Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

ASKEP PSIKOSOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Ada kehilangan yang bersifat metrasional yaitu kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya. Ada pula kehilangan yang bersifat situasional, yaitu kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai.
Kehilangan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori:
1.      Kehilangan objek eksternal
2.      Kehilangan lingkungan yang dikenal
3.      Kehilangan orang terdekat
4.      Kehilangan aspek diri
5.      Kehilangan hidup
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi; kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti; kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi. Kemudian timbul kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan, tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Kemudian klien sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Dan individu mulai menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru.
Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut  ”BAGAIMANA MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA"

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka
b.      Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka
c.       Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka
d.      Mampu melaksanakan tindakan sesuai perencanaan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka
e.       Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Iyus Yosep, 2007). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Ada kehilangan yang bersifat metrasional yaitu kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya. Ada pula kehilangan yang bersifat situasional, yaitu kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak orang yang dicintai.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bisa terjadi pada orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada).
Kehilangan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori:
1.      Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal dapat diakibatkan karena kerusakan oleh bencana alam, berpindah tempat atau dicuri. Kehilangan disini lebih berfokus pada kehilangan objek yang berupa benda.
2.      Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan ini diakibatkan oleh perpisahan yang dialami seseorang seperti pindah kos, tempat tinggal.
3.      Kehilangan orang terdekat
Kehilangan ini mencakup kejadian nyata atau khayalan dari persepsi seseorang karena kejadian, kehilangan orang yang berarti, fungsi fisik dan harga diri. Beberapa contoh diantaranya adalah kasih sayang, kehilangan orang tua, kehilangan pasangan, anak, teman kerja, dll. Gangguan ini merupakan gangguan yang sangat berarti dilihat dari segi attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang dianggap penting).
4.      Kehilangan aspek diri
Kehilangan ini mencakup kehilangan pada organ tubuh seperti kehilangan tangan, kaki , payudara, rahim dll.
5.      Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal.

B. Prespektif Agama Terhadap Kehilangan
Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu untuk mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri, menerima dan mengembalikannya pada Allah SWT.

C.  Fase-fase Kehilangan
Fase kehilangan menurut Engel:
1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
2.   Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
3.   Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran.


Fase berduka menurut Kubler-Rose adalah :
1.   Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2.   Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3.   Fase Tawar Menawar (bergaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
4.   Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5.   Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Fase berduka menurut Rando:
1.   Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidakpercayaan
2.   Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3.   Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.

D. Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia

NO
JENIS STRESSOR
JENIS KEHILANGAN
1
Gempa dan Tsunami di Aceh
Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian tubuh.
2
Lumpur Lapindo
Rumah, tetangga yang baik
3
Gempa di Yogjakarta
Rumah, makna rumah yang lama, orang yang berarti, bagian tubuh, pekerjaan.
4
Jatuhnya pesawat Adam Air
Orang yang berarti, bagian tubuh
5
Tenggelamnya Kapal Levina
Orang yang berarti
6
Sampah longsor
Orang yang berarti
7
Banjir banding
Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan.
8
PHK di IPTN
Pekerjaan, status, harga diri
9
Banjir Jakarta
Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan.

E.   Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka (Loss
and Grief)
1.   Pengkajian
a.       Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1)      Genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2)      Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3)      Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4)      Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5)      Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
b.      Faktor Presipitasi
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi; kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti; kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.

1).  Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti: menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda bunuh diri atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong diagnosanya.
2)      Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

2.   Diagnosa Keperawatan
      Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dari kehilangan dan berduka antara lain :
a.   Potensial proses beduka yang tidak terselesaikan berhubungan dengan kematian ibu.
b.   Fiksasi pada fase pengingkaran berhubungan dengan kematian kekasih.
c.   Potensial respon berduka yang berkepanjangan berhubungan dengan proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.

3.      Perencanaan
a.      Prinsip Intervensi  Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan
1)      Bina dan jalin hubungan saling percaya
2)      Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3)      Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4)      Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5)      Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6)      Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7)      Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8)       Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a)      Fase Pengingkaran
Ø  Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Ø  Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
b)      Fase marah
Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.

c)      Fase tawar menawar
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d)     Fase depresi
Ø  Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
Ø  Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e)      Fase penerimaan
Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.

b. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1)      Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama masa berduka.
2)      Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3)      Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh orang lain.
4)      Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.

c. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan (Kematian Anak)
1)      Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2)      Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3)      Menyiapkan perangkat kenangan.
4)      Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5)      Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.

4.  Pelaksanaan
Berikut ini akan diuraikan proses keperawatan pada klien dengan respon kehilangan.
Diagnosa keperawatan 1:
Potensial terjadi proses berduka yang tidak terselesaikan berhubungan dengan kematian ibu.
Tujuan
Tindakan Keperawatan
Tujuan jangka panjang:
Anak dapat menyelaesaikan masa berkabung dengan tuntas.
Membina hubungan saling percaya antara anak, keluarga, dan petugas dengan sikap jujur, menerima, ikhlas, dan empati
Tujuan jangka pendek:
  1. Anak dapat mengerti arti sakit dan kematian
  2. Anak dapat mengungkapkan perasaaanya
  3. Anak dapat mengurangi rasa bersalah melalui proses berkabung dengan melihat perilaku orang dewasa
1. Menunjukan perhatian dan kasih sayang anak baik melalui kata-kata maupun dengan sikap.
2.      Menanyakan kepada anak     pengalamannya tentang kematian.
3.      Menjelaskan pada anak bahwa ibunya meninggal bukan tidur.
4.      Menjelaskan kepada anak bahwa roh orang yang meninggal yang menghadap Tuhan bukan jasadnya.
5.      Meminta kepada keluarga/ orang  yang berarti agar menemani anak selama masa berduka bila perlu mengijinkan untuk tinggal bersama mereka.
6.      Mendorong anak untuk mengungkapkan perasaannya dengan menanyakan apa yang dipikirkan selama ibunya sakit sampai sekarang.
7.      Menjelaskan pada anak bahwa ibunya sakit dan meninggal bukan karena dia nakal atau bukan karena kesalahannya.
8.      Menjelaskan pada anak bahwa orang sering sedih dan menangis bila ada yang meninggal.
9.      Mengajak anak mengikuti upacara pemakaman dan mengunjungi rumah duka
10.  Menjelaskan kepada anak urutan upacara dan apa yang harus dilakukan oleh anak, sebelum upacara dan pelayat datang.

Diagnosa keperawatan 2:
Fiksasi pada fase pengingkaran berhubungan dengan kematian kekasih.
Tujuan
Tindakan Keperawatan
Pasien dapat melalui fase pengingkarannya dengan wajar tanpa kesulitan.
a.       Mendorong pasien untuk mengungkapkan pengingkarannya tanpa memaksa untuk menerima kenyataan.
b.      Mendengarkan dengan penuh minat dan perhatian apa yang dikatakan oleh pasien.
c.       Menjelaskan kepada pasien, bahwa perasaan tersebut wajar terjadi pada orang yang mengalami kehilangan.
d.      Membantu pasien untuk memakai mekanisme koping yang lain seperti menangis / berbicara.
e.       Mengikutsertakan orang yang berarti bagi pasien untuk menjelaskan apa yang telah terjadi.
f.       Meningkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang kenyataan kehilangan yang harus dihadapi.
g.      Memberi dukungan atas usaha pasien untuk menerima kenyataan.
h.      Membantu klien untuk mencoba mengungkapkan rasa marahnya.
i.        Menjawab semua pertanyaan pasien dengan singkat dan jelas.
j.        Memberi dukungan secara nonverbal.

5.   Evaluasi
a.       Pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara optimal
b.      Pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap kehidupannya
c.       Pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bisa terjadi pada orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada). Kehilangan bisa meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang terdekat, aspek diri, dan kehilangan hidup.
Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua dengan respon kehilangan (kematian anak).
Pengkajian yang dapatdilakukan yaitu dengan mengidentifikasi faktor predisposisi dan fektor presipitasi.
Dimana factor predisposisi meliputi :
1.      Genetic
2.      Kesehatan Jasmani
3.      Kesehatan Mental
4.      Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
5.      Struktur Kepribadian
Dari pengkajian, diperoleh diagnosa keperawatan antara lain :
1.      Potensial proses beduka yang tidak terselesaikan berhubungan dengan kematian ibu.
2.      Fiksasi pada fase pengingkaran berhubungan dengan kematian kekasih.
3.      Potensial respon berduka yang berkepanjangan berhubungan dengan proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.

Intervensi keperawatan secara umum dapat dilakukan :
1.      Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan duka
2.      Jelaskan makna kehilangan atau orang atau objek
3.      Bagi rasa dengan orang yang berarti
4.      Dukung klien untuk menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai
5.      Bina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru.
Dalam tahap evaluasi keperawatan, ditetapkan bahwa:
1.      Pasien sudah dapat mengungkapkan perasaannya secara optimal
2.      Pasien dapat menjelaskan makna kehilangan tersebut terhadap kehidupannya
3.      Pasien menunjukkan tanda-tanda penerimaan

B.     Saran
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respon kehilangan dan berduka (Loss and Grief), maka kami menganggap perlu adanya sumbang saran untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1.      Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.
2.      Dalam perumusan diagnosa keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3.      Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis maupun yang tidak.

Tidak ada komentar: