Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

askep obat

A.    Definisi Obat
Menurut pengertian umum,obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan perubahan dalam fungsi biologis melalui proses kimia. Sedangkan definisi yang lengkap, obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan (1) pengobatan, peredaan, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan; atau (2) dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organik pada manusia atau hewan. Obat dapat merupakan bahan yang disintesis di dalam tubuh (misalnya : hormon, vitamin D) atau merupakan merupakan bahan-bahan kimia yang tidak disintesis di dalam tubuh.

B. Sejarah Munculnya Obat
1.  Obat-obatan pada Masa Awal Sejarah
Bahan obat-obatan dalam bentuk tumbuh-tumbuhan dan mineral telah ada jauh sebelum keberadaan manusia. Penyakit-penyakit yang diderita manusia dan naluri dari manusia untuk mempertahankan hidupnya telah memicu berbagai penemuan-penemuan obat, walaupun dalam bentuk yang sederhana. Sebagai contoh, naluri orang-orang primitif untuk menghilangkan rasa sakit pada luka adalah dengan merendamnya pada air dingin atau menempelkan daun segar pada luka.

Selain dari itu, banyak pula dari suku terdahulu yang mempunyai anggapan bahwa penyakit disebabkan oleh masuknya roh jahat ke dalam tubuh penderita. Pengobatan biasanya dilakukan dengan cara mengusir pengganggu yang masuk dari tubuh penderita. Dari sejarah diketahui bahwa cara pengobatan seperti ini memakai mantra, penggunaan bunyi-bunyian dan pemberian ramuan tumbuh-tumbuhan.









2.  Obat-obatan pada Masa Manusia Mengenal Tulisan
Ahli arkeologi menemukan tablet kuno dan tulisan-tulisan pada batu tentang dokumen ilmu kedokteran dan farmasi yang ditulis pada sekitar tahun 3000 sebelum masehi. Penemuan yang paling terkenal adalah Papyrus Ebers, suatu kertas yang panjangnya 60 kaki dan lebarnya 1 kaki pada abad ke-16 sebelum masehi di kuburan mumi oleh George Ebers, seorang Mesir berkewarganegaraan Jerman. Isi dari Papyrus Ebers menguraikan lebih dari 800 formula atau resep dan menyebutkan sekitar 700 obat-obatan. Obat-obatan tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan, dan beberapa obat berasal dari mineral dan hewan.

Pada masa itu bahan pembawa yang digunakan dalam sediaan adalah anggur, susu, madu dan bir. Lumpang, penggilingan tangan, ayakan dan timbangan biasa telah digunakan oleh orang Mesir untuk membuat suppositoria, obat kumur, pil, obat hisap, lotion, salep mata dan plester. Jadi pada masa tersebut, pembuatan obat-obatan masih sangat tradisional dan tidak efisien, selain itu hasilnya pun menjadi kurang efektif (misalnya untuk membuat obat jantung hanya bisa dibuat infus dari daun digitalis).

Di masa modern ini dengan semakin berkembangnya teknologi pembuatan obat (misalnya ekstraksi, timbangan elektrik yang peka, mesin tablet dan lain-lain) maka banyak ditemukan obat-obat baru yang lebih manjur, tidak beracun dan mudah dipakai. Hal ini bisa dipenuhi dengan ditemukannya bermacam-macam bentuk sediaan obat sesuai dengan penggunaannya seperti yang akan diterangkan dalam bagian 3 berikut ini.

C. Bentuk Sediaan Obat
1.  Kebutuhan akan Bentuk Sediaan Obat
Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasikan dengan satu atau lebih bahan yang bukan berkhasiat obat. Melalui penggunaan yang selektif dari bahan yang bukan berkhasiat obat ini sebagai bahan farmasi, maka akan dihasilkan bentuk sediaan obat yang bermacam-macam. Bahan farmasi ini akan melarutkan, mensuspensikan, mengentalkan, mengencerkan, mengemulsikan, menstabilkan, mengawetkan, mewarnai, memberi aroma, dan membentuk bermacam-macam zat obat menjadi berbagai bentuk sediaan farmasi yang manjur dan menarik. Masing-masing bentuk sediaan mempunyai sifat-sifat fisik yang khusus. Sediaan yang bermacam-macam ini merupakan tantangan bagi ahli farmasi di pabrik dalam membuat formula, dan bagi para dokter dalam memilih obat serta cara pemberiannya untuk ditulis dalam resep.

2.  Macam-macam Bentuk Sediaan Obat dan Penggunaannya
Sifat yang keras dan takaran yang rendah dari kebanyakan obat-obatan yang digunakan saat ini mempersulit masyarakat umum untuk dapat memperoleh takaran yang tepat dan aman dari bahan baku yang berkhasiat. Sebagian besar obat yang digunakan dalam takaran miligram sehingga sangat sedikit untuk ditimbang dengan timbangan biasa, kecuali dengan timbangan laboratorium yang peka. Sebagai contoh, Glibenclamide sebagai obat penyakit kencing manis, hanya membutuhkan kurang lebih 5 mg untuk takaran sekali minum. Dengan digunakannya timbangan laboratorium yang peka maka akan menghindarkan dosis yang tidak tepat (bahaya racun obat dapat diminimalkan).
Apabila takaran obat (misalnya sediaan tablet) terlalu kecil, maka harus dibuat dengan bahan pengisi atau pengencer sehingga ukuran dari 1 unit takaran cukup besar untuk diambil dengan ujung jari, sehingga menghasilkan obat yang mudah dipakai.
Disamping usaha untuk mendapatkan obat yang manjur, tidak beracun dan mudah dipakai, bentuk sediaan membutuhkan hal-hal lain sebagai berikut:
1.      Untuk melindungi zat obat dari pengaruh yang merusak seperti oksigen dan kelembaban (misalnya tablet salut dan ampul tertutup rapat).
2.      Untuk melindungi zat obat terhadap pengaruh yang merusak seperti asam lambung sesudah pemberian oral (misalnya tablet salut enterik).
3.      Menutupi rasa pahit, asin, atau bau tak enak dari zat obat (misalnya kapsul, tablet bersalut, sirup-sirup yang diberi pengenak rasa).
4.      Menyediakan sediaan cair dari zat yang tidak larut atau tidak stabil dalam pembawa yang diinginkan (misalnya suspensi).
5.      Menyediakan sediaan cair yang larut dalam pembawa yang diinginkan (misalnya larutan).
6.      Menyediakan obat dengan kerja yang luas, dengan cara mengatur pelepasan obat (misalnya tablet dan kapsul dengan pelepasan obat diatur).
7.      Mendapatkan kerja yang optimum pada tempat pemberian secara topikal (misalnya salep, krim, plester, obat mata, obat telinga dan obat hidung).
8.      Memberikan penempatan obat ke dalam salah satu lubang tubuh (misalnya suppositoria melalui anus dan ovula melalui vagina).
9.      Memberikan penempatan obat secara langsung ke aliran darah atau jaringan tubuh (misalnya injeksi).
10. Memberikan kerja obat yang optimum melalui pengobatan inhalasi (misalnya aerosol).


D. Penggolongan Obat
Berdasarkan undang-undang obat digolongkan dalam :
1. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter (disebut obat OTC = Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas.
1.1. Obat bebas
Ini merupakan tanda obat yang paling "aman" .
Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. Misalnya : vitamin/multi vitamin (Livron B Plex, )
1.2. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W). yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu (Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan sebagai berikut :
P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dianjurkan untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat - obat yang seharusnya diperoleh dengan mempergunakan resep dokter.

Apabila menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa menggunakan resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah memiliki izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak rusak, Perhatikan tanggal kadaluarsa (masa berlaku) obat, membaca dan mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat atau pada brosur / selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang Indikasi (merupakan petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan),
kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek yang diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang digunakan dan dengan makanan yang dimakan.
2. Obat keras
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain)
Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan.
3. Psikotropika dan narkotika
Obat-obat ini sama dengan narkoba yang kita kenal dapat menimbulkan ketagihan dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu.

Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.
3.1.Psikotropika
Psikotropika adalah Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Jenis –jenis yang termasuk psikotropika:
a. Ecstasy
b. Sabu-sabu
3.2. Narkotika
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh manusia.
Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.


Macam-macam narkotika:
a. Opiod (Opiat)
Bahan-bahan opioida yang sering disalahgunakan
:
• Morfin
• Heroin (putaw)
• Codein
• Demerol (pethidina)
• Methadone
b. Kokain
c. Cannabis (ganja)














1. Pengkajian
Nama klien                     : Tn. NN
Umur klien                     : 40 tahun
Alamat                           : Hajimena, Lampung Selatan
Pekerjaan                        : wiraswasta
Status Perkawinan         : sudah kawin

a. Data subyektif
   -Klien mengatakan tidak tahu tentang kerja obat.
   -Klien mengatakan tidak tahu tentang efek samping obat.
      -Klien mengatakan kepalanya pusing.
   -Klien mengatakan mudah lupa dengan apa yang akan dia kerjakan.
b. Data obyektif
   -Klien tampak menanyakan tentang obat yang diberikan oleh perawat.
   -Klien tampak bingung dengan obat yang diberikan oleh perawat.
   -Klien tampak memegangi kepalanya.
   -Klien tampak sering menguap.
   -Klien tampak bingung dengan apa yang akan dia kerjakan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Kurang pengetahuan tentang kerja obat, pemberian obat dan efek samping obat berhubungan dengan kesulitan bahasa/kurang informasi.
b.Resiko cidera berhubungan dengan efek samping obat ditandai oleh pusing, rasa kantuk.
c.Perubahan dalam proses berpikir berhubungan dengan ketidaksesuaian obat ditandai oleh pelupa.

3. Intervensi keperawatan
No Dx
Tujuan/Kriteria hasil
Intervensi
1.






2.







3.


Klien tidak mengalami kurang informasi tentang kerja, pemberian, dan efek samping obat.



Klien tidak mengalami cedera akibat efek samping obat.






Klien tidak mengalami perubahan dalam proses berpikir
1.      Berikan informasi tentang  kerja obat yang diberikan.
2.      Berikan informasi tentang  pemberian obat.
3.      Berikan informasi tentang  efek samping obat yang diberikan.

1.      Anjurkan klien untuk istirahat selama masa pemberian obat.
2.      Anjurkan klien untuk tidak beraktifitas selama masa pemberian obat.
3.      Anjurkan klien untuk melakukan kompres hangat.

1.      Anjurkan anggota keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
2.      Bantu klien dalam aktifitasnya.


  1. Implementasi
No. Dx
Implementasi
Pa raf
1.





2.






3.


1.      Memberikan informasi tentang  kerja obat yang diberikan.
2.      Memberikan informasi tentang  pemberian obat.
3.      Memberikan informasi tentang  efek samping obat yang diberikan.

1.      Menganjurkan klien untuk istirahat selama masa pemberian obat.
2.      Menganjurkan klien untuk tidak beraktifitas selama masa pemberian obat.
3.      Menganjurkan klien untuk melakukan kompres hangat.

1.      Menganjurkan anggota keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
2.      Membantu klien dalam aktifitasnya.














5. Evaluasi
No. Dx
Evaluasi
Paraf
1








2.





3.
S :-Klien mengatakan tahu tentang pemberian obat.
 -Klien mengatakan tahu tentang kerja obat obat.
O:-Klien tampak rileks.
 -Klien dapat menjelaskan kerja, pemberian obat.
A:Masalah teratasi sebagian.
P :Lanjutkan intervensi
     Berikan informasi tentang efek samping obat.

S :-Klien mengatakan sudah tidak pusing.
O:-Klien tampak sudah tidak sering menguap.
-Klien tampak tidak memegangi kepalanya.
A:Masalah teratasi seluruhnya.
P :    -

S :-Klien mengatakan tidak mudah lupa dengan apa yang akan dia kerjakan.
O:-Klien tampak tidak bingung.
A:Masalah teratasi seluruhnya
P :    -




Implikasi keperawatan :
Pengkajian :
1.                   Kaji pasien adanya infeksi (TTV,luka, sputum, urine, feses)
2.                   Riwayat pasien sebelum memulai therapi, dan riwayat sensitivitas  negatif terhadap penisilin
3.                   Observasi adanya tanda2 dan gejala2 anafilaksis ( ruam, pruritus,edema larynx)
4.                   Ambil specimen untuk kultur dan sensitivitas sebelum therapi
Diagbosis keperawatan :
1.     resiko tinggi infeksi (indikasi dan efek samping)
2.     Kurang pengetahuan s/d program pengobatan
3.     Ketidakpatuhan s/d program pengobatan

Implementasi :
·  Beri dosis dalam dosis terbagi perhari
·  Dapat diberikan bersama makan untuk mengurangi efek samping GI

Penyuluhan pasien /keluarga :
1.     instruksikan pasien minum obat  dalam dosis terbagi per hari, menghabiskan seluruh obat sesuai petunjauk
2.     beritahu pasien untuk melaporkan  tanda2 superinfeksi
3.     Instruksikan pasien untuk memberitahu dokter bila gejala tidak membaik atau mual, muntah walaupun obat diberikan bersama makanan.
4.     Ajarkan  pasien dengan riwayat penyakit jantung rematik atau penggantian katup

Evaluasi :
1.     Hilangnya tanda dan gejala infeksi.
2.     Lamanya waktu yg diperlukan untuk hilangnya gejala secara sempurna

















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1. Sebagai perawat, kita harus mengetahui berbagai macam obat menurut  penggolongannya demi memberikan efek teraupetik yang maksimal bagi klien dan menekan seminimal mungkin efek samping obat tersebut bagi klien.
2. Obat yang aman dan baik yaitu yang manjur, tidak beracun, mudah dipakai,  diperoleh dengan perkembangan teknologi pembuatan obat dan mempunyai efek samping yang minimal apabila dimerikan pada klien.
3. Macam-macam bentuk sediaan obat memberikan pilihan untuk menentukan cara pengobatan yang akan memberikan hasil yang lebih efektif.

B.     Saran
Tips untuk menghindari membeli obat palsu.
Sangat sulit untuk membedakan obat palsu dan yang asli hanya dari tampilan fisiknya.  Bentuk, warna dan kemasan obat palsu sangat mirip dengan obat asli. Obat palsu hanya dapat dideteksi melalui uji laboratorium. Oleh karena itu,untuk menghindari membeli dan mengkonsumsi obat palsu : Belilah obat resep/keras hanya di apotek.
  1. Periksalah penandaan obat apakah mencantumkan dot hijau, biru atau merah
    Nama obat
    Nama produsen
    Tanggal kadaluarsa
    Harus ada Nomor Ijin Edar (NIE) dari Badan POM
2.      Laporkan ke dokter jika tidak ada kemajuan setelah minum obat.
Ini merupakan petunjuk untuk obat-obatan manusia
Keterangan tanda Dot:


 Green Dot:
Over The Counter’ artinya dijual bebas.
Obat-obatan dapat dijual di toko obat tanpa resep dokter dan tanpa pengawasan apoteker.  Pemasaran atau promosi di media  diperbolehkan.

Blue Dot:
Obat-obatan dalam kategori ini hanya dapat dijual di apotek.  Namun tanpa resep dokter.

 Red Dot :
Obat-obatan dalam kategori ini harus dibeli dengan resep dokter dan harus dibawah pengawasan apoteker. Produk dengan Red Dot tidak boleh dipromosikan melalui media.























DAFTAR PUSTAKA


Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia.



Tidak ada komentar: