Imunisasi
2.1.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, yang berarti kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain. Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Baca Selengkapnya
Baca Selengkapnya
2.1.2 Tujuan
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Slain itu, untuk menurunkan angka kesakitan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah Difteri, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Campak (Measles), Polio dan Tuberkulosa.
2.1.3 Cara Pemberian
Pada dasarnya, imunisasi adalah proses merangsang sistem kekebalan tubuh dengan cara memasukkan (baik itu melalui suntik atau minum) suatu virus atau bakteri. Sebelum diberikan, virus atau bakteri tersebut telah dilemahkan atau dibunuh, bagian tubuh dari bakteri atau virus itu juga sudah dimodifikasi sehingga tubuh kita tidak kaget dan siap untuk melawan bila bakteri atau virus sungguhan menyerang.
2.1.4 Jenis-Jenis Imunisasi
Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :
1. Imunisasi Pasif (Pasive Immunization)
Imunisasi pasif ini adalah pemberian kekebalan tubuh dengan memberikan secara langsung pada penerima antibodi dalam bentuk antisera atau pemberian sel yang “imuno-sensitized” terhadap infeksi yang akan dicegah. Imunisasi ini merupakan immunoglobulin yang didapatkan scara genetis melalui ibu. Digunakan untuk orang yang tidak mampu membangkitkan respon imun humoral/kekebalan. Imunisasi pasif humoral – pemberian antibodi dari orang lain (humolog, heterolog, autolog). Antibodi dapat berupa seluruh serum/fraksionasinya atau gammaglobulin.
2. Imunisasi Aktif (Active Immunization)
Kekebalan terhadap infeksi (humoral, seluler) diperoleh atas usaha sindiri, karena rangsangan antigen m.o. syarat penting imunisasi yaitu sistem imun harus normal agar hasil optimal. Agar diperoleh hasil yang setara dengan respon sekunder harus diberi imunisasi ulangan (booster). Antigen yang digunakan untuk merangsang kekebalan pada imunisasi disebut dengan vaksin. Vaksin terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Vaksin konvensional
1. Toksoid
Merupakan vaksin dari toksin yang dihilangkan keganasannya dengan formalin/pemanasan, berbentuk laruta/alupresipitat dan diberikan untuk tetanus dan difteri.
2. Killed Vaccine
Diberikan untuk pertusis, poliomyelitis, dan kolera.
3. Vaksin Subunit
4. Lived Ettenuated Vaccine
Diberikan untuk TBC (BCG), polio oral, vaksin cowpox yang mencegah smallpox
b. Vaksin Rekayasa Genetika
Untuk m.o. yang sukar dibiak digunakan rekayasa genetika melalui DNA rekombinan. Contohnya vaksin Hepatitis B, vaksin malaria, vaksin AID, dll.
Jenis vaksin yang biasa digunakan:
1. vaksin yang berisi sel bakteri : pertusis, tifoid, BCG.
2. vaksin berisi toksoid : tetanus, difteri.
3. vaksin virus : polio, morbili, rubelia, mumps.
4. vaksin polisakarida : pneumokokus, meningokokus, H. influenzae tipe b
Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :
a. BCG untuk mencegah penyakit TBC
b. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit Difteri, Pertusis, dan Tetanus.
c. Polio untuk mencegah penyakit Poliomielitis.
d. Campak untuk mencegah penyakit Campak (Measles).
2.1.5 Prosedur Imunisasi
Prosedur imunisasi di tiap negara berbeda. Prosedur imunisasi harus diberikan pada populasi dengan proteksi kurang, angka pemeparan terhadap AG tertentu pling tinggi. Resiko terhadap penyakit dan komplikasinya terbesar.
Di Indonesia sendiri digunakan untuk penyakit:
a. Difteri, pertusis, tetanus (DPT)
b. Tuberkulosis (BCG)
c. Polio (Polio oral vaksin dan Sabin)
Keberhasilan imunisasi ditentukan oleh:
1. Jenis vaksin
2. Jumlah pengulangan penyuntikan bahan vaksin
3. Infeksi yang pernah diderita sebelumnya
4. Cara pemberian vaksin
5. Cara penyimpanan, terutama untuk vaksin hidup
2.1.6 Jadwal Imunisasi / Vaksinasi
1. Imunisasi yang diwajibkan
Vaksinasi | Jadwal Pemberian-usia | Booster/Ulangan | Imunisasi untuk melawan |
BCG | Waktu lahir | -- | Tuberkulosis |
Hepatitis B | Waktulahir-dosis I 1bulan-dosis 2 6bulan-dosis 3 | 1 tahun-- pada bayi yang lahir dari ibu dengan hep B. | Hepatitis B |
DPT dan Polio | 3 bulan-dosis1 4 bulan-dosis2 5 bulan-dosis3 | 18bulan-booster1 6tahun-booster 2 12tahun-booster3 | Dipteria, pertusis, tetanus, dan polio |
campak | 9 bulan | -- | Campak |
2. Imunisasi yang dianjurkan:
Vaksinasi | Jadwal Pemberian-usia | Booster/Ulangan | Imunisasi untuk melawan |
MMR | 1-2 tahun | 12 tahun | Measles, meningitis, rubella |
Hib | 3bulan-dosis 1 4bulan-dosis 2 5bulan-dosis 3 | 18 bulan | Hemophilus influenza tipe B |
Hepatitis A | 12-18bulan | -- | Hepatitis A |
Cacar air | 12-18bulan | -- | Cacar air |
2.2 Imunisasi DT (Difteri, Tetanus)
2.2.1 Pengertian
Imunisasi DT adalah imunisasi yang memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Pemberian vaksin ini menimbulkn kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap toksin yang kuman penyebab difteria dan tetanus. Vaksin ini di buat untuk keperluan khusus, misalnya anak tidak boleh atau tidak perlu imunisasi pertusis namun masih memerlukan imunisasi difteria dan tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT . vaksin disuntik intramuscular atau subkutan dalam sebanyak 0,5ml.
Kemasan yang di buat biofarma berupa flakon 25ml,50 dosis. Kandungan vaksin terdiri dari 40lf toksid difteri, 15lf toksoid tetanus,alumunium fosfat, dan mertitolat. Secara fisik berupa cairan tidak berwarna , jernih yang rusak bila beku dan sinar matahari langsung. Vaksin disimpan dalam lemari es suhu 2-8 derajat celcius dengan masa kadaluarsa 2 tahun
Kontraindikasinya anak yang sakit parah atau sedang menderita demam tinggi. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam ringan dan pembengkakan local di tempat suntikan 1-2 hari.
2.2.2 Sediaan
Sediaan suspensi campuran adsorbed diphteria toxoid dan adsorbed tetanus toxoid yang telah dimurnikan, teradsorbsi ke dalam pembawa mineral (3 mg/mL hydrated aluminium phosphate / aluminium hydroxide) yang isotonis dengan darah. Thimerosal 0,1 mg/mL digunakan sebagai pengawet. Sifat antigen secara berlawanan dipengaruhi oleh pengawet antimikroba terutama tipe fenol. Potensi komponen vaksin per dosis tidak kurang dari 30 IU (International Unit) untuk potensi toksoid Difteri dan tidak kurang dari 40 IU untuk potensi toksoid Tetanus.
2.2.3 Dosis, Cara Kerja dan Lama Pemberian
Tiap mL mengandung toksoid Difteri yang dimurnikan 40 Limes flocculations (Lf), toksoid Tetanus yang dimurnikan 15 Limes flocculations (Lf), Aluminium fosfat 3 mg, Thimerosal 0.1 mg/mL digunakan sebagai pengawet.
Vaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspensi.
Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikkan.
Vaksin DT dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Untuk individu usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin jerap Td.
Vaksin DT lebih dianjurkan untuk diberikan pada usia anak-anak daripada vaksin DTP jika terjadi kontraindikasi terhadap komponen pertusis.
Untuk anak-anak sedikitnya 3 kali penyuntikkan secara intramuskuler dengan dosis 0.5 mL dengan interval 4 minggu
2.2.4 Kontraindikasi
1. Dosis kedua atau selanjutnya jangan diberikan pada anak yang menderita gejala-gejala berat setelah pemberian dosis sebelumnya.
2. Seseorang yang terinfeksi HIV baik tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi DT harus berdasarkan jadwal standar tertentu.
2.2.5 Efek Samping
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, kadang-kadang gejala demam.
1. Pengaruh dengan Obat Lain
Vaksin DT dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin BCG, Campak, Rubella, Mumps, Polio (OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib dan Yellow Fever. Obat-obat imunosupresan (antineoplastics atau therapeutic doses of cortic. Obat-obat imunosupresan (antineoplastics atau therapeutic doses of corticosteroids) menurunkan respon vaksin dan disarankan untuk menunda imunisasi
2. Pengaruh Terhadap Kehamilan
Meskipun belum ada bukti bahwa vaksin pada kehamilan menyebabkan teratogenik, sebaiknya vaksin diberikan pada trimester kedua untuk meminimalkan risiko pada fetus
3. Terhadap Ibu Menyusui
Tidak diketahui apakah vaksin didistribusikan ke dalam ASI. Produsen menyatakan bahwa vaksin harus digunakan dengan perhatian pada ibu menyusui.
4. Terhadap Anak-anak
Keamanan dan efikasi pada anak-anak belum dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar