Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa
keperawatan semester V mampu
memahami asuhan keperawatan klien dengan Ansietas secara komprehensif
Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa keperawatan semester V mampu :
1. Menyebutkan pengertian ansietas menurut Wijaya
2. Menggambarkan rentang respon ansietas dari adaptif
sampai maladaptif
3. Mengkaji tingkatan ansietas berdasarkan respon
fisiologis, kognitif, perilaku
dan
emosi
4. Menjelaskan faktor predisposisi terjadinya ansietas
berdasarkan teori
psikoanalitik, interpersonal, perilaku, biologis dan keluarga
5. Menjelaskan stressor pencetus terjadinya
ansietas
6. Mengidentifikasi sumber koping pada klien
dengan ansietas
7. Menjelaskan mekanisme koping pada klien ansietas
8. Merumuskan masalah keperawatan pada klien
dengan ansietas mengacu
pada NANDA
7. Merencanakan tindakan pada klien dengan
ansietas ringan, sedang, berat dan
panik
8. Menjelaskan kriteria evaluasi pada klien dengan
masalah ansietas
Deskripsi singkat
Gangguan ansietas merupakan gangguan psikiatrik
yang paling banyak terjadi. Gangguan ini menyebabkan seseorang merasa takut,
distres dan khawatir tanpa sebab yang jelas. Setiap tahunnya lebih dari 23 juta
orang di Amarika Serikat terkena gangguan ansietas (kira-kira 1 dari setiap 4
orang). Individu dengan ansietas ini mengalami gejala-gejala fisiologik,
kognitif dan perilaku.
Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th
ed). Philadelphia
:
J.B Lippincot Company
Isaacs, Ann. (2005). Panduan
Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC
Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric
Medicine.
Baltimore: Williams and Wilkins Inc
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T
(2001). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (7th
ed.). St Louis:
Mosby
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.
(1995). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (5th
ed). St Louis :
Mosby
Townsend, M.C (1998). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
INTERVENSI KRISIS
Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami intervensi krisis secara
komprehensif
Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu :
- Menjelaskan pengertian krisis
- Mengklasifikasikan jenis-jenis krisis (maturasi, situasi, tak terduga)
- Menggambarkan rentang respon krisis dari adaptif sampai maladaptif
- Menggambarkan secara skematis terjadinya krisis
- Menjelaskan secara berurutan fase-fase respon manusia yang mengalami bencana
- Menjelaskan hal-hal yang perlu dikaji pada kondisi krisis
- Merumuskan masalah keparawatan pada kondisi krisis
- Menjelaskan rencana tindakan untuk mengatasi krisis
- Menjelaskan hal-hal yang perlu di evaluasi dari intervensi krisis
Deskripsi singkat
Perawat psikiatri memberikan perawatan sepanjang
rentang asuhan. Perawatan ini termasuk intervensi yang berhubungan dengan
pencegahan primer, sekunder dan tertier. Penceghan primer adalah intervensi
biologi, sosial atau psikologi yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan atau menurunkan angka kesakitan di komunitas dengan mengubah
faktor-faktor penyebab sebelum membahayakan. Pencegahan sekunder termasuk
menurunkan angka kelainan. Aktivitas pencegahan sekunder meliputi penemuan
kasus dini, skrining dan tindakan efektif yang cepat. Intervensi krisis ini merupakan suatu modalitas tindakan pencegahan
sekunder yang penting. Sedangkan aktivitas pencegahan tertier mencoba untuk
mengurangi keparahan kelainan dan ketidakmampuan yang berkaitan.
Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th
ed). Philadelphia
:
J.B Lippincot Company
Isaacs, Ann. (2005). Panduan
Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC
Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric
Medicine.
Baltimore: Williams and Wilkins Inc
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T
(2001). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing (7th
ed.). St Louis:
Mosby
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.
(1995). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (5th
ed). St Louis :
Mosby
Townsend, M.C (1998). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN TUBUH-PIKIRAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pikiran tubuh
Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu :
- Menjelaskan definisi dan konsep utama dalam gangguan pikiran tubuh
- Menjelaskan faktor-faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi medis umum
- Menjelaskan berbagai etiologi yang terlibat dalam gangguan pikiran- tubuh (faktor fisiologik, kognitif, emosional dan sosial budaya)
- Menjelaskan penatalaksanaan gangguan pikiran-tubuh
- Mengidentifikasi penyakit medis yang dipengaruhi oleh stres
- Menyebutkan definisi gangguan somatoformis
- Mengklasifikasikan jenis-jenis gangguan somatoformis
- Menjelaskan etiologi gangguan somatoformis
- Menjelaskan penatalaksanaan gangguan somatoformis
- Menjelaskan pengkajian pada klien dengan gangguan somatoformis
- Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan somatoformis
- Menjelaskan rencana tindakan pada klien dengan gangguan somatoformis
- Menjelaskan implementasi pada klien dengan gangguan somatoformis
- Menjelaskan kriteria evaluasi pada klien dengan gangguan somatoformis
Deskripsi singkat
Tingkat hubungan
antara jiwa dan tubuh selalu menarik bagi para ilmuwan dan para pakar filsafat.
Untuk waktu yang lama dalam sejarah kedokteran, tubuh dan jiwa dipandang
berbeda. Akhir-akhir ini, perhatian kembali ditujukan pada saling keterkaitan
antara dua aspek fungsi manusia. Banyak penelitian yang telah dilakukan
berfokus pada respon stress dan dampak stress, termasuk stress psikologis
terhadap fungsi fisiologis
Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th
ed). Philadelphia
:
J.B Lippincot Company
Isaacs, Ann. (2005). Panduan
Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC
Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric
Medicine.
Baltimore: Williams and Wilkins Inc
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T
(2001). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (7th
ed.). St Louis:
Mosby
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.
(1995). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (5th
ed). St Louis :
Mosby
Townsend, M.C (1998). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN
TUBUH-PIKIRAN
1. Definisi dan konsep utama dalam gangguan pikiran
– tubuh
a. Teori
holistik
Keyakinan bahwa sehat dan
sakit merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor-faktor fisiologik,
kognitif, emosional dan sosiokultural.
b. Teori sistem
Memberikan perspektif yang berguna
untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara faktor-faktor fisiologik,
kognitif, emosional dan sosiokultural pada individu, keluarga, dan masyarakat.
c.
Komponen umum gangguan pikiran tubuh
1) Perubahan
dan gejala fisiologis dapat bersifat nyata (seperti penyakit medis yang dapat
didianogsis) atau dirasakan oleh individu sebagai hal yang aktual (seperti pada
gangguan somatoformis)
2) Stres
fisiologik atau psikologik kronik
Lingkungan fisiologik internal berubah
sebagai akibat dari respon stres dan hiperfungsi aksis hipotalamik-hipofisis-adrenal
3) Stres
psikologik
Dapat mendahului, menyertai atau mengikuti
perubahan dan gejala tubuh
d. Psikoneuroimunologi
Disiplin ilmu yang berusaha menjelaskan bagaimana stres fisiologik atau
psikologik
mengubah lingkungan fisiologik internal, termasuk tingkat
hormonal dan respon seluler.
e.
Gangguan autoimun
Penyakit yang terjadi akibat
reaksi tubuh yang tidak tepat terhadap stresor, yang menstimulasi reaksi imun
terhadap sel dan sistem organnya sendiri
f. Faktor-faktor
psikologik, perilaku dan sosial budaya
Memainkan peranan potensial dalam presentasi atau pengobatan hampir
Semua gangguan medis umum
2. Faktor-faktor psikologik yang mempengaruhi
kondisi medis umum
Kategori
diagnostik yang terdapat dalam DSM IV menjelaskan tentang
adanya
satu atau lebih faktor psikologik atau perilaku spesifik yang
berpengaruh buruk pada kondisi medis umum.
a. Faktor perilaku dapat menimbulkan risiko
kesehatan tambahan bagi individu (mis. gagal berhenti merokok walaupun sudah
mengalami hipertensi signifikan)
b. Faktor psikologis dapat mencetuskan atau
memperburuk gejala dengan
memunculkan respon stres (mis : nyeri
dada dicetuskan oleh kemarahan
emosional pada individu dengan penyakit arteri koroner)
c. Faktor psikologi dapat mempengaruhi
pengobatan (mis. Individu penderita
Diabetes melitus tergantung
insulin yang menolak insulin karena takut disuntik)
3. Etiologi
Penelitian ilmiah telah mengidentifikasi berbagai faktor fisiologik,
kognitif,
emosional dan sosial budaya
yang terlibat dalam gangguan pikiran tubuh
a. Stres
kronik, baik stresor internal atau eksternal, mempunyai peranan yang
penting
1)
Sistem saraf pusat dan sistem imun bekerja sebagai satu kesatuan untuk
mempertahankan homeostasis sebagai respons terhadap stres.
Komunikasi
antara kedua sistem ini terjadi melalui pembawa pesan
kimia,
seperti
neurotransmiter dan imunohormon yang disebut interleukin
2) Pelepasan neurotransmiter dan hormon
berhubungan dengan pikiran dan
perasaan. Jika terjadi stres kronis, homeostasis akan terganggu akibat
stimulasi
berlebihan terhadap neurotransmiter dan
hormon. Pertahanan
tubuh
menjadi berkurang bila stres berlanjut dan individu tersebut
berisiko mengalami penyakit jiwa
atau fisik.
3) Stimulus kognitif, emosional, dan sosial budaya
merupakan faktor-faktor
paling berpotensi yang mengaktifkan respon biologik
terhadap stres
(Fontaine, 1999)
b. Peningkatan reaktivitas atau kegagalan
berespons terhadap mekanisme
umpan balik
negatif dalam aksis hipotalamik-hipofise adrenal yang
menyebabkan peningkatan kronik glukokortikoid . Peningkatan
reaktivitas ini dapat
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain :
1) ancaman nyata yang kontinu (seperti
penganiayaan kronis) atau ancaman
kontinu yang dirasakan atau
dibayangkan (seperti pada distorsi kognitif
persisten, ansietas kronis)
2) predisposisi genetika
3) responsivitas yang telah dipelajari
4. Penatalaksanaan gangguan pikiran tubuh
a.
Pendekatan holistik.
Pengobatannya mencakup intervensi-intervensi
yang diarahkan pada penatalaksanaan
spesifik penyakit dan pengurangan stres
b. Intervensi penyuluhan tentang stres
Didasarkan pada konsep bahwa individu
dapat meningkatkan kontrol terhadap gejala, dengan mempelajari cara-cara
mengantisipasi situasi yang mengecewakan
dan menggunakan berbagai tindakan untuk mengurangi tingkat ansietas yang
dialaminya (mis : tidur cukup, gizi baik, teknik relaksasi dan penyusunan
rencana)
c. Penyuluhan
Penatalaksanaannya mencakup penyuluhan
tentang gangguan spesifik yang dialami individu, faktor penyebab, cara
mengurangi risiko dan perawatan serta pengobatan yang diresepkan.
d. Terapi spesifik untuk pikiran tubuh
Pelatihan manajemen stres,
teknik-teknik relaksasi , umpan balik biologis dengan pelatihan relaksasi,
kelompok pendukung dan swadaya, imaginasi terbimbing, terapi seni dan gerakan,
meditasi dan doa
e. Pengobatan alternatif atau pelengkap
Metode ini mengandalkan kemampuan
menyembuhkan diri dimana peran penyembuh lebih sebagai fasilitator
1) Metode ini menjadi semakin populer karena
konsumen lebih berperan aktif dalam penatalaksanaan kesehatan mereka
2) Individu dapat mencari terapi alternatif
bila terapi tradisional gagal mengurangi penyakit atau gejala yang mereka alami
3) Banyak budaya yang secara tradisional
menggunakan metode alternatif berdasarkan sistem keyakinan mereka tentang
keterkaitan antara jiwa-tubuh-pikiran. Peran penyembuh merupakan hal biasa di
berbagai budaya yang berbeda
PENYAKIT MEDIS YANG DIPENGARUHI OLEH STRES
GANGGUAN IMUNOLOGIK
|
GANGGUAN MEDIS UMUM
|
AIDS
Penyakit Addison
Hepatitis Kronik
Penyakit Graves
Diabetes melitus tergantung insulin
Sklerosis multipel
Miastenia Gravis
Anemia Pernisiosa
Artritis Reumatoid
Gangguan Reumatoid
Sistemik Lupus Eritematosus
|
Gangguan kardiovaskuler
Gangguan pernafasan
Gangguan endokrin
Gangguan gastrointestinal
Gangguan muskuloskletal
Gangguan ginjal
Gangguan neoplastik (kanker)
|
GANGGUAN SOMATOFORMIS
- Pertimbangan Umum
Gangguan somatoformis dicirikan dengan keluhan
gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh mekanisme fisik yang sudah
diketahui
- Penderita mengalami kehilangan atau perubahan fungsi fisik dan gejala-gejala tersebut berada di luar kontrol volunter individu
- Gangguan somatoformis ditandai dengan primary gain (pengurangan ansietas) dan secondary gain (perhatian khusus, terbebas dari tanggung jawab). Gangguan ini biasanya berupa ego sintonik (mis; sesuai dengan cara pandang individu terhadap dirinya sendiri)
- Kerusakan significan pada fungsi social atau pekerjaan
·
Individu menjadi terfokus secara total pada gejala fisik, yang sangay
membatasi aktivitas
·
Gejala-gejala
tersebut berperan dalam terjadinya masalah hubungan pada individu yang terkena
- Individu pada umumnya mengunjungi berbagai penyedia layanan kesehatan dan mengalami berbagai prosedur bedah eksplorasi yang tidak perlu
·
Penggunaan obat multi resep dan obat yang dijual bebas banyak terjadi
pada pasien-pasien ini
·
Ketergantungan
pada pereda nyeri atau obat ansietas
·
Penyangkalan
distres psikologik dan penolakan terhadap pengobatan psikiatrik juga banyak
terjadi
- Jenis gangguan somatoformis
- Gangguan somatisasi dicirikan dengan riwayat berbagai keluhan fisik tanpa dasar organik, terjadi sebelum usia 30 tahun dan menetap selama beberapa tahun. Pada umumnya gangguan ini berkaitan dengan kombinasi gejala-gejala pseudo neurologik, gastrointestinal, genitourinaria dan seksual serta nyeri
- Hipokondriasis adalah ketakutan yang tidak realistis terhadap penyakit berat; interpretasi individu terhadap gejala-gejala tubuh adalah tanpa dasar organik
- Gangguan dismorfik tubuh adalah terpaku dengan kerusakan imaginatif pada seseorang yang berpenampilan normal; bila individu tersebut benar-benar mengalami kerusakan, kekhawatiran yang diekspresikannya akan terlalu berlebihan
- Gangguan nyeri adalah nyeri kronis pada satu daerah anatomi atau lebih; jika terdapat penyakit medis, penyakit medis tersebut hanya berperan kecil dalam munculnya nyeri
- Gangguan konversi adalah kehilangan atau perubahan fungsi fisik yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab organik apapun dan tampak berkaitan berkaitan dengan stresor psikososial. Gangguan ini pada umumnya dicirikan dengan :
·
Disfungsi
sensorik, seperti kebutaan, ketulian, atau kehilangan indra peraba
·
Disfungsi
sistem motorik, seperti afasia, gangguan koordinasi, paralisis atau kejang
·
La
belle indifference, tampak tidak peduli dengan gejala yang cukup dramatik,
seperti tidak mampu berjalan atau menggerakkan anggota badan
- Etiologi
- Teori psikobiologik
·
Individu
mengalami tingkat gairah fisiologik yang tinggi (peningkatan kesadaran akan
sensasi somatik)
·
Aleksitemia
adalah kurangnya komunikasi antar hemisfer otak, yang mengakibatkan sulitnya
mengekspresikan emosi secara langsung sehingga distres diekspresikan sebagai
sensasi fisik
- Teori perilaku-kognitif
·
Anak
belajar dari orang tua tentang mengekspresikan kecemasan melalui somatisasi ;
secondary gain memperkuat gejala
·
Individu
mengalami distorsi kognitif dimana gejala-gejala ringan diperbesar dan
diinterpretasikan sebagai penyakit serius
- Teori psikoanalitis
Sumber psikologik dari konflik ego disangkal dan
diekspresikan melalui pengalihan ansietas menjadi gejala-gejala fisik.
- Faktor sosial budaya
·
Insidensi
gangguan somatoformis terjadi lebih tinggi di kalangan kelompok sosial ekonomi
rendah, di daerah pinggiran atau yang berpendidikan rendah.
·
Gejala-gejala
somatik banyak terjadi pada budaya-budaya yang memandang ekspresi emosi secara langsung sebagai hal yang tidak
dapat diterima
- Sumber koping
Salah satu bagian yang paling penting dari
peningkatan respon gangguan pikiran tubuh
yang adaptif adalah dengan mengubah kebiasaan yang berkaitan dengan
kesehatan. Dukungan sosial dari keluarga, teman dan pemberi pelayanan juga
merupakan sumber yang penting
- Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berkaitan dengan
kelainan ini meliputi :
- Represi perasaan, konflik dan impuls yang tidak dapat diterima
- Denial (menyangkal) masalah psikologis
- Kompensasi
- Regresi
- Penatalaksanaan
Bagian utama dari pengobatan ini adalah hubungan
jangka panjang dengan penyedia layanan kesehatan tertentu untuk mencegah klien
mencari berbagai macam layanan kesehatan dengan berbagai rekomendasi untuk
pemeriksaan, perawatan dan pengobatan
a. Hindari pengobatan dengan
medikasi yang dicirikan dengan toleransi dan ketergantungan (mis; antiansietas,
analgesik)
b. Psikoterapi sebagai bagian
dari rencana pengobatan
·
Bantu
individu untuk mengekspresikan konflik dan emosi secara verbal
·
Fokuskan
perhatian pada kebutuhan psikososial yang utama
c. Penyuluhan keluarga.
Ajarkan anggota keluarga untuk menghindari
menguatnya secondary
gain dari gejala-gejala yang menyerang
d. Anjurkan klien untuk
berpartisipasi dalam kelompok swadaya komunitas (mis; Recovery, Inc, mendorong
individu untuk belajar mengendalikan gejala-gejala distres melalui
teknik-teknik spesifik dan dukungan kelompok)
5. TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian
- Catat gejala-gejala objektif dan subjektif yang berkaitan dengan diagnosis tertentu, yang dibuat menurut DSM- IV
- Tinjau kembali riwayat klien dan tentukan stresor internal dan eksternal saat ini.
- Diskusikan persepsi klien terhadap masalah
- Identifikasi konsep diri dan citra tubuh klien
- Identifikasi secondary gain dari gejala fisik
- Diskusikan masalah hubungan yang signifikan
- Ajukan pertanyaan pengkajian keperawatan yang sesuai dengan masalah klien atau gangguan pikiran-tubuh yang spesifik
b. Diagnosa keperawatan
·
Kerusakan
penyesuaian
·
Ansietas
·
Gangguan
citra tubuh
·
Koping
defensif
·
Koping
individu inefektif
·
Konflik
keputusan
·
Penyangkalan
tidak efektif
·
Keletihan
·
Gangguan
pemeliharaan kesehatan
·
Perilaku
mencari layanan kesehatan
·
Kurang
pengetahuan
·
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
·
Nyeri
kronis
·
Ketidakberdayaan
·
Perubahan
kinerja peran
·
Gangguan
harga diri
·
Gangguan
pola tidur
·
Isolasi
sosial
·
Distres
spiritual
·
Risiko
kekerasan terhadap diri sendiri
c. Perencanaan
Untuk klien dengan gangguan
somatoformis
Tetapkan kriteri hasil yang
diinginkan :
·
Mengekspresikan
ansietas dan konflik secara verbal dan bukan dengan gejala fisik
·
Mengurangi
atau menghilangkan perilaku menuntut atau manipulatif dalam berhubungan dengan
orang lain
·
Mengurangi
perhatian dan secondary gain lainnya terhadap kehadiran perilaku simptomatik
d. Implementasi
1. Laporkan dan kaji
keluhan-keluhan fisik yang baru karena penyakit
organik juga dapat
menyerang klien
2. Kurangi penguatan
secondary gain terhadap gejala fisik
3. Jangan memperkuat
ketergantungan dan tingkatkan perilaku mandiri
4. Pertahankan fokus
terapeutik pada perasaan, respon emosional, dan
masalah-masalah
hubungan, bukan gejala-gejala somatik
5. Tentukan batasan-batasan
perilaku manipulatif dengan sikap apa adanya
6. Bantu klien mengidentifikasi dan
menggunakan cara-cara positif untuk
memenuhi kebutuhan emosional
- Anjurkan klien untuk menjaga hubungan jangka panjang dengan pemberi layanan kesehatan primer
- Ajarkan dan anjurkan klien menggunakan tindakan-tindakan pengurang stres
- Bantu klien mengidentifikasi hubungan antara peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan gejala somatik
e. Evaluasi hasil
1. Klien mengidentifikasi
hubungan antar stresor spesifik dan gejala
fisiologik
2. Klien mengungkapkan
secara verbal ansietasnya tentang masalah
spesifik dan bukan
mengekspresikannya dengan gejala fisik
3. Klien mengekspresikan
kepuasan tentang konsep diri, citra tubuh dan
hubungannya dengan orang
lain
4. Klien menggunakan teknik
manajemen stres dan mengikuti gaya hidup
yang meningkatkan kesehatan
5.Klien bertanggung jawab
atas diri sendiri dan mengekspresikan
rasa
lokus kontrol internal
6.Klien mengidentifikasi dan bekerjasama secara
kontinu dalam rencana
pengobatan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KORBAN PENGANIAYAAN FISIK, SEKSUAL, KEKERASAN DALAM
KELUARGA DAN GANGGUAN STRES PASKA TRAUMA
Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami
asuhan keperawatan klien korban penganiayaan fisik, seksual, kekerasan dalam
keluarga dan gangguan stres paska trauma
Tujuan Pembelajaran Khusus
Mahasiswa mampu
- Menjelaskan definisi penganiayaan, kekerasan, korban, pelaku dan gangguan stres paska trauma
- Mengklasifikasikan jenis-jenis penganiayaan
- Menjelaskan tanda-tanda fisik penganiayaan pada korban anak-anak, wanita dan lansia serta tanda gangguan stres paska trauma
- Mengidentifikasi karakteristik perilaku dan psikologis dari korban dan pelaku penganiayaan
- Menjelaskan etiologi terjadinya penganiayaan
- Menjelaskan pengkajian spesifik pada klien korban aniaya (anak-anak, wanita, lansia)
- Merumuskan masalah keperawatan pada klien korban dan pelaku aniaya
- Menjelaskan rencana tindakan dan identifikasi hasil bagi korban maupun pelaku aniaya
- Menjelaskan implementasi umum dan spesifik bagi korban, pelaku, keluarga maupun komunitas
Deskripsi
Kekerasan dalam keluarga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Amerika Serikat. Diperkirakan 50% dari semua
orang Amerika mengalami kekerasan dalam keluarga.
Kekerasan domestik terjadi di semua lingkungan,
terdapat di semua tingkat sosial ekonomi, jenis kelamin, area geografi, suku
bangsa, agama dan pekerjaan. Kekerasan domestik juga terjadi pada semua
kelompok umur. Korbannya antara lain janin, bayi, anak, remaja, orang dewasa
atau lansia.
Sumber bacaan
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th
ed). Philadelphia
:
J.B Lippincot Company
Isaacs, Ann. (2005). Panduan
Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC
Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric
Medicine.
Baltimore: Williams and Wilkins Inc
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T
(2001). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (7th
ed.). St Louis:
Mosby
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.
(1995). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (5th
ed). St Louis :
Mosby
Townsend, M.C (1998). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
PENGANIAYAAN FISIK, PENGANIAYAAN SEKSUAL DAN KEKERASAN DALAM KELUARGA
- Definisi
- Kekerasan adalah kekuatan fisik yang digunakan untuk menyerang atau merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering mengakibatkan cedera fisik.
- Penganiayaan adalah tindakan sengaja yang menyebabkan cedera fisik, penderitaan jiwa atau keduanya
- Kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) adalah pola perilaku mengancam atau memaksa dari satu anggota keluarga (atau orang dekat) pada anggota keluarga lain. Perilaku tersebut meliputi penganiayaan fisik, pengabaian, penganiayaan psikologis, penganiayaan ekonomi dan penganiayaan seksual
- Penyiksa atau pelaku penyiksaan adalah orang yang menciptakan kekerasan atau menyiksa orang lain
- Korban adalah orang yang menjadi kambing hitam, target atau penerima penganiayaan atau kekerasan
- Gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)) adalah gangguan berupa pikiran dan perasaan yang terjadi berulang-ulang berkaitan dengan trauma tertentu yang buruk (mis; penyiksaan yang buruk, perkosaan, pengalaman perang)
- Jenis penganiayaan
- Penganiayaan fisik meliputi pemukulan, penusukan, penembakan, pembakaran dan pemerkosaan
- Pengabaian dicirikan dengan penghentian atau kegagalan memberikan asuhan pribadi, kebutuhan pribadi (mis; makanan, air, rumah), kebersihan, perawatan kesehatan, kontak sosial dan pendidikan serta pengawasan anak-anak
- Penganiayaan psikologis meliputi :
·
Serangan verbal dan ancaman bahaya fisik, biasanya untuk
mengintimidasi atau memanipulasi
·
Sarkasme, penghinaan, merendahkan dan kritik
·
Pola
komunikasi yang tidak consisten, termasuk menarik diri dan diam
·
Isolasi
korban (mis; mencegah korban berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan
teman-temannya)
·
Pelanggaran
hak-hak pribadi, seperti tidak mengizinkan korban menghubungi keluarga, teman
dan orang lain
- Penganiayaan ekonomi (eksploitasi finansial) meliputi :
·
Mencuri
uang atau harta korban
·
Menghalangi
akses korban atas keuangan pribadinya
·
Penggunaan
uang atau harta milik korban secara tidak tepat
- Penganiayaan seksual adalah aktivitas seksual yang dipaksakan atau dibawah tekanan, termasuk percakapan atau tindakan yang distimulasi secara seksual, perabaan atau hubungan seksual yang tidak tepat, perkosaan dan inses (perilaku seksual antar saudara kandung)
- Tanda-tanda fisik penganiayaan
Korban anak-anak
|
Wanita yang dianiaya
|
Korban lansia
|
Penganiayaan Fisik
Perkembangan terhambat
Memar, bilur
Terkilir, dislokasi, fraktur
Luka bakar akibat rokok
Luka bakar akibat cairan panas/api, terutama yang berbentuk seperti kaos
kaki atau sarung tangan akibat dicelup ke dalam cairan panas
Cedera internal
Cedera dalam berbagai tahap penyembuhan
Shaken baby syndrome (mis; perdarahan intra kranial dan intra okular
tanpa trauma kepala yang jelas)
Kotoran, kutu hewan, kutu rambut pada anak
Penganiayaan seksual
Enuresis
Labia dan rektum merah dan bengkak
Vagina sobek
Penyakit menular seksual
Infeksi urinaria kronis
Refleks gag hiperaktif
|
Cedera kepala, leher dan bahu
Mata memar
Cedera selama kehamilan
Terkilir, dislokasi, fraktur
Memar, bilur
Bekas luka berbentuk benda yang digunakan untuk mencederai
Berulang kali berkunjung ke fasilitas layanan kesehatan, terutama UGD
Keluhan nyeri tanpa cedera jaringan
Berbagai cedera dalam berbagai tahap penyembuhan
|
Kurang gizi atau dehidrasi
Bau feses atau urine
Kotoran, kutu hewan, kutu rambut pada lansia tersebut
Dekubitus, luka, ruam kulit
Memar, lecet, fraktur
Hematoma, bekas cengkeraman pada lengan
Berbagai cedera dalam berbagai tahap
penyembuhan
|
- Karakteristik perilaku dan psikologis dari korban penganiayaan
Korban anak-anak
|
Wanita yang dianiaya
|
Korban lansia
|
Penganiayaan anak
Takut pada pengasuhnya
Mencari kasih sayang dari orang lain
Kemungkinan tidak menangis ketika didekati oleh pemeriksa atau selama
prosedur yang menyakitkan
Berperilaku ekstrim (anak tersebut bisa samgat agresif atau sangat penurut)
Nilai di sekolah buruk
Perilaku regresif dan hiperaktivitas
Perilaku mencederai diri
Melarikan diri, menyalahgunakan obat atau alkohol
Kurang mempunyai teman sebaya
Penganiayaan seksual
Ketertarikan yang tidak wajar atau menghindari semua hal-hal yang
bersifat seksual
Masalah tidur, mimpi buruk
Berperilaku menggoda
Membuat pernyataan bahwa tubuh mereka kotor atau rusak, atau takut kalau
ada yang tidak beres dengan area genital mereka
Adanya aspek-aspek penganiayaan seksual dalam bentuk gambar, permainan
dan fantasi
|
Rasionalisasi penganiayaan
Takut pergi karena diancam
Hubungannya dengan pasangan bersifat dominan pria
Terisolasi dari teman-teman dan keluarga
Merasa kurang, menyalahkan diri sendiri
Bertindak sedemikian rupa untuk tidak menimbulkan kemarahan pasangannya
Secara emosional dan finansial bergantung pada pasangannya
Merasa tidak berdaya
Penyalahgunaan minuman keras atau obat bius
Depresi, ide bunuh diri
Ansietas, sering mimpi buruk
|
Mengalami gangguan fisik atau jiwa
Berperilaku agresif atau sangat penurut
Takut melaporkan penganiayaan
Bergantung pada pengasuh
Merasa harga dirinya rendah
Tidak berdaya
|
- Karakteristik Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder/PTSD)
|
- Ciri-ciri pelaku penganiayaan atau kekerasan
|
|
- Etiologi
Tidak ada faktor tunggal yang bertanggung jawab atas kekerasan
domestik, melainkan melibatkan berbagai faktor
- Teori genetika
·
Beberapa
penelitian yang menghubungkan peningkatan agresivitas dengan perkawinan
selektif pada tikus, menyimpulkan adanya kemungkinan hubungan genetika langsung
·
Genetik
kariotip XYX juga terlibat dalam perilaku agresif dan menyimpang (Townsend,
1999)
- Teori psikobiologi
·
Penelitian
menunjukkan bahwa stimulasi sistem limbik dapat menimbulkan respon agresif dan
kekerasan pada manusia
·
Neurotransmitter,
terutama norepinefrin, dopamin, dan serotonin berperan penting dalam
memperlancar dan menghambat agresi. Disregulasi zat-zat tersebut dianggap
berkaitan dengan kekerasan
·
Gangguan
otak, terutama tumor dalam sistem limbik dan lobus temporalis dapat menyebabkan
seseorang melakukan kekerasan (Johnson, 1997)
- Teori psikososial dan lingkungan
·
Teori
keluarga. Kekerasan terjadi pada keluarga yang mengalami disfungsional dengan
berbagai permasalahan seperti batasan yang tidak jelas, terperangkapnya
individu dan peran, koping yang buruk terhadap stres dan riwayat penganiayaan
multigenerasi
·
Teori
perilaku-kognitif. Kekerasan dipelajari dari orang tua yang menggunakan
penganiayaan sebagai metode pendisiplinan. Pelaku penyiksaan mendapat
pengetahuan bahwa kekerasan dan agresi merupakan respons yang dapat diterima
dan efektif terhadap ancaman nyata atau khayalan
·
Teori
sosial budaya. Perilaku
agresif merupakan hasil dari budaya dan struktur sosial seseorang. Kemenangan
budaya kekerasan seperti yang digambarkan di film, pertunjukan TV, video game
dan internet merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menyebabkan munculnya
perilaku agresif
- Penatalaksanaan
- Pertimbangan umum. Pengobatan korban penganiayaan bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi klien, seperti jenis penganiayaan yang diderita, adanya cedera fisik, usia dan kondisi fisik korban, serta keunikan lingkungan keluarga korban itu sendiri
- Layanan intervensi krisis bermanfaat dalam merespon masalah langsung dan jangka pendek yang terjadi akibat penganiayaan. Kerja sama dengan berbagai anggota tim kesehatan sangat penting untuk memberikan pengobatan yang kontinu.
- Lembaga kesejahteraan anak bertanggung jawab melindungi anak-anak dari bahaya dan kejahatan. Sistem hukum dapat diberlakukan dengan memberikan hak asuh anak sementara atau permanen kepada individu tertentu (kerabat atau orang tua angkat) yang akan memberikan asuhan yang nyaman
- Wanita yang dianiaya dapat dirujuk ke rumah perlindungan atau penampungan darurat untuk memastikan terlindunginya diri dan anak-anak mereka
- Lembaga layanan sosial masyarakat, termasuk lembaga khusus lansia dapat memberikan berbagai layanan untuk memastikan keamanan dan bantuan bagi korban tindak kekerasan
- Layanan kesehatan jiwa dapat diberikan pada keluarga yang mengalami kekerasan berupa dukungan terapeutik, konseling individu, terapi keluarga untuk memutus siklus penganiayaan
- Pencegahan
·
Primer;
dapat dilakukan di komunitas dengan mengidentifikasi keluarga yang berisiko
tinggi terhadap kekerasan dan dengan mempromosikan program penyuluhan dan
layanan yang dapat meningkatkan fungsi
keluarga
·
Sekunder;
meliputi deteksi dini dan pengobatan kekerasan interpersonal
- Tinjauan proses keperawatan
- Pengkajian
Pertanyaan pengkajian keperawatan
Pertanyaan spesifik
|
Data yang diberikan
|
Korban anak-anak
|
Persepsi anak
Takut, atau perasaan-perasaan lainnya
Deskripsi anak tentang kejadian
Riwayat penganiayaan sebelumnya
Perilaku orang tua
|
Wanita yang dianiaya
|
Keinginan untuk mengakui terjadinya penganiayaan
Riwayat penganiayaan sebelumnya
Tingkat kekerasan
Penganiayaan anak
|
Korban lansia
|
Keinginan untuk mengakui terjadinya penganiayaan.
Validasi observasi hubungan
Riwayat masa lalu
Dinamika keluarga
|
- Diagnosa keperawatan
Untuk korban penganiayaan
·
Ansietas
(sebutkan tingkatannya)
·
Koping
individu tidak efektif
·
Penyangkalan
tidak efektif
·
Takut
·
Gangguan
tumbuh kembang
·
Keputusasaan
·
Risiko
cedera
·
Nyeri
·
Respon
pasca trauma
·
Sindrom
trauma perkosaan
·
Harga
diri rendah situasional
·
Kerusakan
integritas kulit
·
Distres
spiritual
·
Risiko
trauma
·
Pengabaian
sepihak
Untuk keluarga
·
Koping
keluarga tidak efektif, memburuk
·
Perubahan
proses keluarga
·
Risiko
perubahan kedekatan orang tua/ bayi, anak
·
Perubahan
perilaku orang tua
·
Perubahan
kinerja peran
·
Risiko
kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
Untuk
penganiaya
·
Koping
individu tidk efektif
·
Kurang
pengetahuan (sebutkan)
·
Ketidakpatuhan
·
Perubahan
kinerja peran
·
Gangguan
harga diri
·
Gangguan
interaksi sosial
·
Distres
spiritual
·
Risiko
kekerasan terhadap diri sendiri/ orang lain
- Perencanaan dan identifikasi hasil
Bekerjasama dengan klien dan anggota keluarga,
anggota tim kesehatan dan perwakilan masyarakat dalam menyusun tujuan yang
realistik
·
Kriteria
hasil yang diinginkan untuk korban penganiayaan
1) Klien menjaga keselamatan
2) Klien menerima perawatan atas cedera
fisik dan psikologis yang dialaminya
3) Klien mengekspresikan perasaannya dengan
mendiskusikan tentang situasi penganiayaan
4) Klien mengembangkan perilaku fungsi
bertahan hidup
|
Kriteria hasil yang diinginkan untuk keluarga
1) Keluarga mengidentifikasi kekerasan dan
penganiayaan dalam keluarga
2) Keluarga tetap bebas dari kekerasan
3) Keluarga menerima bantuan dan mengikuti
rujukan komunitas
4) Keluarga mengimplementasikan tindakan
koping untuk mencegah kekerasan lebih lanjut
5) Keluarga meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat dalam
keluarga
|
·
Kriteria
hasil yang diinginkan untuk penganiaya
1) Penganiaya menunjukkan sikap
bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
2) Penganiaya membentuk dan
mempertahankan control impuls dan strategi koping
3) Penganiaya menghadapi lembaga hukum atas
perilakunya, dan menerima hukuman
yang ditentukan oleh pengadilan
4) Penganiaya bekerjasama dalam program
perawatan yang dianjurkan
5) Penganiaya berhenti melakukan tindak
kekerasan terhadap orang lain
|
- Implementasi
Tindakan umum bagi korban penganiayaan
|
1) Berikan pertolongan pertama sesuai
kebutuhan
2) Bila kekerasan atau penganiayaan sangat
menonjol, pisahkan korban dari pelaku penganiayaan
3) Laporkan adanya penganiayaan pada
layanan perlindungan anak dan
lansia, seperti yang diwajibkan oleh undang-undang
Dalam
hal penganiayaan wanita, pelaporan
diperlukan
jika cedera terjadi akibat
senapan,
pisau
atau senjata lain
4) Bila dicurigai terjadi penganiayaan
seksual, ikuti prosedur hukum dan
kelembagaan untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti yang diakui dalam prosedur rangkaian bukti
5) Pastikan korban mendapatkan perawatan
yang sensitif dan penuh kasih
sayang
6) Beri dukungan penuh pada korban untuk
tidak mentolerir penganiayaan
7) Dengarkan dengan empati penjelasan
korban mengenai penganiayaan yang sekarang dan yang telah lalu
8) Catat semua cedera yang
terjadi dan perawatan yang telah diberikan
9) Bekerjasama dengan pendekatan tim,
termasuk memulai rujukan antar
lembaga dan ikut serta dalam konferensi kasus
|
Tindakan untuk korban anak-anak
|
1) Pastikan anak tersebut merasa nyaman dengan
melakukan perkenalan yang tepat dan jangan menyentuh anak tanpa seizinnya
pada waktu melakukan wawancara
2) Gunakan aktivitas bermain, termasuk
menggambar, untuk mendorong anak bercerita atau mengungkapkan perasaan, bagi
anak yang merasa enggan atau tidak mampu mengungkapkan trauma yang dialaminya
3) Jelaskan semua tes dan prosedur medis
dengan istilah-istilah yang dapat dipahami, sebelum prosedur tersebut
dilaksanakan
4) Tingkatkan hubungan anak dengan orang
tua; perawat tidak dapat menjadi pengganti orang tua dengan memisahkan orang
tua kandung anak
|
Tindakan untuk wanita yang dianiaya
|
1) Komunikasikan sikap menerima, hangat dan
tidak mengadili; jangan menyampaikan walau secara tidak langsung bahwa ia
bersalah karena tidak meninggalkan lingkungan yang penuh penganiayaan
tersebut
2) Tingkatkan kepedulian terhadap
keselamatan dan haknya untuk terbebas dari penganiayaan
3) Diskusikan berbagai pilihan yang ada,
termasuk rumah
penampungan, perlindungan hukum dengan melaporkan
penganiayaan dan mencari perlindungan dari
penganiayaan melalui pengadilan
4) Hargai keputusan korban, termasuk
keputusan untuk
kembali
ke situasi yang penuh penganiayaan atau
keputusan untuk tidak melaporkan penganiayaan
5) Bantu korban untuk membuat rencana untuk
memastikan
keselamatannya,
termasuk menyembunyikan duplikat
rumah
dan mobil; meminta tetangga untuk melapor ke
polisi bila mulai terjadi kekerasan; menyimpan dokumen
–dokumen seperti akte kelahiran, nomor rekening bank,
nomor jaminan sosial, dan kuitansi sewa atau pembelian
atas
barang yang ada; menyimpan daftar nomor
telepon rumah penampungan darurat, bantuan hukum,
polisi, konselor dan kelompok pendukung
|
Tindakan untuk korban lansia
|
1) Beri waktu dan bersabar untuk bisa
membuat lansia mendiskusikan situasi yang dihadapinya
2) Hormati martabat klien dan jangan
bersikap mengadili
3) Diskusikan pilihan-pilihan yang ada
untuk memastikan
keselamatan,
seperti hospitalisasi temporer, penempatan
di
rumah yang aman dan perintah perlindungan dari
pengadilan
4) Berikan daftar sumber daya dan layanan
pendukung, termasuk layanan perlindungan orang dewasa, lembaga bantuan hukum,
lembaga sumber daya korban, unit-unit lansia setempat dan nomor hotline 24
jam untuk masalah penganiayaan pada lansia
|
Tindakan untuk Gangguan Stres Pasca Trauma
|
1) Gunakan implementasi yang berkaitan
dengan ansietas (mis; teknik relaksasi, mendorong ekspresi perasaan,
membatasi kafein dan nikotin
2)
Validasi pada klien bahwa peristiwa traumatik yang
dialaminya menimbulkan stres yang sangat besar
3) Bantu
klien mengungkapkan semua aspek dari
peristiwa traumatik, termasuk pikiran dan perasaannya
4)
Ajarkan pada klien tentang strategi koping untuk
menatalaksanakan gejala ansietas yang menyertai
ingatan tentang trauma
5)
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam kelompok
pendukung atau kelompok swadaya
6) Rujuk klien ke Alcoholic Anonymous atau
Narcotics
Anonymous jika penyalahgunaan alcohol
atau obat
menjadi masalah bagi klien.
|
Tindakan bagi pelaku penganiayaan
|
2) Bila pelaku penganiayaan mengancam atau
sedang di bawah pengaruh obat atau alkohol, perawat harus memanggil petugas keamanan
atau polisi untuk memastikan keselamatannya sendiri dan orang lain
2)
Beritahu pelaku penganiayaan tentang tugas
melaporkan penganiayaan kepada lembaga
yang
ditunjuk
3)
Dapatkan bantuan dari petugas tim kesehatan yang
berpengalaman (mis ; perawat spesialis klinik, pekerja
sosial, perwakilan lembaga perlindungan, pekerja krisis
kesehatan jiwa) untuk memulai intervensi
4) Dalam
situasi penganiayaan anak, perawat bisa lebih
membantu dengan menganggap orang tuanya sebagai
klien dan anaknya sebagai korban penganiayaan
5) Jika
penganiayaan diakui oleh pelakunya, anjurkan ia
untuk bertanggung jawab atas perilaku kekerasan yang
dilakukannya
6) Komunikasikan keyakinan bahwa perilaku
kekerasan dapat dikendalikan dan bahwa
ada fungsi lain yang lebih pantas yang bisa dan mungkin dilakukan
7) Anjurkan dan rujuk pelaku penganiayaan
ke lembaga sumber daya masyarakat, seperti layanan kesehatan jiwa, kursus
pendidikan orangtua, kelompok swadaya, dan panti werda
|
Tindakan bagi keluarga
|
1) Ajarkan pada keluarga tentang pentingnya
tanggung jawab individu atas perilakunya masing-masing
2) Ajarkan pada keluarga untuk mengenali
situasi yang menimbulkan stres
3) Ajarkan pada keluarga untuk
mengembangkan strategi pemecahan masalah atau strategi koping
4) Ajarkan pada keluarga tentang
keterampilan menjadi orangtua yang efektif
5) Ajarkan pada keluarga untuk menggunakan
sumber daya masyarakat dan bantuan profesional untuk meningkatkan fungsi
keluarga
|
Tindakan untuk komunitas
|
1)
Berusaha
mengurangi kondisi yang berkaitan dengan kekerasan (mis; kemiskinan,
perumahan yang tidak layak, disfungsi sikap masyarakat terhadap kekerasan,
penyalahgunaan zat). Sebagai contoh : bergabung dengan organisasi
sukarelawan, lobi dengan pejabat setempat
2)
Berusaha
mengembangkan dan menjaga sumber daya keluarga (mis layanan perawatan anak, panti werda,
program pendidikan, kelompok pendukung)
3)
Dukung
dan tingkatkan upaya hukum dan legislatif untuk menghilangkan kekerasan
domestik
|
a. Evaluasi hasil
·
Korban
kekerasan mencapai dan mempertahankan keselamatannya
·
Korban
kekerasan menunjukkan adanya perbaikan harga diri dan pemberdayaan diri
·
Keluarga
yang tertimpa kekerasan menggunakan sumber daya masyarakat untuk mencapai
perbaikan koping
·
Pelaku
penganiayaan menerima tanggung jawab atas perilaku kekerasan yang dilakukannya
dan menerima hukuman yang diputuskan pengadilan
·
Pelaku
penganiayaan tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain
SOAL-SOAL
Kasus :
Tn. A seorang pejabat
yang cukup populer. Tetapi polisi
mempunyai dugaan bahwa Tn. A juga seorang pecandu narkoba. Tn. A selalu tampil tenang dan penuh
wibawa, seolah-olah tidak terjadi sesuatu pada dirinya. Tetapi setelah polisi
menemukan bukti-bukti yang menguatkan bahawa Tn. A memang seorang pecando, Tn.
A mulai cemas. Sebelum akhirnya tertangkap polisi, Tn. A selalu tampak gelisah,
sulit tidur, merasa tidak aman. Tn. A juga mengalami diare. Lapangan
persepsinya menjadi sempit dan tidak mampu menerima rangsangan dari luar.
Pertanyaan :
1. Tingkat ansietas yang dialami Tn. A adalah….
a.
ringan b. sedang c. berat d. panik e. antisipasi
2. Ansietas yang dialam i Tn.
A timbul karena takut terhadap penolakan
masyarakat yang membenci perbuatannya. Teori ini dikenal dengan….
a. Teori
biologi b. Teori
keluarga c. Teori
psikoanalisa
d. Teori
interpersonal e. Teori
komunikasi
3. Tingkat ansietas yang dialami Tn. A bisa
berlanjut sampai tingkat panik.
Data
yang menunjukkan tingkatan panik adalah....
a. anoreksia b. diare c. konstipasi d. hipertensi e. hipotensi
4. Dalam mengatasi ansietas, yang termasuk reaksi
yang berorientasi pada
tugas
adalah....
a.
denial b. kompromi c. kompensasi d. proyeksi e. rasionalisasi
5. Masalah keperawatan primer untuk ansietas
menurut NANDA adalah....
1. Ansietas 2.
Ketakutan
3. Koping individividu tidak
efektif 4. Konflik keputusan
6. Intervensi yang tepat untuk mengatasi ansietas
yang dialami Tn. A
adalah....
a.
menggunakan strategi kognitif
b.
menggunakan teknik relaksasi
c.
mendorong aktivitas fisik
d.
membuat latihan terstruktur
e.
mengurangi stimulasi lingkungan
7. Saat sudah berada di kantor
polisi, Tn. A berjalan hilir mudik dan
mengeluh dikejar-kejar pikiran. Polisi
menanyakan kepada Tn. A apakah
ada sesuatu yang mengganggunya, tetapi
respon klien samar dan tidak
terfokus pada pertanyaan polisi. Tingkat
ansietas Tn. A ....
a. antisipasi b. ringan c. sedang d. berat e. panik
8. Sebagai perawat, ketika
pasien kita akan menjalani operasi pembedahan,
perawat mengkaji tingkat ansietas pasien
sebelum operasi. Dari intervensi
perawat berikut ini, mana yang merupakan
prioritas?
a. menanyakan kepada pasien tentang persepsi dan
keprihatinannya
berkaitan
dengan pembedahan
b. memberitahu dokter bedah
tentang tingkat ansietas pasien
c. meminta anggota keluarga untuk datang dan
menemani pasien
d. menjelaskan pada pasien fakta-fakta tentang
asuhan pra operatif dan
pasca operatif
e. memberikan kesempatan
kepada pasien untuk menenangkan diri secara
mandiri
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN MASALAH PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
Tujuan Pembelajaran Umum :
Mahasiswa keperawatan semester V mampu memahami
asuhan keperawatan klien dengan masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
secara komprehensif
Tujuan Pembelajaran Khusus :
Mahasiswa keperawatan semester V mampu :
1. Menyebutkan pengertian halusinasi menurut
Maramis
2. Menggambarkan rentang respon neurobilogis dari
adaptif sampai maladaptif
3. Mengklasifikasikan jenis-jenis halusinasi
4. Mengidentifikasi fase-fase halusinasi
5. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan
halusinasi
6. Merumuskan masalah keperawatan pada klien
dengan halusinasi mengacu
pada
NANDA
7. Merencanakan tindakan pada klien dengan masalah
halusinasi
8. Menjelaskan kriteria evaluasi pada klien dengan
masalah halusinasi
Deskripsi singkat :
Halusinasi merupakan gejala umum dari Skizofrenia.
70% penderita Skizofrenia mengalami halusinasi. Kira-kira 1% dari populasi akan
mengalami Skizofrenia dalam hidupnya. Bagi 95% penderita Skizofrenia, penyakit
ini berlangsung seumur hidup. Penderita Skizofrenia ini menempati 25% tempat tidur rawat inap di rumah
sakit. Gejala halusinasi ini bila tidak ditangani akan berisiko tinggi untuk
mencederai diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
Sumber bacaan :
Carpenito, L.J (1995). Handbook of Nursing Diagnosis (6th
ed). Philadelphia
:
J.B Lippincot Company
Isaacs, Ann. (2005). Panduan
Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan
Psikiatrik (edisi 3). Jakarta : EGC
Kaplan, H.I dan Sadock, B.J. Pocket Book of Emergency Psychiatric
Medicine.
Baltimore: Williams and Wilkins Inc
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T (2001). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing (7th
ed.). St Louis:
Mosby
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.
(1995). Principles and Practice of
Psychiatric
Nursing (5th
ed). St Louis :
Mosby
Townsend, M.C (1998). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri (edisi 3). Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
- Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera
tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998)
- Rentang respon Neurobilogi
Respon adaptif Respon maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/ delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon
dengan pengalaman atau kurang emosi
Perilaku sosial Perilaku aneh/ tidak biasa Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
- Jenis-jenis halusinasi
Jenis halusinasi
|
Karakteristik
|
Pendengaran
|
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling
sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ke percakapan
lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan
|
Penglihatan
|
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan
bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster
|
Penghidu
|
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah,
urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenagkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia
|
Pengecapan
|
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin
atau feses
|
Perabaan
|
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa
stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
|
Cenecthetic
|
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di
vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urin
|
Kinesthetic
|
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak
|
- Fase-fase halusinasi
Fase halusinasi
|
Karakteristik
|
Perilaku klien
|
Fase 1 : Comforting
Ansietas sedang
Halusinasi menyenangkan
|
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah, takut, mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani
Nonpsikotik
|
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat jika sedang asyik
Diam dan asyik sendiri
|
Fase II : Condemning
Ansietas berat
Halusinasi menjadi
Menjijikkan
|
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
Psikotik ringan
|
Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian
menyempit
Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita
|
Fase III :
Controlling
Ansietas berat
Pengalaman sensori menjadi berkuasa
|
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin
mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Psikotik
|
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
Kesukaran berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah
|
Fase IV :
Conquering
Panik
Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya
|
Pengalaman sensori menjadi mengancam. Jika klien mengikuti perintah
halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi
terapeutik
Psikotik berat
|
Perilaku teror akibat panik
Potensi kuat suicide atau homicide.
Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti parilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, atau katatonia
Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
|
- Pengkajian klien dengan halusinasi
- Faktot predisposisi
1) Faktor genetik
Secara genetis Schizofrenia
diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Diduga letak gen Schizofrenia
ada di kromosom nomor 6, dengan kontribusi genetik tambahan no 4,8,15,22
(Buchanan & Carpenter, 2000). Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami Schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami Schizofrenia,
sementara jika dizigote peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu
orang tuanya mengalami Schizofrenia berpeluang 15% mengalami Schizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya Schizofrenia maka peluangnya menjadi 35%
2) Faktor neurobiologi
Ditemukan bahwa korteks pre
frontal dan kortek limbik pada klien Schizofrenia tidak pernah berkembang
penuh. Ditemukan juga pada klien Schizofrenia terjadi penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter
juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin dan glutamat.
3) Studi neurotransmitter
Schizofrenia diduga juga
disebabkan oleh adanya ketidak seimbangan neurotransmiter. Dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotonin
4) Teori virus
Paparan virus influenza
pada trimester ke – 3 kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi Schizofrenia
5) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis
yang menjadi faktor predisposisi Schizofrenia antara lain anak yang
diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak
berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
- Faktor presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada system
syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf
terganggu (mekanisme gating abnormal)
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi
kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku.
Gejala-gejala
pencetus respon neurobilogi (Stuart dan Laraia, 2001 hal
416)
Kesehatan
|
Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkadian
Kelelahan
Infeksi
Obat-obat sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
|
Lingkungan
|
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup
Perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari
Kesukaran dalam hubungan dengan orang lain
Isolasi sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja (kurang keterampilan dalam
bekerja)
Stigmasisasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
|
Sikap/perilaku
|
Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri)
Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri)
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut
Merasa malang ( tidak dapat memenuhi kebutuhan
spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi
usia maupun kebudayaan
Rendahnya
kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala
|
- Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering
digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
·
Regresi,
menjadi malas beraktivitas sehari-hari
·
Proyeksi,
mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau sesuatu benda
·
Menarik
diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
·
Keluarga
mengingkari masalah yang dialami klien
- Perilaku
Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasi, apakah halusinasinya pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, perabaan, kinesthetic atau cenesthetic.
Validasi informasi tentang
halusinasi yang diperlukan meliputi : isi halusinasi, waktu dan frekuensi
halusinasi, situasi pencetus halusinasi, respon/ perasaan klien terhadap
halusinasi
- Diagnosa keperawatan
1)
Perubahan
persepsi sensori : halusinasi
2)
Risiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3)
Isolasi
sosial
4)
Harga
diri rendah
- Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan ditujukan untuk :
- Klien dapat membina hubungan saling percaya
- Klien mengenal halusinasinya (isi, waktu, frekuensi, situasi, perasaan)
- Klien dapat mengontrol halusinasinya ( dengan cara menghardik halusinasi, berinteraksi dengan orang lain, beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian, menggunakan obat dengan prinsip 5 benar)
- Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol halusinasi
- Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasi
- Evaluasi
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi
berhasil jika klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
dengan cara yang efektif yang dipilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu
melaksanakan program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat penyakitnya yang
kronis
Evaluasi asuhan keperawatan berhasil jika keluarga klien juga
menunjukkan kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien
mengatasi masalah gangguan jiwanya. Kemampuan merawat di rumah dan menciptakan
lingkungan kondusif bagi klien di rumah menjadi ukuran keberhasilan asuhan
keperawatan, di samping pemahaman keluarga untuk merujuk ke fasilitas kesehatan
yang sesuai jika muncul gejala-gejala relaps.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar