. Lembaga kesejahteraan anak bertanggung jawab melindungi anak-anak dari bahaya dan kejahatan. Sistem hukum dapat diberlakukan dengan memberikan hak asuh anak sementara atau permanen kepada individu tertentu (kerabat atau orang tua angkat) yang akan memberikan asuhan yang nyaman
    4. Wanita yang dianiaya dapat dirujuk ke rumah perlindungan atau penampungan darurat untuk memastikan terlindunginya diri dan anak-anak mereka
    5. Lembaga layanan sosial masyarakat, termasuk lembaga khusus lansia dapat memberikan berbagai layanan untuk memastikan keamanan dan bantuan bagi korban tindak kekerasan
    6. Layanan kesehatan jiwa dapat diberikan pada keluarga yang mengalami kekerasan berupa dukungan terapeutik, konseling individu, terapi keluarga untuk memutus siklus penganiayaan
    7. Pencegahan
·         Primer; dapat dilakukan di komunitas dengan mengidentifikasi keluarga yang berisiko tinggi terhadap kekerasan dan dengan mempromosikan program penyuluhan dan layanan yang dapat meningkatkan fungsi  keluarga
·         Sekunder; meliputi deteksi dini dan pengobatan kekerasan interpersonal

  1. Tinjauan proses keperawatan
    1. Pengkajian
Pertanyaan pengkajian keperawatan
Pertanyaan spesifik
Data yang diberikan
Korban anak-anak
  • Apakah anda tahu mengapa anda dibawa ke rumah sakit?
  • Bagaimana perasaan anda berada disini?
  • Ceritakan apa yang terjadi pada diri anda?
  • Apakah anda pernah dipukul dengan sebuah benda?
  • Bagaimana orang tua/ pengasuh mendisiplinkan anda?

Persepsi anak

Takut, atau perasaan-perasaan lainnya

Deskripsi anak tentang kejadian

Riwayat penganiayaan sebelumnya

Perilaku orang tua
Wanita yang dianiaya
  • Apakah anda diancam atau disakiti pasangan anda?
  • Apakah anda pernah dilukai sebelumnya?
  • Apa kejadian paling buruk yang anda ingat?
  • Apakah anak-anak melihat ketika anda dianiaya?
  • Apakah mereka pernah dicedera?

Keinginan untuk mengakui terjadinya penganiayaan
Riwayat penganiayaan sebelumnya

Tingkat kekerasan

Penganiayaan anak
Korban lansia
  • Saya perhatikan anda mengalami sejumlah memar (atau cedera yang lain). Bisakah anda menceritakan kepada saya apa yang telah terjadi?
  • Anda tampak takut kepada orang yang mengasuh anda. Benarkah demikian?
  • Banyak pasien yang menceritakan kepada saya bahwa mereka telah dicederai oleh seseorang yang dekat dengan mereka. Apakah hal ini juga terjadi pada diri anda?
  • Pada saat anda tidak sependapat dengan pengasuh anda. Apa yang terjadi?

Keinginan untuk mengakui terjadinya penganiayaan.



Validasi observasi hubungan


Riwayat masa lalu




Dinamika keluarga

     
    1. Diagnosa keperawatan
Untuk korban penganiayaan
·         Ansietas (sebutkan tingkatannya)
·         Koping individu tidak efektif
·         Penyangkalan tidak efektif
·         Takut
·         Gangguan tumbuh kembang
·         Keputusasaan
·         Risiko cedera
·         Nyeri
·         Respon pasca trauma
·         Sindrom trauma perkosaan
·         Harga diri rendah situasional
·         Kerusakan integritas kulit
·         Distres spiritual
·         Risiko trauma
·         Pengabaian sepihak


                       Untuk keluarga
·         Koping keluarga tidak efektif, memburuk
·         Perubahan proses keluarga
·         Risiko perubahan kedekatan orang tua/ bayi, anak
·         Perubahan perilaku orang tua
·         Perubahan kinerja peran
·         Risiko kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
      Untuk penganiaya
·         Koping individu tidk efektif
·         Kurang pengetahuan (sebutkan)
·         Ketidakpatuhan
·         Perubahan kinerja peran
·         Gangguan harga diri
·         Gangguan interaksi sosial
·         Distres spiritual
·         Risiko kekerasan terhadap diri sendiri/ orang lain
    1. Perencanaan dan identifikasi hasil
Bekerjasama dengan klien dan anggota keluarga, anggota tim kesehatan dan perwakilan masyarakat dalam menyusun tujuan yang realistik
·         Kriteria hasil yang diinginkan untuk korban penganiayaan
1)      Klien menjaga keselamatan
2)      Klien menerima perawatan atas cedera fisik dan psikologis yang dialaminya
3)      Klien mengekspresikan perasaannya dengan mendiskusikan tentang situasi penganiayaan
4)      Klien mengembangkan perilaku fungsi bertahan hidup

                             Kriteria hasil yang diinginkan untuk keluarga
1)      Keluarga mengidentifikasi kekerasan dan penganiayaan    dalam keluarga
2)      Keluarga tetap bebas dari kekerasan
3)      Keluarga menerima bantuan dan mengikuti rujukan komunitas
4)      Keluarga mengimplementasikan tindakan koping untuk mencegah kekerasan lebih lanjut
5)      Keluarga meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan    yang sehat dalam keluarga

·         Kriteria hasil yang diinginkan untuk penganiaya
1)      Penganiaya menunjukkan sikap bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
2)      Penganiaya membentuk dan mempertahankan control impuls dan strategi koping
3)       Penganiaya menghadapi lembaga hukum atas perilakunya,    dan menerima hukuman yang ditentukan oleh pengadilan
4)       Penganiaya bekerjasama dalam program perawatan yang dianjurkan
5)       Penganiaya berhenti melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain

    1. Implementasi
Tindakan umum bagi korban penganiayaan
1)      Berikan pertolongan pertama sesuai kebutuhan
2)      Bila kekerasan atau penganiayaan sangat menonjol, pisahkan korban dari pelaku penganiayaan
3)      Laporkan adanya penganiayaan pada layanan perlindungan anak     dan lansia, seperti yang diwajibkan oleh undang-undang
      Dalam hal penganiayaan wanita, pelaporan   
      diperlukan jika cedera      terjadi akibat senapan,
      pisau atau senjata lain
4)      Bila dicurigai terjadi penganiayaan seksual, ikuti prosedur hukum     dan kelembagaan untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti yang     diakui dalam prosedur rangkaian bukti
5)      Pastikan korban mendapatkan perawatan yang sensitif dan penuh     kasih sayang
6)      Beri dukungan penuh pada korban untuk tidak mentolerir penganiayaan
7)      Dengarkan dengan empati penjelasan korban mengenai penganiayaan yang sekarang dan yang telah lalu
8)      Catat semua cedera yang terjadi dan perawatan yang telah diberikan
9)      Bekerjasama dengan pendekatan tim, termasuk memulai rujukan    antar lembaga dan ikut serta dalam konferensi kasus
Tindakan untuk korban anak-anak
1)       Pastikan anak tersebut merasa nyaman dengan melakukan perkenalan yang tepat dan jangan menyentuh anak tanpa seizinnya pada waktu melakukan wawancara
2)      Gunakan aktivitas bermain, termasuk menggambar, untuk mendorong anak bercerita atau mengungkapkan perasaan, bagi anak yang merasa enggan atau tidak mampu mengungkapkan trauma yang dialaminya
3)      Jelaskan semua tes dan prosedur medis dengan istilah-istilah yang dapat dipahami, sebelum prosedur tersebut dilaksanakan
4)      Tingkatkan hubungan anak dengan orang tua; perawat tidak dapat menjadi pengganti orang tua dengan memisahkan orang tua kandung anak
Tindakan untuk wanita yang dianiaya
1)      Komunikasikan sikap menerima, hangat dan tidak mengadili; jangan menyampaikan walau secara tidak langsung bahwa ia bersalah karena tidak meninggalkan lingkungan yang penuh penganiayaan tersebut
2)      Tingkatkan kepedulian terhadap keselamatan dan haknya untuk terbebas dari penganiayaan
3)      Diskusikan berbagai pilihan yang ada, termasuk rumah
      penampungan, perlindungan hukum dengan melaporkan
      penganiayaan dan mencari perlindungan dari  
      penganiayaan melalui pengadilan
4)      Hargai keputusan korban, termasuk keputusan untuk
      kembali ke situasi yang penuh penganiayaan atau  
      keputusan untuk tidak melaporkan penganiayaan
5)      Bantu korban untuk membuat rencana untuk memastikan
      keselamatannya, termasuk menyembunyikan duplikat   
      rumah dan mobil; meminta tetangga untuk melapor ke
      polisi bila mulai terjadi kekerasan; menyimpan dokumen 
      –dokumen seperti akte kelahiran, nomor rekening bank,
      nomor jaminan sosial, dan kuitansi sewa atau pembelian 
      atas barang yang ada; menyimpan daftar nomor
      telepon rumah penampungan darurat, bantuan hukum,     
      polisi, konselor dan kelompok pendukung
Tindakan untuk korban lansia
1)      Beri waktu dan bersabar untuk bisa membuat lansia mendiskusikan situasi yang dihadapinya
2)      Hormati martabat klien dan jangan bersikap mengadili
3)      Diskusikan pilihan-pilihan yang ada untuk memastikan
       keselamatan, seperti hospitalisasi temporer, penempatan   
        di rumah yang aman dan perintah perlindungan dari
        pengadilan
4)      Berikan daftar sumber daya dan layanan pendukung, termasuk layanan perlindungan orang dewasa, lembaga bantuan hukum, lembaga sumber daya korban, unit-unit lansia setempat dan nomor hotline 24 jam untuk masalah penganiayaan pada lansia
Tindakan untuk Gangguan Stres Pasca Trauma
1)      Gunakan implementasi yang berkaitan dengan ansietas (mis; teknik relaksasi, mendorong ekspresi perasaan, membatasi kafein dan nikotin
2)   Validasi pada klien bahwa peristiwa traumatik yang 
      dialaminya menimbulkan stres yang sangat besar
3)   Bantu klien mengungkapkan semua aspek dari   
      peristiwa traumatik, termasuk pikiran dan perasaannya
4)   Ajarkan pada klien tentang strategi koping untuk  
      menatalaksanakan gejala ansietas yang menyertai   
      ingatan tentang trauma
5)   Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam kelompok 
      pendukung atau kelompok swadaya
6)   Rujuk klien ke Alcoholic Anonymous atau Narcotics
      Anonymous jika penyalahgunaan alcohol atau obat
      menjadi masalah bagi klien.
Tindakan bagi pelaku penganiayaan
2)      Bila pelaku penganiayaan mengancam atau sedang di bawah pengaruh obat atau alkohol, perawat harus memanggil petugas keamanan atau polisi untuk memastikan keselamatannya sendiri dan orang lain
2)   Beritahu pelaku penganiayaan tentang tugas   
      melaporkan penganiayaan kepada lembaga yang   
      ditunjuk
3)   Dapatkan bantuan dari petugas tim kesehatan yang  
       berpengalaman (mis ; perawat spesialis klinik, pekerja  
       sosial, perwakilan lembaga perlindungan, pekerja krisis
       kesehatan jiwa) untuk memulai intervensi
4)   Dalam situasi penganiayaan anak, perawat bisa lebih 
      membantu dengan menganggap orang tuanya sebagai
       klien dan anaknya sebagai korban penganiayaan
5)   Jika penganiayaan diakui oleh pelakunya, anjurkan ia
       untuk bertanggung jawab atas perilaku kekerasan yang  
       dilakukannya
6)      Komunikasikan keyakinan bahwa perilaku kekerasan dapat dikendalikan  dan bahwa ada fungsi lain yang lebih pantas yang bisa dan mungkin dilakukan
7)      Anjurkan dan rujuk pelaku penganiayaan ke lembaga sumber daya masyarakat, seperti layanan kesehatan jiwa, kursus pendidikan orangtua, kelompok swadaya, dan panti werda
Tindakan bagi keluarga
1)      Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya tanggung jawab individu atas perilakunya masing-masing
2)      Ajarkan pada keluarga untuk mengenali situasi yang menimbulkan stres
3)      Ajarkan pada keluarga untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah atau strategi koping
4)      Ajarkan pada keluarga tentang keterampilan menjadi orangtua yang efektif
5)      Ajarkan pada keluarga untuk menggunakan sumber daya masyarakat dan bantuan profesional untuk meningkatkan fungsi keluarga
Tindakan untuk komunitas
1)            Berusaha mengurangi kondisi yang berkaitan dengan kekerasan (mis; kemiskinan, perumahan yang tidak layak, disfungsi sikap masyarakat terhadap kekerasan, penyalahgunaan zat). Sebagai contoh : bergabung dengan organisasi sukarelawan, lobi dengan pejabat setempat
2)            Berusaha mengembangkan dan menjaga sumber daya keluarga  (mis layanan perawatan anak, panti werda, program pendidikan, kelompok pendukung)
3)            Dukung dan tingkatkan upaya hukum dan legislatif untuk menghilangkan kekerasan domestik

a.       Evaluasi hasil
·         Korban kekerasan mencapai dan mempertahankan keselamatannya
·         Korban kekerasan menunjukkan adanya perbaikan harga diri dan pemberdayaan diri
·         Keluarga yang tertimpa kekerasan menggunakan sumber daya masyarakat untuk mencapai perbaikan koping
·         Pelaku penganiayaan menerima tanggung jawab atas perilaku kekerasan yang dilakukannya dan menerima hukuman yang diputuskan pengadilan
·         Pelaku penganiayaan tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain


SOAL-SOAL
Kasus :
Tn. A seorang pejabat yang cukup populer. Tetapi polisi mempunyai dugaan bahwa Tn. A juga seorang pecandu narkoba. Tn. A selalu tampil tenang dan penuh wibawa, seolah-olah tidak terjadi sesuatu pada dirinya. Tetapi setelah polisi menemukan bukti-bukti yang menguatkan bahawa Tn. A memang seorang pecando, Tn. A mulai cemas. Sebelum akhirnya tertangkap polisi, Tn. A selalu tampak gelisah, sulit tidur, merasa tidak aman. Tn. A juga mengalami diare. Lapangan persepsinya menjadi sempit dan tidak mampu menerima rangsangan dari luar.
Pertanyaan :                        
1. Tingkat ansietas yang dialami Tn. A adalah….
     a. ringan       b. sedang     c. berat       d. panik     e. antisipasi
    
2. Ansietas yang dialam i Tn. A timbul karena takut terhadap penolakan
    masyarakat yang membenci perbuatannya. Teori ini dikenal dengan….          
   a. Teori biologi              b. Teori keluarga                c. Teori psikoanalisa
   d. Teori interpersonal            e. Teori komunikasi
 
3. Tingkat ansietas yang dialami Tn. A bisa berlanjut sampai tingkat panik.
    Data yang menunjukkan tingkatan panik adalah....
    a. anoreksia      b. diare       c. konstipasi         d. hipertensi      e. hipotensi

4. Dalam mengatasi ansietas, yang termasuk reaksi yang berorientasi pada  
    tugas adalah....
    a. denial    b. kompromi    c. kompensasi     d. proyeksi     e. rasionalisasi

5. Masalah keperawatan primer untuk ansietas menurut NANDA adalah....
    1. Ansietas                                            2. Ketakutan  
         3. Koping individividu tidak efektif      4. Konflik keputusan

6. Intervensi yang tepat untuk mengatasi ansietas yang dialami Tn. A   
    adalah....
    a. menggunakan strategi kognitif
    b. menggunakan teknik relaksasi
    c. mendorong aktivitas fisik
    d. membuat latihan terstruktur
    e. mengurangi stimulasi lingkungan

7. Saat sudah berada di kantor polisi, Tn. A berjalan hilir mudik dan     
    mengeluh dikejar-kejar pikiran. Polisi menanyakan kepada Tn. A apakah
    ada sesuatu yang mengganggunya, tetapi respon klien samar dan tidak
    terfokus pada pertanyaan polisi. Tingkat ansietas Tn. A ....
    a. antisipasi       b. ringan        c. sedang         d. berat            e. panik

8. Sebagai perawat, ketika pasien kita akan menjalani operasi pembedahan,
    perawat mengkaji tingkat ansietas pasien sebelum operasi. Dari intervensi
    perawat berikut ini, mana yang merupakan prioritas?
a. menanyakan kepada pasien tentang persepsi dan keprihatinannya  
    berkaitan dengan pembedahan
         b. memberitahu dokter bedah tentang tingkat ansietas pasien
         c. meminta anggota keluarga untuk datang dan menemani pasien
         d. menjelaskan pada pasien fakta-fakta tentang asuhan pra operatif dan
             pasca operatif
         e. memberikan kesempatan kepada pasien untuk menenangkan diri secara 
             mandiri































ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI


Tujuan Pembelajaran Umum :
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi secara komprehensif

Tujuan Pembelajaran Khusus :
Mahasiswa keperawatan semester V mampu :
1. Menyebutkan pengertian halusinasi menurut Maramis
2. Menggambarkan rentang respon neurobilogis dari adaptif sampai maladaptif
3. Mengklasifikasikan jenis-jenis halusinasi
4. Mengidentifikasi fase-fase halusinasi
5. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan halusinasi
6. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan halusinasi mengacu 
    pada NANDA
7. Merencanakan tindakan pada klien dengan masalah halusinasi
8. Menjelaskan kriteria evaluasi pada klien dengan masalah halusinasi

Deskripsi singkat :
Halusinasi merupakan gejala umum dari Skizofrenia. 70% penderita Skizofrenia mengalami halusinasi. Kira-kira 1% dari populasi akan mengalami Skizofrenia dalam hidupnya. Bagi 95% penderita Skizofrenia, penyakit ini berlangsung seumur hidup. Penderita Skizofrenia ini menempati 25% tempat tidur rawat inap di rumah sakit. Gejala halusinasi ini bila tidak ditangani akan berisiko tinggi untuk mencederai diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Sumber bacaan :
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th ed). Philadelphia : 
            J.B Lippincot Company

Isaacs, Ann. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan 
            Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC

Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric Medicine.
            Baltimore: Williams and Wilkins Inc

Stuart, G.W. dan Laraia, M.T (2001). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (7th ed.). St Louis: Mosby

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and Practice of Psychiatric
            Nursing (5th ed). St Louis : Mosby

Townsend, M.C (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
           Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC


























ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN  DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

  1. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998)

  1. Rentang respon Neurobilogi
Respon adaptif                                                               Respon maladaptif


 

            Pikiran logis                   Distorsi pikiran                Gangguan pikir/ delusi
            Persepsi akurat                    Ilusi                                          Halusinasi
            Emosi konsisten            Reaksi emosi berlebihan         Sulit berespon
            dengan pengalaman             atau kurang                              emosi
            Perilaku sosial           Perilaku aneh/ tidak biasa     Perilaku disorganisasi
            Berhubungan sosial             Menarik diri                            Isolasi sosial

  1. Jenis-jenis halusinasi     
Jenis halusinasi
Karakteristik
Pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenagkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
Cenecthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urin
Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

  1. Fase-fase halusinasi     
Fase halusinasi
Karakteristik
Perilaku klien
Fase 1 : Comforting
Ansietas sedang
Halusinasi menyenangkan
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut, mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani
Nonpsikotik

Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat jika sedang asyik
Diam dan asyik sendiri
Fase II : Condemning
Ansietas berat
Halusinasi menjadi
Menjijikkan
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
Psikotik ringan
Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit
Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita
Fase III :
Controlling
Ansietas berat
Pengalaman sensori menjadi berkuasa
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Psikotik
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
Kesukaran berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
Fase IV :
Conquering
Panik
Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya
Pengalaman sensori menjadi mengancam. Jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik
Psikotik berat
Perilaku teror akibat panik
Potensi kuat suicide atau homicide.
Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti parilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia
Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

  1. Pengkajian klien dengan halusinasi
    1. Faktot predisposisi
1)      Faktor genetik
Secara genetis Schizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Diduga letak gen Schizofrenia ada di kromosom nomor 6, dengan kontribusi genetik tambahan no 4,8,15,22 (Buchanan & Carpenter, 2000). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami Schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami Schizofrenia, sementara jika dizigote peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami Schizofrenia berpeluang 15% mengalami Schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya Schizofrenia maka peluangnya menjadi 35%
2)      Faktor neurobiologi
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan kortek limbik pada klien Schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien Schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin dan glutamat.
3)      Studi neurotransmitter
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan neurotransmiter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin
4)      Teori virus
Paparan virus influenza pada  trimester ke – 3 kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi Schizofrenia
5)      Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi Schizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

    1. Faktor presipitasi
1)      Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak
2)      Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gating abnormal)
3)      Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku.

         Gejala-gejala pencetus respon neurobilogi (Stuart dan Laraia, 2001 hal
         416)
Kesehatan
Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkadian
Kelelahan
Infeksi
Obat-obat sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan

Lingkungan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup
Perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam hubungan dengan orang lain
Isolasi sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja (kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasisasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan

Sikap/perilaku
Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri)
Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri)
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut
Merasa malang ( tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
 Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala


    1. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
·         Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari
·         Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
·         Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
·         Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
    1. Perilaku
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasi, apakah halusinasinya pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, perabaan, kinesthetic atau cenesthetic.
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi : isi halusinasi, waktu dan frekuensi halusinasi, situasi pencetus halusinasi, respon/ perasaan klien terhadap halusinasi

  1. Diagnosa keperawatan
1)            Perubahan persepsi sensori : halusinasi
2)            Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3)            Isolasi sosial
4)            Harga diri rendah

  1. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan ditujukan untuk :
    1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
    2. Klien mengenal halusinasinya (isi, waktu, frekuensi, situasi, perasaan)
    3. Klien dapat mengontrol halusinasinya ( dengan cara menghardik halusinasi, berinteraksi dengan orang lain, beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian, menggunakan obat dengan prinsip 5 benar)
    4. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinasi
    5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasi

  1. Evaluasi
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan cara yang efektif yang dipilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat penyakitnya yang kronis
Evaluasi asuhan  keperawatan berhasil jika keluarga klien juga menunjukkan kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien mengatasi masalah gangguan jiwanya. Kemampuan merawat di rumah dan menciptakan lingkungan kondusif bagi klien di rumah menjadi ukuran keberhasilan asuhan keperawatan, di samping pemahaman keluarga untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika muncul gejala-gejala relaps.














    

Tidak ada komentar: