Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu :
- Menjelaskan kontimum perilaku adapatif dan maladaptif respon seksual
- Menganalisa faktor predisposisi dan faktor presipitasi variasi respon seksual
- Mengenali perilaku klien dan mekanisme koping yng menyertai variasi respon seksual
- Merumuskan diagnosa keperawatan
- Mengkaji hubungan antara diagnosa keperawatan dengan diagnosa medis variasi respon seksual
- Merumuskan tujuan jangka panjang dan pendek pada klien yang mengalami variasi respon seksual
- Menjelaskan intervensi keperawatan pda klien dengan variasi respon seksual
- Menetapkan kriteria evaluasi proses keperawatan pada klien dengan variasi respon seksual
Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini mahasiswa mampu memahami
variasi-variasi respon seksual manusia, mengenali perilaku adapatif dan
maladaptif respon seksual, faktor
predisposisi dan faktor presipitasi, mengenali perilaku klien dan mekanisme
koping serta mampu melakukan proses keperawatannya. Materi ini berguna untuk mahasiswa mengikuti
perkuliahan tentang masalah- masalah seksual yang terjadi di masyarakat.
Bahan Bacaan :
- Antai-Otong, D., (1995), Psychiatric Nursing, Biological and Behavioral Concepts, Philadelphia: W.B. Saunders Company
- Stuart,G.W dan Sundeen, S.J (1995), Principles and practice of psychiatric nursing, ed. fith, St.Louis: Mosby Year Book
- Townsend, M.C., (2005), Essntials of Psychiatric Mental Health Nursing, 3rd edition, Philadelphia: F.A. Davis Company
VARIASI RESPON SEKSUAL MANUSIA
Manusia adalah mahluk seksual. Seksualitas
merupakan kebutuhan dasar dan bagian yang paling dalam kepribadian manusia. Hal
ini mempengaruhi pikiran, tindakan dan interaksi dan melibatkan aspek fisik dan
mental. Seks itu ditentukan status biologis berupa alat kelamin, organ
reproduksi dan hormon-hormon dan hal ini menentukan prilaku seksualnya. Sikap
sosial terhadap seksualitas sedang berubah, dulu begitu tertutup dan cenderung
dianggap masalah pribadi. Hal ini disebabkan saat ini klien lebih terbuka
mencari pertolongan tentang masalah seksualitas dan banyak masalah seksual yang
mengakibatkan masalah-masalah sosial di masyarakat.
Seksualitas merupakan totalitas dari banyak faktor
yang menentukkan dan merupakan ekspresi perasaan dari dua orang individu secara
pribadi. Ekspresi ini merupakan perwujudan dari saling mencintai, menghargai
dan saling memperoleh kebahagiaan dan merupakan suatu respon timbal balik. Seksualitas
merupakan perpaduan aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Aspek biologis
berupa organ sex, hormon testoteron dan saraf –saraf. Aspek psikologi berupa
Gender identity (identitas jenis kelamin), kesadaran
internal seseorang tentang jenis kelamin, Sexual
self image (konsep dari) yaitu gambar atau persepsi klien terhadap tubuhnya/seksualnya (
bagian seksualnya di sukai/tidak). Aspek Sosio – Kultural yaitu Gender
Role (peran jenis kelamin) yaitu perilaku seseorang yang dipelajari :
perasaan maskulin dan feminim.berdasarkan
standar orang disekitarnya.
KONTINUM RESPON
SEKSUAL


Perilaku seksual Perilaku seksual Disfungsi
Perilaku Seksual
yang memuaskan berubah karena penampilan yang menyakiti,
dan menghargai Mengalami kecemasan seksual memaksa,
hak-hak orang yang disebabkan tidak
privasi,
lain penilaian orang atau tidak
dan sosial dengan orang
dewasa
PERKEMBANGAN SEKSUALITAS
Dimulai sejak konsepsi dan di pengaruhi secara terus
menerus oleh berbagai faktor sepanjang kehidupan .
1.
Bayi
Walaupun identitas seksual sudah ditentukan sebelum dilahirkan dengan
penentuan faktor kromosom dan penampilan fisik genital, tetapi faktor
postnatallah yang paling mempengaruhi kefeminiman dan kemaskulinan. Misalnya
sudah diberi nuansa kebiruan bagi bayi laki-laki dan berwarna merah jambu untuk
bayi perempuan. Seringkali bayi menyentuh dan mengeksplorasi alat kelaminnya
sendiri.
2. Umur 2 – 3 tahun
Pada umur 2 -3 tahun, sudah menyadari gendernya. Mereka mulai menyadari
persamaan gender dengan salah satu orangtuanya dan berbeda dengan yang lain.
Mereka mulai menyadari bentuk alat kelaminnya.
3. Umur 3 – 5 tahun
Anak mulai bermain dengan membandingkan “heteroseksualnya dan mulai
mengertiarti perkawinan. Anak mulai melakukan masturbasi dan belajar bahwa itu memberikan kesenangan. Anak belajar tentang
perilaku dan perasaan gender melaluiinterkasi dengan figure orang tua dan memberi umpan balik tentang perilaku
yangsesuai dengan jenis kelamin (membentuk identitas Gender). Pengembangan peran jenis kelamin (Gender Role) sesuai dengan jenis kelamin
dan perilaku – perilaku yang di kuatkan melalui respon positif dengan orang
tua. Contoh peran gender pada pria adalah pencari nafkah, mencintai lawan jenis,
ayah, pria menggunakan celana panjang, memperlihatkan
kekuatan fisik, ekspresi perasaan yang
tak terkontrol . Sedangkan wanita adalah ekspresi emosi lebih terkontrol, lebih lembut,
ibu dan lain sebagainya
4. Masa sekolah
v Pada masa
ini anak-anak cenderung bermain homoseksual. Anak perempuan tertarik dengan
mensturasi, anak laki-laki tentang mimpi basah. Pada masa ini mereka tertarik
dengan kesuburan, kehamilan, dan kelahiran. Ketertarikan dengan lawan jenis
mulai ada dan kesadaran mereka akan bentuk tubuh dan daya tariknya sudah mulai
timbul. Mereka mulai mengobservasi prilaku orang dewasa yang sesuai dengan
gendernya, membaca dan bertanya tentang
seks dan hubungan cinta, Cerita dengan kelompok, berfantasi,
5. Masa Remaja
Pada masa remaja terjadi perubahan
yang pesat pada fisik, psikososial dan perkembangan seksual.
Perkembangan seksual pada wanita lebih lambat pada wanita dari pada pria.
Perkembangan seksual sampai puncaknya pada wanita ketika berumur 20 – 30 tahun
sedangkan pada pria pada umur menjelang 20 tahun tetapi hasrat seksualnya tetap
tinggi pada usia dewasa muda. (Murray & Zentner, 2001). Masturbasi
merupakan aktivitas seksual yang paling sering dilakukan pada usia remaja. Pada
masa ini proses pembentukan Identitas Gender dan peran gender semakin dibakukan
dalam kepribadiannya.
6. Masa dewasa (umur 20 -50 tahun)
Pada masa ini ditandai dengan seks pada perkawinan. Kebanyakan orang
melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka melakukan coitus mula-mula 2 – 3 kali seminggu
kemudian menurun setelah diusia 40 tahunan. Banyak orang dewasa masih melakukan
masturbasi tetapi dilakukan secara rahasia dan disertai dengan rasa bersalah.
Seks diluar pernikahan banyak juga dilakukan, 20 – 30% pria melakukannya
sedangkan wanita jarang melakukannya tetapi akhir-akhir ini semakin banyak
dilakukan wanita yang menikah. Pemenuhan Seks pada orang yang sendiri karena
tidak pernah menikah, janda atau duda sangat individual. Ada yang tidak mau melakukannya
karena pandangan nilai-nilai tetapi ada juga yang melakukannya berdasarkan komitmen
bersama antara individu atau melakukannya pada pekerja seks komersial.
7. Usia tua
Pada usia ini telah terjadi penurunan produksi hormonal dan organ seksual
juga fungsi-fungsi tubuh yang lain. Wanita mulai mengalami menopause dan menurunkan Estrogen yang berakibat terjadi pengecilan
payudara dan jaringan vagina, dan menurunkan
cairan vagina sehingga coitus menjadi
nyeri. Orang akan mengalami insomnia, sakit kepala, merasa kepanasan terus,
palpitasi dan depresi. Pada pria hormon
androgen juga berkurang sehingga menurunkan reaksi ereksi, menurunkan ukuran
penis, menurunkan volume semen. Hasrat
melakukan hubungan seksual juga menjadi menurun pada masa i ni.
Proses
Keperawatan
PENGKAJIAN
Sebelum melakukan
pengkajian, perawat perlu juga meningkatkan kesadarannya tentang seksual dan
perilaku seksual. Hal ini bertujuan agar tidak menghakimi klien, perawat tetap
profesional dan bersikap obyektif. Cara-caranya adalah denga :
1.
Meningkatkan pengetahun tentang seksual, perilaku seksual
dan isu-isu terkini tentang seksual
2.
Menghilangkan kecemasan dengn menyadari bahwa banyak
orang yang mengalami masalah seksual dan identitas seksual yang kadang-kadang
tidak bisa ditrima perawat. Perawat harus bersifat sabar dan obyektif supaya
tidak terjadi perawat terlalu banyak bicara, tidak bisa mendengar data
keseluruhan, tidak tahu masalah klien dengan tepat
3.
Mengatasi kemarahan. Kemarahan bisa ditujukan kepada diri
sendiri, klien atau masyarakat misalnya karena kasus pemerkosaan, aborsi,
penganiayaan seksual dan sebagainya. Perawat bisa saja menumpahkan kemarahannya
pada klien atau mengambil keputusan yang bersifat subyektif.
HAL-HAL
YANG PERLU DIKAJI
Ø Karakteristik
seksual individu yang positif yang
meliputi :
- Mengexpresikan secara positif perubahan tubuh.
- Mempunyai pengertian tentang seksualitas.
- Keselarasan pengertian antara biologis seks, identitas gender peran gender
- Perilaku sesuai konsep diri .
- Menyadari perasaan dan seksualitasnya.
- Berespon secara fisik dan mental bagi diri dan partner.
- Merasa mampu untuk tetap bahagia dan menghasilkan keturunan.
- Mampu membuat hubungan antar manusia secara efektif baik pria atau wanita.
- Mengenbangkan dan menggunakan sepenuhnya system nilai yang dinamis.
Ø Pengkajian
fisik :
Meliputi fungsi saraf, fungsi endokrin. yang berhubungan dengan seksual, kondisi
fisik yang berhubungan dengan seksual, identifikasi adanya permasalahan pada
masa menstruasi., frekuensi melakukan hubungan seks, hal – hal yang
mempengaruhi kehidupan seksual/perilaku abnormal, sebelum melakukan hubungan
seksual.
Ø Pengkajian
psikososial
Meliputi faktor tumbuh kembang,
pengaruh budaya dan agama terhadap perilaku seksual sikap dan nilai yang di
anut. Perlu juga mengkaji konsep diri
klien terhadap perilaku seksualnya dan kita bisa mengamati cara berpakaian , tekanan
suara, pandangan tentang diri dan hubungan dengan orang lain.
Ø Faktor-faktor
yang mempengaruhi fungsi seksual klien (Hurkey, 1986)
Meliputi tidak ada role model, gangguan
struktur dan fungsi tubuh sampai dengan trauma, obat kehamilan, abnormal,
anatomi,genetalia, Kurang pengetahuan dan informasi yang salah tentang seksualitas,
penganiayaan fisik, penganiayaan psikososial, penyimpangan psikososial, konflik
terhadap nilai dan kehilangan partner.
Faktor
Predisposisi
Menurut pandangan
ahli perilaku, pengertian dan perilaku seksual , identitas dan peran gender itu
didapat dengan mengamati perilaku orang lain dan pengalaman individu sendiri.
Faktor biologis yang mendukung adalah faktor kromosom X dan Y yang menentukan
pembentukan organ genital. Menurut pandangan psikoanalisa, mengatakan seksualitas terbentuk sebelum usia pubertas,
terutama pada fase paliks (3 – 5 tahun).
Pada masa ini ada Oedipus/Electra
complex. Pada masa ini anak mengalami perasaan seksual pada orang tua yang
berlainan jenis dan tidak menyukai orang tua yang sejenis. Perasaan ini akan
menentukan apakah anak ini akan jadi homoseksual atau menjadi heteroseksual.
Faktor
Pencetus
Kondisi Penurunan
kesehatan yang mempengaruhi seksual. Dan menjadi faktor pencetus adalah kondisi
penyakit dan kondisi pembedahan. Kondisi
sakit seperti penyakit jantung, cemas, takut mati mendadak, diabetes, trauma
pada tulang belakang. Kondisi pembedahan
seperti amputasi kaki, pembedahan leher, mastektomi, Histerektomi,
pembedahan pada vagina dan Orchidectomie
/ pengangkatan daerah testis Bisa juga timbul ketakutan akan penularan penyakit
karena hubungan seksual. Faktor pencetus lain adalah faktor usia yaitu
perubahan fungsi dan ukuran organ genital, hilangnya minat melakukan hubungan
seksual dan adanya banyak fakotr stres seperti penyakit, kesedihan, kehilangan
kesehatan dan kehilangan kewibawaan.
c. PRILAKU
I.
Perilaku seksual
1.
Homoseksualitas : melakukan kegiatan seksual dan
mengalami kepuasan dengan sesama jenis kelamin. Pada wanita disebut lesbian dan
pada laki-laki disebut gay atau homo. Homofobia adalah ketakutan atau sikap
negatif terhadap homoseksualitas. Penyebab secara biologis dikatakan bahwa
hormon testosteron lebih rendah dibandingkan estrogen. Tetapi dugaan ini belum
didukung data yang banyak.
Teori psikososial mengatakan bahwa
Freud (1930) percaya bahwa semua wanita adalah biseksual tetapi punya
kecenderungan bisa heteroseksual maupun homoseksual. Orang menjadi homoseksual
karena pada fase odipus kompleks dia mencintai orang tuanya yng sejenis dengan
dia. Teori lain mengatakan bahwa
keluarga yang disfungsionallah yang menjadi penyebabnya. Hubungan orang tua -anak
sangat mnempengaruhi terutama hubungan dengan orang tua yang gendernya sama.
Hal-hal sosial yang bisa terjadi pada homoseksualitas adalah penyakit
karena hubungan seksual dan banyak yang belum bisa memperlihatkan dirinya
seorang homo karena lingkungan masih belum bisa menerimanya, alasannya bisa
karena budaya, keyakinan, agama dan nila-nilai yang dianut.
2.
Transvestism
Adalah kondisi gangguan pada identitas gender atau merasa tidak puas atau
tidak bahagia dengan gendernya. Individu memiliki genital tertentu tetapi dia
mempersepsikan dirinya berlawanan dengan genitalnya itu. Individu ini merasa
tidak nyaman memakai pakaian yang sesuai dengan gendernya dan cenderung memakai
pakaian yang sebaliknya. Misalnya pria senang memaka pakaian wanita. Kebanyakan
yang minta bantuan tenaga kesehatan adalah pria. Orang masih bisa menikah dan
heteroseksual dan tidak ingin operasi ganti kelamin.
3.
Transeksualism
Seseorang yang secara anatomi adalah pria atau wanita tetati sering
mengekspresikan diri dan dengan keyakinan yang kuat bahwa berkelamin sebaliknya
dan hidup sepanjang waktu atau kebanyak waktu sebagai orang yang berkelamin
sebaliknya. Mereka merasa terperangkap dengan bentuk kelaminnya. Mereka sering
meminta tim kesehatan untuk terapi hormon atau “memperbaiki” genital mereka.
Penyebabnya adalah ketidak seimbangan hormon testosteron pada individu
tetapi hal ini juga tidak terbukti nyata. Secara psikososial dikatakan bahwa
orang mengalami hal ini karena faktor biologi, lingkungan dan keluarga.
Penanganan transeksualism ini dengan konseling yang berulang, terapi hormon dan
operasi. Bisa proses ini sampai dua tahun.
Bila ingin jadi laki-laki, klien akan terapi dengan hormon testosteron agar
terjadi pemerataan lemak, tumbuhnya rambut di seluruh badan, pembesaran
klitoris dan suara yang semakin berat. Amenore timbul dalam beberapa bulan.
Operasi yang dilakukan lebih rumit karena harus mastektomi, histrektomi, penis
dan skrotum dibentuk dari jaringan genital dan perut, lubang vagina ditutup. Bila
ingin jadi perempuan, maka klien menerima hormon estrogen agar terjadi
pembesaran payudara, kulitnya semakin halus dan menghilangnya rambut dari
seluruh tubuh. Penis dan scrotum dibuang dan dibentuk lubang vagina. Harus
diberikan perawatan khusus agar rangsang syaraf ada pada lubang itu. Setelah
operasi, terapi hormon tetap dijalankan.
4.
Biseksual
Klien bisa melakukan hubungan seksual secara homoseksual maupun
heteroseksual. Biseksual lebih banyak daripada yang murni homoseksual.
Kadang-kadang individu cenderung melakukan homoseksual secara bersaman dengan
heteroseksual tetapi kadang-kadang dia melakukan preferensi pada periode
tertentu.
Freud (1930) percaya bahwa pada prinsipnya manusia itu cenderung biseksual
tetapi menjadi homoseksual atau heteroseksual karena kondisi tertentu atau
karena proses tumbuh kembang. Banyak yang heteroseksual mengalami hubungan
homoseksual pada umur 30-40 sedangkan yang murni homoseksual menjadi
homoseksual karena ada kondisi patologis pada umur 3 – 4 tahun 9 (masa
identitas gender). Heteroseksual menjadi homoseksual misalnya karena di penjara
atau karena hidup dalam lingkungan homoseksual tetapi setelah dia keluar dari
lingkungan itu dia menjadi heteroseksual kembali.
II.
Siklus respon seksual
Master dan
Jonhson menggambarkan perubahan
psikologis pada saat wanita dan pria melakukan aktivitas seksual
1.
Exitement phase : fase ini muncul karena stimulasi
seksual dan psikologis
2.
Plateau Phase : pada fase ini rangsangan seksual sudah
sangat tinggi tetapi belum mencapai orgasme
3.
Orgasm : merupakan saat tubh memberi respon secara total
4.
Resolution phase : perubahan anatomi dan fisiologis
kembali normal.
d.
Mekanisme koping
Koping yang dipakai
bisa yang adaptif dan maladaptive. Paling banyak yang dipakai
adalah fantasi dengan harapan akan
membangkitkan gairah seksual. Seringkali mereka membayangkan orang lain ketika
melakukan hubungan seksual. Fantasi bisa menjadi maladaptive bila dipakai
berlebihan dan menggantikan kegiatan seksual yang actual. Kping yang
maladaptive bisa dipakai karena masalah konsep diri, misalnya proyeksi,
menyalahkan pasangannya bila tidak mendapat kepuasan. Mengingkari dan
rasionalisasi kerap kali dipakai. Kedua cara ini bisa membuat orang terhindar dari pembicaraan mengenai
seks. Misalnya : “Saya tidak punya masalah seksual”, Saya tidak butuh seks”
atau “Perkawinan kan bukan hanya seks”
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan pola seksual
2.
Ketidakpuasan seksual
3.
Gangguan peran seksual
4.
Disfungsional seksual karena keterbatasan fisik
Berdasarkan penggolongan diagnosa medik dibagi :
Kelainan identitas
gender
Wanita pada di masa
anak-anak : Merasa stres sebagai wanita dan ingin jadi laki-laki. Dia akan
secara terus menerus memakai pakaian dan asesoris laki-laki dan berharap
penisnya akan tumbuh, payudara tidak akan ada, menolak kencing duduk. Sedangkan
pada pria di masa anak-anak : Merasa stres sebagai laki-laki dan ingin jadi
wanita. Dia akan secara terus menerus memakai pakaian dan asesoris laki-laki,
beraktivitas seperti wanita dan berharap penisdan skrotumnya akan hilang,
payudara akan ada. Pada masa remaja dan dewasa sikap-sikap di atas tetap ada
.Kelainan lain ada yaitu setelah mereka mengalami
Pubertas seperti :
- Transeksualism : Perasaan tidak nyaman yang menetap dan tidak bisa menerima kelaminnya selama minimal dua tahun dan cenderung ingin jadi lawan jenisnya dan berusaha merubah jenis kelamin yang ada
- Exhibitioism : Kelainan yang selalu hilang timbul, menetap, disertai dengan fantasi seksual yang akut minimal selama 6 bulan dengan memperlihatkan alat kelaminnya pada orang asing.
- Fetishism : Perilaku yang hilang timbul, menetap disertai dengan fantasi seksual yang akut dan segera selama minimal 6 bulan dengan menggunakan benda-benda yang tidak hidup seperti pakaian dalam, sepatu, pakaian.
- Frotteurism : Perilaku yang hilang timbul, menetap disertai dengan fantasi seksual yang akut dan segera selama minimal 6 bulan dengan menyentuh dan menggaruk orang lain
- Pedophilia : Perilaku yang hilang timbul, menetap disertai dengan fantasi seksual yang akut dan segera selama minimal 6 bulan dengan melakukan kegiatan seksual pada anak-anak dibawah 13 tahun. Jarak umur si pelaku dan korbannya 5 – 16 tahun.
- Parafilia : adanya kegairahan seksual terhadap benda (objek) atau situasi seksual yang tidak lazim, misalnya diperlukan khayalan/ perbuatan yang tidak lazim / aneh untuk mendapatkan gairah seksual. Misalnya : zoofilia, melakukannya dengan hewan
- Sexual masochism : Perilaku yang hilang timbul, menetap disertai dengan fantasi seksual yang akut dan segera selama minimal 6 bulan dimana si individu senang menyakiti selama aktivitas seksual
- Sexual sadism : Perilaku yang hilang timbul, menetap disertai dengan fantasi seksual yang akut dan segera selama minimal 6 bulan dimana si individu senang disakiti selama aktivitas seksual
- Voyeurism : Perilaku yang hilang timbul, menetap disertai dengan fantasi seksual yang akut dan segera selama minimal 6 bulan dimana si individu senang mengamati dan mengintip orang yng sedang telanjang.
- Hypoactive sexual desire disorder : Seringkali kehilangan hasrat dan fantasi untuk melakukan aktivitas seksual
- Sexual aversion disorder : Perilaku menghindari kontak seksaul dengan pasangannya.
- Sexual arousal disorder
Wanita : Ketidakmampuan
wanita mencapai dan mempertahankan kelembaban vagina ketika melakukan aktivitas
seksual atau tidak mempunyai keinginan atau tidak menikmati aktivitas seksual
Pria : Ketidakmampuan pria
mencapai dan mempertahankan ereksi penis ketika melakukan aktivitas seksual
atau tidak mempunyai keinginan atau tidak menikmati aktivitas seksual
·
Inhibitted
orgasm : ketidakmampuan mencapai kepuasan
dalam aktivitas seksual
·
Premature
ejaculation : Ejakulasi timbul dengan minimal. Penyebabnya respon
maladaptif seperti takut akan disakiti,
takut hubungan seks yang lama, Seks disamakan dengan dosa, kegagalan /
ketegangan dalam perkawinan
·
Impotensi : Impotensi akut
, biasanya pada pria muda dan disertai kecemasan. Biasanya akan segera mencari
bantuan untuk penyembuhan.. Impotensi kronis (timbulnya lambat), dimulasi
setelah usia 30 tahun, libido dan respon erotik positif / hilanng. Sering kali
terjadi karena kecemasan pada pasangan yang selalu mengeluh
·
Ejakulasi
Prematur : tidak disertai impotensi, biasanya sejak pubertas,
ditemukan pada individu yang cemas dan tegang, pada orang yang memiliki
dorongan seksual bisa tinggi / rendah, ketidakmampuan ereksi dapat timbul
sendiri atau bersamaan dengan ejakulasi.
·
Ejakulasi lambat / tanpa ejakulasi : Penyebabnya komplikasi pemakaian obat – obatan hipotensi, mayor
transquiliser dan akibat prostatektomi atau adanya kecemasan.
·
Dyspareunia : Rasa nyeri
yang timbul pada saat sebelum, selama dan sesudah hubungan seksual
·
Vaginismus : adanya
spasme otot pada vaigna selama hubungan seksual.
·
Frigiditas : gangguan
untuk dapat merasakan kenikmatan genetal/aspek emosional yang berkaitan dengan
hubungan seksual.. Penyebabbya adalah trauma melahirkan, kelelahan, gangguan
kesehatan fisik ,depresi, takut hamil, kecemasan, hubungan sex terputus yang
lama , kurang privasi, ketegangan perkawinan, trauma hubungan seksual/tidak di
inginkan
PERENCANAAN
DAN PELAKSANAAN
Tujuan : Mempertahankan atau menolong Individu
mencapai Integritas seksual.
Intervensi :
- Intervensi dengan pendidikan kesehatan
·
Pendidikan tentang seks sangat penting dan diberikan pada
sekolah dan orang-orang muda sebagai
sebagai preventif
·
Hacker, 1981 mengatakan sebaiknya pendidikan kesehatan
dimulai sejak taman kanak-kanak Bila individu tidak diberi pendidikan kesehatan
maka dia akan tidak memiliki nilai-nilai yang pasti tentang seksualnya dan
mungkin tidak bisa menerima peran seksualnya. Pendidikan kesehatan akan membuat
orang bisa mengambil keputusannya yang akan berdampak bagi masa depannya.
·
Konsep yang harus diajarkan adalah (1) bahwa kita sudah
dibedakan secara seksual sejak dilahirkan dan seksual adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari kita. (2) Perasaan dan pikiran tentang sex adalah normal,
tetapi perilaku kita harus sesuai dengan norma yang kita anut. Prinsip yang
harus diajarkan adalah kapan individu harus melakukan atau tidak melakukan
kegiatan seksual dan jangan hanya mengikuti perasaan saja. Seksualitas jangan
dipandang sebagai genital saja tetapi merupakan totalitas dari diri.
·
Memberikan konseling pra pernikahan
·
Perawat juga mempunyai tanggungjawab memberikan
pendidikan seksual sehingga harus diajarkan dan perawat secara profesional
mempelajari dan mempraktekan area ini.
- Intervensi pada respon klien terhadap seksual dalam hubungan perawat – klien.
·
Respon seksual perawat terhadap klien
Ø Perawat
memeriksa dirinya agar tidak menghakimi klien dengan nilai-nilai yang
dianutnya.
Ø Perawat
bersikap profesional, jangan sampai terlibat secara emosional. Bila mengalami
ini maka perawat perlu mencari bantuan, tidak menceritakan masalah ini dengan
klien, jangan terlalu terlibat dengan masalah klien dan tidak menceritakan
masalah-masalah pribadi dengan klien.
·
Respon seksual klien ke perawat
Ø Klien
mencoba merayu perawat, mengajak kencan, genit menyentuh dan menanyakan alamat
rumah dan nomor telepon. Untuk mengatasinya, perawat memberitahu bahwa perawat
tidak senang dengan perilaku klien, selalu berperilaku profesional dengan
batas-batas yang tegas dan arahkan perasaan klien pada masalahnya sendiri.
- Intervensi respon maladaptif
·
Homoseksual dan biseksual
Masalah yang
mereka hadapi adalah perasaan bersalah, dikucilkan lingkungan dan tidak adanya
sistem pendukung hidupnya. Tindakan perawat adalah :
Ø Perawat bisa
menerima perilaku klien tanpa harus menghakimi.Perilaku klien bisa merasa
dirinya tidak normal, sakit, jahat,
tidak mau menerima dirinya sebagai gay.
Ø Perawat
menggali pandangan klien tentang perilakunya berdasarkan nilai-nilai yang
dianut klien.
Ø Merumuskan
perilaku yang akan dia ambil untuk masa depannya.
Ø terapi problem
– problem yang menyertainya (gangguan afek, penyakit. neurotik, tidak adanya dukungan
sosial). Karena klien cenderung tetap melanjutkan orientasi homosexsualnya maka
upayakan untuk meningkatkan interaksi sosial heteroseksual.
Ø Bagi yang
ingin balik ke heterosex, motivasi sungguh untuk mengadakan perubahan tersebut.
Dengan cara : pengurangan ansietas heteroseksual, peningkatan respons
dan mengembangkan rasa puas pada tingkah laku heteroseksual dan mengurangi
minat penyimpangan seksual.
- Intervensi pada disfungsi siklus respon seksual
Ø Perawat
mengkaji riwayat seksual pasangan
Ø Perawat
berdiskusi secara individual kemudian bersama pasangan
Ø Perawat
melakukan serangkaian pelatihan yang membangkitkan gairah seksual keduanya.
Ø Pasangan
dianjurkan banyak berkomunikasi, saling mengerti dan menghargai dan meluangkan
waktu bersama lebih banyak.
5 . Intervensi pada parafilia :
·
Kebanyakan klien tidak mencari terapi / psikiater kecuali
setelah melakukan pelanggaran hukum.
·
Pada klien. yang ada dapat gejala ansietas atau depresi,
biasanya langsung mencari bantuan untuk memecahkan kesulitan.
6.
Terapi pada ejakulasi dini
- Membuat ereksi positif dengan terapi perilaku dan pasangan di obati bersama – sama. Tekniknya : Relaksasi dan Reedukasi pada fokus sensasi pada tempat pasangan bercumbu untuk menimbulkan kesenangan sebelum coitus. Digabungkan dengan ‘’ teknik memijat ‘’ yaitu glans penis di pijat kuat untuk mencegah ejakulasi.
7.
Terapi tingkah laku
¨ Upayakan
komunikasi yang baik
¨ Mengungkapkan
mengenai perasaan seksual (rasa permusuhan dan kesal
¨ Fokuskan
seluruh sensasi dengan tidak melakukan hubungan sex / kontak genitikal, tetapi menemukan
daerah – daerah yang memberikan rasa nikmat dengan rangsangan taktil. Tujuannya
agar pasangan terbebas dari rasa takut pada hubungan seksual.
¨ Pada
Impotensi, biarkan pasangan wanita lebih
berperan dan hindari secara tiba – tiba
beralih dari bercumbu ke hubungan sexual.
¨ Pada
ejakulasi dini, pihak wanita melakukan masturbasi pada pasangan sampai sesaat
akan terjadi ejakulasi, kemudian memencet penis (teknik seman) kemudian secara
perlahan –lahan (tahap demi setahap) diarahkan pada hubungan seksual.
¨ Pada
Vaginismus, dimulai dengan relaksasi dan psikoterapi, individual dirangsang
dengan penggunaan dilator, dilanjutkan terapi secara pasangan.
¨ Pada orang
yang neurotik dilakukan terapi psikososial agar mampu mengekspresikan diri
dengan tept dan menghargai pasangan.
EVALUASI
1.
Perasaan sejahtera. Klien merasa dirinya membaik setelah
pengobatan
2.
Fungsi-fungsi sosial membaik, klien bisa berinteraksi
dengan baik. dengan kondisinya sekarang, bebas dari probelm psikologis
3.
Klien mampu melakukan aktivitas seksual dengan memuaskan
dan mampu memuaskan pasangannya.
4.
Merasa puas dengan pengobatan
Pertanyaan Kunci
- Apakah faktor pendukung orang mengalami variasi respon seksual
- Apakah faktor pencetus orang mengalami variasi respon seksual
- Sebutkan intervensi-intervensi keperawatan pada orang mengalami variasi respon seksual
- Bagaimana sikap kita terhadap orang yang mengalami orang mengalami variasi respon seksual
Tugas
- Carilah artikel-artikel pada koran atau internet yang menggambarkan masalah seksual yang disebabkan variasi respon seksual seseorang
- Analisalah untuk menentukkan faktor pendukung dan pencetusnya.
- Sebutkanlah kira-kira apa intervensi keperawatan pada kasus tersebut
- Tugas ini dibuat berkelompok

SEKSUALITAS MANUSIA

OLEH : IDAWATI MANURUNG
SEBAGAI MATERI MATA KULIAH
KEPERAWATAN JIWA I
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN
MITRA LAMPUNG




Tidak ada komentar:
Posting Komentar