1.Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
2.1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
2.1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
3.Rentang respons marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
3.1.Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3.2.Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3.3.Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
3.5.Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4.Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996, hal
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
5.Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
5.1Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
5.2Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
5.3Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
5.2Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
5.3Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
6.Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
6.1Menyerang atau menghindar (fight of flight) Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
6.1Menyerang atau menghindar (fight of flight) Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
6.2Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
6.3Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
6.4Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
7.Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
7.1.Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
7.3.Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
7.5.Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
1.2.Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
1.2.Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.3.Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3.Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
2.2Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
3.1Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
3.2Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
3.3Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
4.1Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
3.1Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
3.2Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
3.3Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
4.1Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
4.2Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
4.3Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
5.1Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
5.2Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
6.1Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
6.2Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
6.3Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
7.1Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.2Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
7.3Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
4.3Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
5.1Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
5.2Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
6.1Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
6.2Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
6.3Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
7.1Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.2Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
7.3Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
7.4Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
7.5Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
8.1Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
8.2Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
8.3Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
7.5Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
8.1Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
8.2Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
8.3Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
8.4Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
8.5Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
9.1Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
9.2Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
8.5Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
9.1Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
9.2Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
3.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
2.2Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
1.1Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
2.2Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
2.3Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
3.1Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
3.2Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
3.3Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
4.1Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
4.2Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
4.3Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
3.1Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
3.2Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
3.3Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
4.1Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
4.2Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
4.3Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
4.4Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
5.1Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
5.2Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.3Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
6.1Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
6.2Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
5.1Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
5.2Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.3Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
6.1Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
6.2Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
6.3Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.
Sumber:
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
Posted on Maret 9, 2008 by harnawatiaj
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi kemarahan langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang menjadi sumber kemarahan tersebut.
B. Faktor Yang Melatar belakangi
Faktor yang melatar belakangi terjadinya perilaku kekerasan merupakan dampak dari berbagai pengalaman yang dialami tiap orang, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikuit dialami oleh individu :
1. Psikologis (kejiwaan), kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustrasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak , dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
2.Perilaku reinforcement (penguatan /dukungan) yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu menadopsi perilaku kekerasan.
3.Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)dan kontorol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permissive).
4.Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem persarafan diotak turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
C.Faktor Penyebab
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diriyang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
D.Tanda dan Gejala
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Sering pula klien memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul bila tidak senang. Wawancara diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan oleh seseorang.
E. Pengobatan Medik.
Beberapa obat yang sering digunakan untuk mengatasi perilaku agresif diantaranya :
1. Anti ansietas dan hipnotik sedatif contohnya : Diazepam (valium).
1.Anti depresan, contohnya Amitriptilin.
2.Mood stabilizer, contoh : Lithium, Carbamazepin.
3.Antipsikotik, contoh : Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine.
4.Obat lain :Naltrexon, Propanolol.
F. Penanganan (Keperawatan)
Ada tiga strategi tindakan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan, disesuaikan dengan sejauh mana tindakan kekerasan yang dilakukan oleh klien.
Strategi tindakan itu terdiri dari :
1. Strategi preventif, terdiri dari kesadaran diri, penyuluhan klien dan latihan asertif.
2.Strategi Antisipasi, terdiri dari komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku dan psikofarmakologi.
3.Strategi pengekangan, terdiri dari manajemen krisis, pengasingan dan pengikatan.
Penyuluhan
Klien perlu disadarkan tentang cara marah yang baik serta bagaimana berkomunikasi merupakan cara yang efektif untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan. Bahwa marah bukan suatu yang benar atau salah, harus disadari oleh klien. Untuk itu dari penyuluha klien untuk mencegah perilaku kekerasan berisi :
1. Bantu klien mengidentifikasi marah.
2. Berikan kesempatan untuk marah.
3. Praktekkan ekspresi marah.
4. Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata.
5. Identifikasi alternatif cara mengeksprasikan marah.
Latihan Asertif
Latihan aserti bertujuan agar klien bisa berperilaku asertif yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.Berkomunikasi langsung dengan orang lain.
2.Mengatakan tidak untuk permintaan yang tidak beralasan.
3.Mampu menyatakan keluhan.
4.Mengekspresikan apresiasi yang sesuai.
Tahap latihannya meliputi :
1.Diskusikan bersama klien cara ekspresi marah selama ini.
2.Tanyakan apakah dengan cara ekspresi marah tersebut dapat menyelesaikan masalah atau justru menimbulkan masalah baru.
3.Jelaskan cara-cara asertif.
4.Anjurkan klien untuk memperagakannya.
5.Anjurkan klien untuk menerapkan asertif dalam situasi nyata.
G.Cara Mengatasi marah (Peran Serta Keluarga Dalam Merawat Klien Yang Melakukan Perilaku Kekerasan)
Cara umum dapat diarahkan pada berbagai aspek :
Fisik : menyalurkan marah melalui kegiatan fisik seperti lari pagi, angkat berat, menari, jalan-jalan,olah raga,relaksasi otot
Emosi : mengurangi sumber yang menimbulkan marah, misalnya ruangan yang terang,sikap keluarga yang lembut
Intelektual : mendorong ungkapan marah, melatih terbuka terhadap erasaan marah, melindungi dan melaporkan jika amuk
Sosial : mendorong klien yang melakukan cara marah yang konstruktif (yg telah dilatih di rs)pada lingkungan
Spritual :bantu menjelaskan keyakinan tentang marah, meingkatkan kegiatan ibadah
Cara khusus yang dapat dilakukan keluarga pada kondisi khusus
Berteriak menjerit, memukul
Terima marah klien, diam sebentar
Arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak (bantal, kasur)
Setelah tenang diskusikan cara umum yang sesuai
Bantu klien latihan relaksasi (latihan fisik, olah raga)
Latihan pernafasan 2 kali/hari, tiap kali sepuluh kali tarikan dan hembusan nafas
Berikan obat sesuai dengan aturan pakai
Jika cara satu dan dua tidak berhasil, bawa klien konsultasi ke pelayanan kesehatan jiwa puskesmas, unit psikiatri RSU, RS. Jiwa)
Sedapat mungkin anggota keluarga yang melakukan perilaku kekerasan sedapat mungkin jangan diikat atau dikurung.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeer, 1995)
Kontinum antara agresif verbal – kekerasan fisik
Kontinum antara agresif verbal – kekerasan fisik
Perilaku kekerasan hasil dari kemarahan atau ketakutan yang ekstrim
Perilaku kekerasan dapat berupa
Verbal
Pada orang lain
Pada lingkungan
Diri Sendiri
Respons Adaptif & Respons Maladaptif
Asertif, Frustrasi, Pasif, Agresif, Kekerasan
FAKTOR PREDISPOSISI
Psikologis : Kegagalan – frustrasi, Masa kanak-kanak yang tidak Menyenangkan
Perilaku : Reinforcemen perilaku kekerasan, Terpapar perilaku kekerasan
Sosial Budaya :Tertutup – pendendam, Kontrol sosial tidak pasti
Bioneurologis : Kerusakan sistem limbik lobus frontal & temporal, Ketidakseimbangan Neurotransmiter
FAKTOR PRESIPITASI
KLIEN : Kelemahan fisik, Keputusasaan, Ketidakberdayaan, Percaya diri kurang
INTERAKSI : Kritikan, penghinaan, Kekerasan o biasa dilakukan
rang lain, Kehilangan orang yang dicintai, Provokatif & konflik
rang lain, Kehilangan orang yang dicintai, Provokatif & konflik
LINGKUNGAN : Padat, Ribut
TANDA & GEJALA
Observasi :
Muka merah, tegang, mata tajam
Mondar mandir, mengepal tinju
Memukul, merampas, memaksa
Wawancara :
Tanyakan :
Penyebab marah
Tanda dan gejala yang dirasakan
Perilaku kekerasan yang
MASALAH KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
Risiko mencederai
Gangguan harga diri = harga diri rendah
Rentang tindakan keperawatan :
Manajemen perilaku kekerasan
(Stuart & Laraia, 1998, hlm.628)
STRATEGI PENCEGAHAN : kesadaran diri, Pendidikan Kesehatan, Latihan Asertif
STRATEGI ANTISIPASI : Komunikasi, Perubahan Lingkungan, Pengekangan Fisik
STRATEGI
PENGEKANGAN
: Manajemen Krisis, Pembatasan Gerak, Psikofarmaka
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Kesadaran diri perawat
Pendidikan kesehatan
Latihan asertif
Strategi komunikasi
Strategi lingkungan
Strategi perilaku
Farmakologi
Manajemen krisis
LAPORAN PENDAHULUAN
Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.
Proses Terjadinya Masalah
Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Tanda dan Gejala :
Muka merah
Pandangan tajam
Otot tegang
Nada suara tinggi
Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
Memukul jika tidak senang
Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
(Budiana Keliat, 1999)
Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
Memperlihatkan permusuhan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
Mempunyai rencana untuk melukai
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku Kekerasan/amuk
Core Problem
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
(Budiana Keliat, 1999)
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Masalah keperawatan:
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan / amuk
Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data yang perlu dikaji:
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
Perilaku kekerasan / amuk
Data Subjektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang barang.
Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data objektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
Beri rasa aman dan sikap empati.
Lakukan kontak singkat tapi sering.
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bantu memilih cara yang paling tepat.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :
Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.
Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Jelaskan cara – cara merawat klien :
Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
Utamakan memberi pujian yang realistis.
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Beri pujian atas keberhasilan klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
Perilaku Kekerasan
Ditulis oleh Nenk
Pada tanggal 15 February 2010
Pada tanggal 15 February 2010
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995.
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain. Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian meliputi :
- Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang diserasakan oleh klien.
- Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain. Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian meliputi :
- Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang diserasakan oleh klien.
- Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu :
Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu :
Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima
Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang menunjukkan perilaku yang actual melakukan kekerasan yang ditunjukan pada diri sendiri/oarng lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan . marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995).
B. ETIOLOGI
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbu agresif atau amuk. Masa kanak-kanak tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiyaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Social budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan ada menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan dapat diterima (permissive).
4. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseibangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
C. TANDA DAN GEJALA
a. Fisik
a. Mata melotot/pandangan tajam
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah
e. Postur tubuh kaku
b. Verbal
a. Mengancam
b. Mengunpat dengan kata-kata kotor
c. Suara keras
d. Bicara kasar, ketus
c. Perilaku
a. Menyerang orang
b. Melukai diri sendiri/orang lain
c. Merusak lingkungan
d. Amuk/agresif
D. PATOFISIOLOGI
Factor-faktor dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan
E. PATHWAY
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
|
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
( Budiana Keliat, 1999)
F. KOMPLIKASI
Stroke
Gagal ginjal
Kebutaan
Gagal jantung
Beberapa komplikasi dari hipertensi :
Penyakit jantung koroner
Gagal jantung
Kerusakan pembuluh darah otak dapat berupa pecahnya pembuluh darah (stroke) dan kerusakan dinding pembuluh darah
Gagal ginjal
Kerusakan pada masa yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan
G. FOKUS PENGKAJIAN
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang‑barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang‑barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
H. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
I. FOKUS INTERVENSI
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (5th ed). St. louis : Mosby Year Book.
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar