Definisi Penyakit Campak
Penyakit Campak adalah satu penyakit berjangkit. Campak (Rubeola, Campak 9 hari) atau dikenal dengan sebutan Gabagen (dalam bahasa Jawa); atau Keremut (dalam bahasa Banjar). Dalam istilah medisnya disebut juga dengan Morbili, Measles.
Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, lemas, batuk, konjungtivis (peradangan selaput ikat mata/ konjungtiva) dan bintik merah dikulit (ruam kulit).
Baca Selengkapnya
Baca Selengkapnya
Gambar. 1: Anak yang Terkena Campak (sumber klikpdpi.com)
2.2 Etiologi
Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan olehpar am iks ovir us ( virus campak). Virus ini terdapat dalam darah dan sekret (cairan) nasofaring (jaringan antara tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal (prodromal) hingga 24 jam setelah timbulnya bercak merah di kulit dan selaput lendir. Virus dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan infeksi pada individu yang rentan. Penyaki
campak sangat infeksius selama masa prodromal yang ditandai dengan demam, malaise, mata merah, pilek dan trakeobronktis dengan manifestasi batuk. Infeksi campak pertama kali terjadi pada epitalium saluran pernafasan dari nasofaring, kongjungtiva, dengan penyebaran ke daerah limfa. Viremia primer tejadi 2-3 hari setelah individu terpapar virus campak,diikuti viremia sekunder 3-4 hari kemudian. Viremia sekunder menyebabkan infeksi dan relikasi virus lebih lanjut pada kulit kongjungtiva, saluran pernafasan dan organ lainnya. Replikasi virus memerlukan watu 24 jam. Jumlah virus dalam darah mencapai pncaknya pada hari 11-14 setelah trpapar dan emudian menurun cepat 2-3 hari kemudian.
2.3 Karakteristik Virus Campak
Virus campak atau morbili adalah virus RNA anggota family paramyxoviridae. Secara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus anggota family paramyxoviridae. Virus campak trdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus. Sifat infeksius virus c ampak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya.
2.4 Tanda dan Gejala
a. Tanda-Tanda Penyakit Campak
Tanda khas penyakit campak adalah adanya Koplik spots (kemerahan dengan putih di tengah) di selaput lendir pipi yang tampak 1-2 hari sebelum timbulnyarash.Ras h adalah kemerahan kulit yang biasanya muncul pada hari ke 14 setelah terpapar, kemudian menyebar dari kepala ke anggota badan selama 3-4 hari. Setelah 3-4 harirash akan menghilang meninggalkan noda kehitaman.Rash merupakan manifestasi reaksi hipersensitivitas yang tidak akan terlihat pada orang yang mengalami penekanan sistem imunitas seluler. Sel yang terinfeksi virus campak mampu berfusi membentuk sel raksasa multinuklear (multinuclear giant cells), yang merupakan tanda patologis infeksi virus campak.
b. Gejala – Gejala
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis ), 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setela timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
2.5 Cara Penularan
Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah 10- 14 hari sebelum gejala muncul. Cara penularan melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita morbili/campak. Artinya, seseorang dapat tertular Campak bila menghirup virus morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau di mana saja. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
• bayi berumur lebih dari 1 tahun
• bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
• remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
2.6 Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.
Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit),
sehingga pendeita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
sehingga pendeita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
2.7 Pencegahan dengan Imunisasi Campak
2.7.1 Definisi
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkanantibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
Imunisasi campak efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup. Penyakit campak yang disebabkan oleh virus yang ganas ini dapat dicegah jika seseorang mendapatkan imunisasi campak, minimal dua kali yakni semasa usia 6 bulan - 59 bulan dan masa SD (6 - 12 tahun).
Upaya imunisasi campak tambahan yang dilakukan bersama dengan imunisasi rutin terbukti dapat menurunkan kematian karena penyakit campak sampai 48%. Tanpa imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacat dan kematian karena komplikasinya seperti radang paru (pneumonia); diare, radang telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis) terutama pada anak dengan gizi buruk. Hingga kini penyakit campak masih menjadi penyebab utama kematian anak di bawah umur 1 tahun dan Balita umur 1 - 4 tahun di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 30.000 anak/tahun meninggal karena komplikasi campak. Selain itu, campak berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) atau wabah. Imunisasi adalah jalan utama untuk mencegah dan menurunkan angka kematian anak- anak akibat campak.
Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.
2. 8 Jenis Imunisasi Campak
Vaksin Campak Kering
a. Deskripsi
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
Jumlah pemberian imunisasi campak diberikan sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubella).
b. Indikasi
Untuk Imunisasi aktif terhadap penyakit campak.
c. Komposisi
Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung :
1. Virus Campak >= 1.000 CCID50
2. Kanamycin sulfat <= 100 mcg
3. Erithromycin <= 30 mcg
d. Dosis dan Cara Pemberian
Imunisasi campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara Subkutan, lebih baik pada lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum untuk 8 jam) dan itupun berlaku hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2°-8°C serta terlindung dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan. Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap infeksi.Di negara- negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit campak tinggi pada tahun pertama setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi terhadap campak dilakukan sedini mungkin setelah usia 9 bulan (270 hari). Di negara-negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio, (OPV dan IPV), Hepatitis B, dan Yellow Fever.
Tata Cara Pemberian Imunisasi Campak
Imunisasi campak dilakukan dengan menggunakan alat suntik sekali pakai (autodestruct syringe). Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk menghindari penularan penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis B.
Dengan cara :
1. Vaksin Campak dilarutkan dulu sebelum saat
pelayanan akan dimulai.
2. Buka tutup torak dan tutup jarum.
3. Tusukkan jarum tersebut ke vial vaksin. Pastikan ujung jarum selalu berada didalam cairan vaksin, jauh dibawah permukaan cairan vaksin, sehingga tidak ada udara yang masuk kedalam semprit.
4. Tarik torak perlahan-lahan agar cairan vaksin masuk kedalam semprit, sampai torak terkunci secara otomatis, torak tidak dapat ditarik lagi.
5. Cabut jarum dari vial, keluarkan udara yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai pada skala 0,5 cc.
6. Bersihkan kulit dengan air hangat, kemudian suntikan vaksin secara intramuskular (lakukan aspirasi sebelumnya untuk memastikan apakah jarum tidak menembus pembuluh darah). Alat suntik yang telah dipakai langsung dibuang kedalam insinerator tanpa penutup jarum dan penutup torak.
Untuk menghindari resiko tertusuk jarum, petugas kesehatan tidak
boleh memasang kembali penutup jarum.
Insinerator berisi alat suntik bekas pakai dibawa kembali ke Puskesmas
dan kemudian setelah penuh, baru dipakai.
7. Vaksin campak yang telah dilarutkan hanya bertahan 3
jam, setelah lewat waktu tersebut tidak boleh dipakai lagi.
8. Lokasi penyuntikan sebaiknya paha anak, tekhnis
penyuntikan sesuai juknis imunisasi.
e. Efek Samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8 - 12 hari setelah vaksinasi Terjadinya Encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan.
f. Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin campak. Walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi berat terhadap kanamycin dan erithromycin. Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk kontraindikasi. Individu Pengidap Virus HIV (HUMAN IMMUNODEFFICIENCY VIRUS).
Vaksin Campak kontraindikasi terhadap individu-individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, lymphoma atau generalized malignancy. Bagaimanapun penderita HIV, baik yang disertai gejala ataupun tanpa gejala harus diimunisasi vaksin campak sesuai jadual yang ditentukan.
g. Penyimpanan dan Daluarsa
Vaksin Campak beku-kering harus disimpan pada suhu dibawah 8 °C (kalau memungkinkan di bawah 0 °C) sampai ketika vaksin akan digunakan. Tingkat stabilitas akan lebih baik jika vaksin (bukan pelarut) disimpan pada suhu -20 °C. Pelarut tidak boleh dibekukan tetapi disimpan pada kondisi sejuk sampai dengan ketika akan digunakan. Vaksin harus terlindung dari sinar matahari.
Daluarsa : 2 tahun
h. Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial 10 dosis + 5 ml pelarut dalam
ampul.
Gambar Vaksin Campak
2.9 KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
a. Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campakvaccine - strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus poliovaccine- strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM) USA menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors).
b. Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian
besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
Derajat sakit resipien
Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
Derajat sakit resipien
Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan
produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi
menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors) Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
a.Dosis antigen (terlalu banyak)
b.Lokasi dan cara menyuntik
c.Sterilisasi semprit dan jarum suntik
d.Jarum bekas pakai
e.Tindakan aseptik dan antiseptik
f.Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
g.Penyimpanan vaksin
h.Pemakaian sisa vaksin
i.Jenis dan jumlah pelarut vaksin
j.Tidak memperhatikan petunjuk produsen
b.Lokasi dan cara menyuntik
c.Sterilisasi semprit dan jarum suntik
d.Jarum bekas pakai
e.Tindakan aseptik dan antiseptik
f.Kontaminasi vaksin dan perlatan suntik
g.Penyimpanan vaksin
h.Pemakaian sisa vaksin
i.Jenis dan jumlah pelarut vaksin
j.Tidak memperhatikan petunjuk produsen
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
a. Angka Kejadian KIPI
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka
kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4-24 jam setelah imunisasi.
Imunisasi Pada Kelompok Resiko
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup
bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada
bayi cukup bulab
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung HbsAg
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau
sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk
menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk kelompok resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi. (cfs/pedoman tata laksana medik KIPI bagi petugas kesehatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar