Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

Terapi sdomatik dan Psikofarma

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penatalaksanaan penderita ganguan jiwa tidak terlepas dari peranan keperawatan yaitu tentang hal-hal yang mendasari terjadinya perubahan perilaku serta keterlibatan emosional dan kemampuan komunikasi efektif perawat.
Pada dasarnya manusia dilahirkan sebagai mahkluk biologis yang dikaruniai kemampuan yang lebih tinggi dari mahluk biologis lainnya. Untuk itu dalam menghadapi klien, harus diingat bahwa yang kita hadapi adalah manusianya, bukan hanya penyakitnya. Bahkan bukan kliennya saja tetapi juga keluarganya, atau orang-orang yang berhubungan dengannya.


1.2.Tujuan
Tujuan umum :
Meningkatkan pemahaman tentang Peran Perawat pada Terapi Somatik dan Terapi Psikofarma
Tujuan khusus :
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Peran Perawat pada Terapi Somatik dan Terapi Psikofarma

1.3.Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengerti, memahami tentang Peran Perawat pada Terapi Somatik dan Terapi Psikofarma, sehingga dapat mengaplikasikannya dengan baik dilapangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Terapi Somatik
2.1.1 Pengertian Terapi Somatik
Terapi Somatik adalah Terapi yg diberikan untuk mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan tindakan yang ditujukan pada fisik klien, walaupun yang diberikan perlakuan fisik tetapi target terapi adalah perilaku klien.

 2.1.2 Jenis Terapi Somatik ada 3 yaitu :

1.      Terapi Kejang Listrik (ECT/ Electro Convulsive Therapy)
Terapi kejang listrik merupakan suatu prosedur yang menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan bangkitan kejang umum yang berlangsung 25-50 detik, bertujuan terapeutik. Kejang-kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik tonik klonik umum. Pada terapi kejang listrik ini yang memegang peranan penting adalah respon bangkitan listrik diotak yang menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia otak.

Indikasi:
1.      Depresi berat, dengan retardasi motorik, waham (somatik dan bersalah, tidak ada perhatian lagi terhadap dunia disekelilingnya, ada ide bunuh diri yang menetap dan kehilangan berat badan yang berlebihan).
2.      Skizofrenia, terutama yang akkut, ketatonik atau mempunyai gejala afektif yang menonjol.
3.      Mania

Kontra Indikasi:
1.      Tumor/ Hematome Intrakranial
2.      MCI (Miocardiac Infark)
3.      Hipertensi berat

Efek Samping:
1.      Arimia Jantung
2.      Apnea berkepanjangan
3.      Reaksi toksik/ alergi obat-obat yang digunakan untuk ECT

2.1.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ECT:
A. Persiapan
1.Kelengkapan surat inform consent
2.Alat-alat yang diperlukan : tempat tidur beralas papan, alat ECT  lengkap, kassa basah untuk lapisan elektroda,  alat untuk mengganjal gigi tabung oksigen dan perlengkapannya, alat penghjisap lendir, alat suntik dan obat-obat untuk emergensi.
3.Tindakan perawat :
a)      Melakukan pemeriksaan fisik : fungsi vital, EKG, Rontgen kepala, dada, tulang belakang, EEG, CT Scan dan pembuluh darah serta urin.
b)      Menganjurkan puasa minimal 6 jam sebelum ECT
c)      Memberikan premedikasi
d)     Mengobservasi keadaan klien dan menjelaskan tentang ECT agar klien tidak cemas
e)      Menganjurkan untuk tidak memakai gigi palsu, perhiasaan, ikat rambut, ikat pinggang
f)       Tenaga perawat yang akan membantu sebanyak 3-4 orang

B. Pelaksanaan
1. Pasien ditidurkan dalam posisi terlentang tanpa bantal dan pakaian longgar.
2. Bantalan gigi dipasang dan ditahan oleh seorang perawat pada rahang bawah,   
 perawat yang lain menahan bagian bahu, pinggul dan lutut secara fleksibel agar  
       tidak terjadi gerakan yang memungkinkan timbulnya dislokasi atau fraktur 
       akibat terjadinya kejang-kejang.
3. Aliran listrik diberikan melalui elektroda di pelipis kiri dan kanan yang dilapisi    
    dengan kasa basah. Sebelumnya dokter/psikiater telah mengatur waktu dan  
    besarnya aliran listrik yang diberikan.
4. Sesaat setelah aliran listrik diberikan, akan terjadi kejang-kejang yang di
    dahului oleh fase kejang tonik-klonik, dan timbul apneu beberapa saat baru
    terjadi kembali pernafasan spontan.
5. Saat menunggu pernafasan kembali merupakan saat yang penting, bila apneu 
berlangsung terlalu lama perlu dibantu dengan pemberian oksigen dan pernafasan buatan, atau tindakan lain yang diperlukan.

C. Observasi Psca ECT
a. Pada fase ini perawat harus mengobservasi dan mengantisipasi tindakan yang   
harus dilakukan karena kesadaran klien belum pulih walaupun kondisi vital     
telah berfungsi normal kembali (tetap memonitor kondisi vital), juga harus 
tetap berada disamping klien agar menjadi aman dan nyaman.
b. ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 6-12 kali (kadang- 
       kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosisi 2-3 kali/minggu.

2.      Pengurangan jumlah tidur (Sleep Deprivation Therapy)
Pengurangan jumlah tidur adalah  terapi anti depresi yang diberikan kepada   klien secara total pada waktu malam hari saat tidur. Efektivitas terapi ini dapat meningkatkan waktu tidur kira-kira 3,5 jam walaupun ada juga klien yang efektivitas tidurnya hanya 2 jam saja pada malam hari. Misalnya, klien sudah tidur sejak 17.00 sore, tetapi pada jam 02.00 pagi klien terbangun, sisa waktu yang ada ini dapat dicegah dengan pemberian sleep deprivation therapy untuk mencegah kekambuhan.

Indikasi :
Untuk klien depresi dengan gejala bervariasi setiap hari dan mempunyai suhu tubuh yang abnormal pada malam hari (suhu tubuh meningkat).

3.      Terapi Foto (Phototherapy)
Pada Terapi foto, klien diberikan terapi selama 5-20 menit. Posisi duduk, mata terbuka. Klien dapat sambil melakukan aktivitas sehari-hari.

Keuntungan :
Melindungi klien dalam pengobatan

Indikasi :
Klien depresi non psikotik dan gangguan afektif

Efek Samping :
Sakit kepala, kelelahan, mual, gangguan hidung dan sinus.




2.2    Terapi Psikofarma
2.2.1 Pengertian Terapi Psikofarma
Terapi Psikofarma adalah terapi menggunakan obat yang bekerja secara selektif pada  SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik.
Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, tetapi bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku

2.2.2 Berbagai peran yang dapat dilakukan oleh perawat adalah :
1.      Mengumpulkan data sebelum pengobatan, misalnya riwayat penyakit, diagnosa medis, hasil laboratorium, riwayat pengobatan, jenis obat yang digunakan (dosis, cara pemberian, waktu pemberian) dan program terapi lain bagi klien.
2.      Mengkoordinasikan obat dengan terapi modalitas
3.      Pendidikan kesehatan tentang program pengobatan
4.      Memonitor efek samping obat agar pemberian obat optimal
5.      Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan psikofarmakologi : memonitor efek terapeutik obat dan meminimalkan efek samping  obat
6.      Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan setelah kembali ke masyarakat/ rumah
7.      Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi
8.      Ikut serta dalam riset interdispliner

Obat-obatan yang sering digunakan di rumah sakit jiwa :
  1. Golongan Butirofenon (haloperidol, serenace)
Efek therapi :
Antipsikotik, sedasi psikomotor, menghambat keseimbangan psikis dan otomatik, menghambat gerakan-gerakan yang tidak terkendali dan anti emetik.

Efek samping :
Ekstrapiramidal, spasme otot dan parkinson

Tindakan keperawatan :
1.      Observasi ketat tingkah laku klien
2.      Beri dukungan dan rasa aman kepada klien
3.      berada didekat klien
4.      kolaborasi : pemberian obat anti kolenergik untuk mengatasi spasme otot dan dopamin untuk mengatasi parkinson
5.      Cara pemberian : peroral

  1. Golongan Fenotiazin (Klopromazin)
·         Efek therapy :
Penenang dengan daya kerja antipsikotik, ansiolitic dan antiemetik yang kuat.

·         Efek samping :
Efek antikolinergik : hipotensi ortostatik, konstipasi, mulut kering, penglihatan kabur.
Efek ekstrapiramidal:pada pemakaian dosis tinggi atau pada klien berusia >40 tahun, gelisah, sukar tidur.

Tindakan keperawatan:
A. Untuk efek antikolinergik
1)      Observasi bising usus, beri diet tinggi serat tingkatkan input cairan dan beri      
      aktivitas untuk mencegah konstipasi
2)      Monitor tekanan darah, tingkatkan volume cairan untuk mengembangkan volume pembuluh darah dan beritahu klien untuk berpindah posisi perlahan-lahan untuk mengontrol hipotensi ortostatik
3)      Beri pelembab mulut secara berkala untuk mengurangi rasa kering misalnya dengan gliserin
4)      Anjurkan klien untuk tidak bekerja dengan alat berbahaya, benda tajam dan tidak berpergian untuk mengurangi kecelakaan akibat adanya kekaburan pandangan
5)      Kolaborasi pemberian kolinergik agonis dan laksatif

B. Untuk efek ekstrapiramidal
1)      Prinsip tindakan sama dengan pada pemberian halopelidol
2)      Untuk mengatasi sulit tidur dapat diberi susu hangat sebelum tidur atau dengan cara lainnya.

·         Cara pemberian : peroral

3.  Triheksilfenidil
Triheksilfenidil yaitu obat yang digunakan untuk mengatasi efek ekstapiramidal.
Cara pemberian melalui oral.

2.2.3 Metode pendekatan khusus dalam pemberian obat pada klien curiga
   risiko bunuh diri, dan ketergantungan obat:
1. Pendekatan khusus pada klien curiga
  1. Perawat harus meyakinkan bahwa tindakan atau “treatment” yang dilakukan pada klien ini tidak membahayakan dan bermanfaat bagi klien.
  2. Secara verbal dan non verbal, perawat harus dapat mengontrol perilakunya agar tidak menimbulka keraguan pada diri klien, karena tindakan yang ragu-ragu pada diri perawat akan menimbulkan kecurigaan klien.
  3. Harus bersikap jujur
  4. Cara komunikasi harus tegas dan ringkas seperti misalnya “Bapak J, ini adalah obat bapak”. Jika klien masih ragu katakan “letakkan obat ini dalam mulut dan telan”. Berrikan obat dalam bentuk dan kemasan yang sama setiap kali memberi obat, agar klien tidak bingung cemas, dan curiga. Jika ada perubahan dosis atau cara meminumnya, diskusikan terlebuh dahulu dengan klien sebelum meminta klien meminumnya. Yakinkan obat  benar-benar diminum dan  ditelan dengtan cara meminta klien untuk membuka mulut dan gunakan spatel untuk melihat apakah obat disembunyikan, terutama pada klien yang ada riwayat kecenderungan menyembunyikan obat dibawah lidah dan membuangnya.
  5. Untuk klien yang benar-benar menolak minum obat meskipun sudah diberikan pendekatan yang adekuat maka pemberian obat dapat dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter yaitu injeksi sesuai dengan instruksi dengan memperhatikan aspek legal dan hak-hak klien untuk menolak pengobatan dalam keadaan darurat.

2.      Pendekatan khusus pada klien risiko bunuh diri
Pada klien yang risiko bunuh diri masalah yang sering timbul dalam pemberian obat adalah penolakan klien untuk minum obat dengan maksud klien ingin merusak dirinya. Perawat harus bersikap tegas dalam pengawasan klien untuk minum obat karena klien pada tahap ini berada dalam fase ambivalen antara keinginan hidup dan mati. Perawat menggunakan kesempatan memberikan “treatment” pada saat klien mempunyai keinginan hidup agar keraguan klien untuk mengakhiri hidupnya berkurang karena klien merasa diperhatikan . Perhatian perawat merupakan stimulus penting bagi klien untuk meningkatkan motivasi hidup. Dalam hal ini peran perawat dalam memberikan obat di integrasikan dengan pendekatan keperawatan diantaranya untuk meningkatkan harga diri klien.
3.      Pendekatan khusus pada klien ketergantungan obat
Pada klien yang mengalami ketergantungan obat biasanya menganggap obat adalah segala-galanya yang dapat menyelesaikan masalah, sehingga perawat perlu memberikan penjelasan kepada klien tentang manfaat obat dan obat bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Misalnya bahwa obat tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah sosial seperti, patah hati, broken home, dan kegagalan lainnya. Terapi obat harus disesuaikan dengan terapi modalitas lainnya, seperti penjelasan cara-cara melewati proses kehilangan.


                                                                    BAB III          
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi Somatik adalah Terapi yg diberikan untuk mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan tindakan yang ditujukan pada fisik klien, walaupun yang diberikan perlakuan fisik tetapi target terapi adalah perilaku klien.
Terapi Psikofarma adalah terapi menggunakan obat yang bekerja secara selektif pada  SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik.
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi psikofarmakologis yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistic pada asuhan pasien.

1.2            Saran
Dari penjelasan tersebut, kita dapat mengerti dan mengetahui Peran Perawat pada Terapi Somatik dan Terapi Psikofarma. Untuk itu sebagai perawat profesional kita dapat menerapkannya dengan baik di lapangan.

Tidak ada komentar: