Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KORNEA

Beberapa gangguan kornea

1. Keratokonus

Keratokonus adalah penyakit degeneratif  yang menyebabkan penipisan umum dan protrusi (penjulangannya) kornea ke depan yang menyebabkan kornea berbentuk kerucut. Jarinagn parut lienar terjadi pada dasar kerucut. Etiologi belum diketahui, tetapi ada kecenderungan herediter dan berhubungan dengan sindrom down, aniridia, sindrom marfan, asma, dermatitis atopik, dan retinitis pigmentosa. Gejalanya penipisan kornea dan penonjolan bagian tengah kornea ke depan disetai ruptur membran descemet dan pembentukan jaringan parut yang superfisial di apeks kornea, pandangan kabur yang berhubungan dengan astigmatisme tidak stabil yang progresif akibat perubahan bentuk kornea.


Perubahan bentuk kornea ini dibuktikan dengan distorsi refleks kornea. Penonjolan kornea dapat sedemikian besar sehingga dapat menekan palpebra inferior jika melihat ke bawah. Awitan gejala biasanya terjadi pada umur belasan tahun dengan progresi tercatat pada individu kurang lebih 30 tahun. Setelah beberapa tahun dapat timbul perforasi jika kornea sangat tipis.


Gangguan ini ditandai oleh deposisi substansi abnormal yang menyebabkan perubahaan pada struktur kornea. Distrofi kornea yang noninflasi terjadi bilateral. Perjalanan progresif, lambat dan mulai pada umur 20-30 tahun. Ada yang timbul herediter, setelah peradangan, idiopatik. Distrofi  diklasifikasikan menjadi epitelis, stornal atau endotelial, bergantung pada lokasi anemik deposid abnormal. Derajat p[enurunan fisual bergantung pada jumlah dan lokasi kegelapan stroma dan adanya bula. Infeksi bersifat sekunder sampai dapat menimbulkan ulkus kornea.






Gambar 2.2 Distrofi

3. Keratitis
Keratitis adalah inflamasi kornea akibat infeksi atau iritasi








Gambar 3.1 Keratitis

Keratitis pemajanan
Infeksi ini terjadi akibat penutupan kornea oleh kelopak mata atas yang tidak adekuat. Terjadi lebih sering pada klien eksoftalmus dan pada klien yang tidak dapat menutup kelopak mata setelah stroke atau selama koma, deformitas palpebra karena trauma dan paralisis nervus fasialis. Daerah-daerah kecil yang agak cekung akan tampak pada permukaan kornea dan disebut erosi epitelium pungtata pengobatannya bergantung pada penyebab.








Gambar 3.2 keratitis pemajanan


Keratitis akantamuba
Keratitis ini adalah infamasi akibat amuba yang hidup di air, tanah, dan udara. Organisme ini dapat ditemukan pada air suling yang terkontaminasi. Bentuk keratitis ini meningkat pada klien yang menyiapkan sendiri larutan salin dari air suling dan tablet garam untuk membersihkannya, desinfeksi dan menyimpan lensa kontak. Bias terjadi pada bukan pemakaian lensa kontak setelah terpapar air/tanah tercemar. Gejala awalnya rasa sakit, kemerahan dan fotofobia. Pandangan menjadi kabur jika bagian tengah korne terkena.










Gambar 3.3 keratitis akantamuba

4. Ulkus kornea

Adanya robekan pada epitel kornea yang utuh dapat memberikan pintu masuk pada bakteri, virus dan jamur. Integritas epitel kornea dapat dirusak oleh inflamasi, kekeringan kornea dan cidera kimia mekanis. Ulkus dapat mengenai epitel, stoma atau endotel. Jika lesi mencapai stoma ke dalam, proses penyembuhan menjadi lambat dan menyebabkan terbentuknya jaringan parut.
Gejalanya, epifora, fotofobia, iritasi okuler.
Pencegahannya dengan menggunakan kacamata, batas kortikosteroid, dan menutup kornea pada klien dengan resiko







 Gambar 4.1 Ulkus Kornea


2. Patofisiologi

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, maka kebanyakan lesi kornea, superficial maupun profunda (dalam) akan menimbulkan rasa sakit dan fotofabia. Rasa sakit ini diperberat oleh gesekan pelpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan terutama jika terletak di pusat.
Fotofobia  pada penyakit kornea dalah akibat kontraksi iris mengalami radang yang sakit. Dilatasi iris Adela fenomena reflex yang disebabkan oleh iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea dan minimal pada keratitis herpes (karena terjadi hipestesi pada penyakit ini), juga merupakan tanda dignostik berharga. Meskipun mata berair dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, tetapi tidak ada kotoran mata kecuali pada ulkus bakteri purulen (Vaughan, Asbury, 2000)







3. Intervensi bedah
Terapi jaringan parut yang parah Adalah keratoplasti (transplantasi kornea) yaitu pengangkatan jaringan kornea klien dan menggantinya dengan jaringan kornea dari donor. Ada dua jenis keratoplasti yaitu :
a.       Keratoplasti lamelar (keratoplasti partial thickness) Adalah mengangkat lapisan superficial kornea diganti dengan jarinagn donor
b.      Keratoplasti penetrasi Adalah mengangkat semua jaringan kornea klien dan diganti dengan jaringan donor

4. Perawatan kolaboratif
A. Perawatan preoperasi
Transplantasi kornea bukan operasi yang direncanakan jauh hari. Operasi baru dilaksanakan jika donor tersedia. Resipien diberitahu beberapa jam sampai sata hari sebelum pembedahan. Karena klien diberitahu secara mendadak, maka selam perjalanan dari rumah klien sampai rumah sakit, kondisi psikologis klien harus disiapkan. Klien tidak boleh cemas, kemudian beri penjelasan tentang prosedur operasi yang sama dengan operasi lain.
1.      Lakukan pemeriksaan fisik dan tanda vital. Adanya kemerahan, secret berair dan purulen atau edema di sekitar mata harus segera dilaporkan ke dokter mata
2.      Tetes mata antibiotok. Agens ini diberikan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
3.      Pemasangan infus dan pemberian sedatif serta pengosongan kandung kemih
4.      Beritahu klien bahwa anastesi fasial dan retrobulber Adela yang khas digunakan
5.      Intruksikan klien pentingnya berbaring diam selama prosedur, jiak tidak mampu berbaring lama, anestesi umum dapat digunakan




B. Intervensi pacaoperasi
Sekembalinya ke ruangan, perawat mengkaji tanda vital, tingkat kesadaran dan bebat dengan sgera. Ahli oftalmologi harus memperhatikan setiap perubahan yang signifikan pada tanda vital atau drainase pada bebat.
1.      Tanda vital dikaji tiap 30 menit selama 2 jam
2.      Berikan bebat dan penutup mata sampai ada perintah khusus untuk mengangkat/mengganti oleh dokter bedah. Rasional : bebat dibiarkan utuh untuk mencegah membukanya mata yang akan mengiritasi jahitan, mencegah gesekan kelopak mata terhadap kornea dan meningkatkan penyembuhan/perbaikan epitel.
3.      Beritahu dokter jika ada drainase yang signifikan. Rasional : pengenalan komplikasi secara dini akan mempercepat mulainya tindakan
4.      Lakukan tindakan khusus sejak klien tidak dapatmelihat pada mata yang dibebat :
a.       Reorientasi klien terhadap lingkungan
b.      Atur makanan dalam tempatnya dan berikan deskripsi tentang lokasinya
c.       Letakkan bel pemanggil, telepon dan alat-alat lain dalam jangkauan klien atau di tempat yang mudah dijangkau
d.      Dekati klien dari sisiyang tidak dibebat, ketuk pintu sebelum memasuki ruangan dan panggil nama klien serta jelaskan tujuan kunjungan
e.       Berikan stimulasi sensori seperti radio, TV atau percakapan. Rasional : memberikan kenyamanan pada klien
5.      Bebat dan shield dibuka oleh ahli oftalmologi pada hari berikutnya, virus dan tekanan intraokuler diukur. Bebat mata (non-pressure) diganti setelah mata diperiksa. Jika klien harus mempertahankan bebat selama control, perawat mengintruksikan klien untuk menggunakan bebet dan demonstrasikan pada klien cara pemasangan. Intruksikan klien untuk menggunakan shield pada malam hari selama 1 bulan dan saat berada di antara anak-anak
6.      Observasi dan laporkan komplikasi pembedahan :
a.       Perdarahan. Perdarahan dari jahitan dapat disebabkan oleh ketidak adekuatan hemostasis atau peningkatan TIO
b.      Kebocoran kulit. Disebabkan oleh kegagalan jahitan untuk menutup kulit secara adekuat dan untuk mencegahakuos humor keluar. Darah mungkin terdapat di kamera anterior mata. Kanera anterior mata mungkin dangkal dan okuos humor dapat juga menyebabkan pucatnya pembuluh darah konjungtiva yang dekat
c.       Infeksi. Pembedahan juga membuat jalan masuk bagi mikroorganisme. Mata menjadi kemerahan, drainase jernih dapat menjadi purulen dan nyeri meningkat
d.      Rejeksi graft. Walaupun kornea tidak mempunyai suplai darah, reaksi penolakan dapat terjadi. Proses inflamasi dapat dimulai pada kornea donor dekat batas graft dan bergerak ke tengah. Virus menurun secara signifikan. Kornea menjadi agak suram. Terapi meliputi penggunaan kortikosteroid topical secara sering. Jika proses penolakan berlanjut, kornea menjadi buram dan pembuluh darah mulai bercabang ke dalam jaringan yang buram

5. Asuhan keperawatan
Pengkajian
Anamnesis
Data demografi, yang meliputi :
1.      Umur. Keratokonus terjadi pada umur belasan, sedangkan herpes zo ster terjadi pada umur yang lebih tua
2.      Jenis kelamin. Distrofi endothelial lebih sering pada wanita

Masalah kesehatan sekarang, yang meliputi :
1.      Lokasi. Nyeri mata dapat mengindikasikan abrasi/ulkus kornea. Nyeri wajah mengidentifikasikan adanya herpes zoster oftalmikus
2.      Kualitas. Nyeri herpes zoster oftalmikus bersifat panas. Nyeri ulkus kornea bersifat sensasi adanya benda asing
3.      Kuantitas. Nyeri parah terjadi pada infeksi ulkus pseudomonas. Nyeri ringan terjadi pada keratitis akantamuba (penilaian peningkatan nyeri dapat menggunakan skala nyeri 1-10)
4.      Waktu. Meliputi lamanya awitan gangguan visual hingga timbulnya keluhan. Pada ulkus pseudomonas terjadi beberapa jam, sehingga keratokonus lebih lama
5.      Setting. Lokasi klien saat gejala terjadi
6.      Factor yang memperparah dan mengurangi. Misalnya visus meningkat setelah lensa kontak dibuka beberapa hari
7.      Manifestasi yang berhubungan. Secret mukopurulen menimbulkan sensasi benda asing yang merupakan indikasi ulkus kornea

Riwayat trauma. Benda asing dan abrasi merupakan penyebab paling umum pada lesi kornea
1.      Riwayat penglihatan. Pembedahan, penggunaan kaca mata, lingkunagn kerja (baik kerja atau rumah)
2.      Riwayat penyakit kornea. Keratitis akibat herpes simpleks umumnya sering kambuh

Kondisi medis, meliputi penyakit sistemik seperti diabetes militus, AIDS atau keganasan yang menyebabkan imunosupresi selain oleh terapi imunosupresi khusus

Riwayat medikasi, termasuk pemakaian obat okal ileh klien. Kortikosteroid merupakan predisposisi penyakit bakteri, fungi atau virus terutama keratitis herpes simpleks

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan penurunan visus, terutama jika lesi terjadi pada daerah pupil, fotofobia, lakrimasi, iritasi ringan, secret yang mengandung cairan keruh tanda infeksi, kornea tampak keruh/berkabut/gelap, uji fluoresin menunjukkan warna hijau. Jka penyebabnya Adela herpes virus, gambaran lesi tampak seperti cabang-cabang kecil (dendritik).

Psikososial
Pada pengkajian psikososial perlu dikaji semua elemen konsep diri

6. Diagnosis dan intervensi keperawatan
Perubahan sensori/persepsi (visual) yang berhubungan dengan berkurangnya kejernihan kornea
Tujuan, klien akan :
1.      Mengalami peningkatan penglihatan
2.      Mendemonstrasikan kemempuan maksimal untuk menggunakan pandangan yang ada

Intervensi keperawatan :
1.      Kaji dan dokumentasikan ketajaman penglihatan (visus). Rasional: menunjukkan seberapa bagus visus klien
2.      Dapatkan deskripsi fungsional tentang apa yang bias dan tidak bias dilihat oleh klien. Rasional: memberikan data dasar tentang pandangan akurat klien dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perawatan
3.      Adaptasikan lingkungan dengan kebutuhan visual klien. Bantu klien dalam menggunakan pandangan fungsionalnya. Rasional: meningkatkan perawatan diri klien yang akan menurunkan ketergantungan klien pada perawat
4.      Gunakan kacamata dan hindari sinar langsung. Rasional: klien sering mengalami fotofobi sehingga cahaya akan menyulitkan klien
5.      Kolaborasi dalam pelaksanaan pembedahan

Potensial cidera yang berhubungan dengan penurunan lapang pandang (kesulitan dalam proses informasi sensori dan dalam melihat lingkungan berbahaya)

Tujuan, klien akan :
Klien tidak mengalami cidera selama di rumah sakit (karena cidera/jatuh dapat menyebabkan pendarahan/trauma pada mata dan berefak negative terhadap hasil pembedahan)

Intervensi keperawatan :
1.      Kaji visus pada mata yang tidak debebat dan berikan bantuan sesuai kebutuhan
2.      Orientasikan klien pada lingkungan, bersihkan jalan yang dilewati klien dan yakinkan ruangan dalam keadaan terang
3.      Jangan memindah barang di ruangan tanpa persetujuan klien
4.      Pindah barang-barang yang berbahaya, jaga tempat tidur pada posisis rendah dan letakkan tempat sampah di luar area yang dilewati klien
5.      Letakkan bel pemanggil pada tempat yang mudah dijangkau
6.      Bantu klien makan sesuai indikasi
7.      Intruksikan klienbahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien sesuai kebutuhan
8.      Informasikan kepada klien bahwa penutup mata, lensa/kacamata digunakan siang hari dan penutup mata pada malam hari

Nyeri yang berhubungan dengan iritasi ujung saraf kornea
Tujuan, klien akan :
Melaporkan penurunan/hilangnya nyeri 30 menit setelah tindakan keperawatan

Intervensi keperawatan :
1.      Berikan analgesic oral sesui program dokter seperti kodein/asetminofen
2.      Nyeri/nyeri hebat disertai mual Adela indikasi peningkatan TIO. Laporkan segera pada ahli oftalmogi dan tingkatkan tempat tidur bagian kepela minimal 30 derajat untuk mengurangi pembentukan edema
3.      Ciptakan lingkungan yang tenang. Kurangi cahaya jika mengganggu klien


8. Diagnosis tambahan:
1.      Ansietas yang berhubungan denganpotensial terganggunya pandangan dan kemungkinan kegagalan untuk mendapatkan pandangan yang bermakna
2.      Berduka adaptif yang berhubungan dengan kehilangan pandangan actual/potensial
3.      Gangguan citra tubuh yang berhubungan denganperubahan penampilan kornea
4.      Ketidak efektifan koping individu yang berhubungan dengan kesulitan temporer/permanen dalam mempertahankan peran keluarga dan komunis
5.      Isolasi social yang berhubungan denganketakuatan derajat cidera, keengganan meningkatkan lingkungan keluarga atau ketakutan terhadap keadaan yang memalukan
6.      Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan benturan pengaruh penurunan pandangan terhadap gaya hidup
7.      Ketidak berdayaan yang berhubungan dengan benturan pengaruh penurunan pandangan terhadap gaya hidup
8.      Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk beristirahat akibat kebutuhan penggunaan obat mata yang sering
9.      Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan pandangan

Evaluasi
1.      Menunjukkan peningkatan fungsi visual
2.      Menurunnya/hilangnya nyeri
3.      Bebas dari cidera
4.      Menurunnya ketakutan hilangnya penglihatan secara verbal
5.      Menguraikan regimen terapi
6.      Adaptasi gaya hidup

Rencana pemulangan
1.      Bantu mengidentifikasi dan mengoreksi barang-barang yang berbahaya di rumah
2.      Rujuk klien ke institusi kesehatan sesuai kebutuhan
3.      Instruksikan klien untuk tidak membungkuk melebihi pinggang menggaruk ataupun menggosok mata
4.      Tinjau ulang perawatan kelopak mata
a.       Lembabkan bola kapas dengan cairan irigasi mata
b.      Tutup mata dan usapkan secara lembut ke bulu mata dari medial ke lateral kantus
c.       Gunakan satu bola kapas untuk setiap usapan
5.      Intruksikan klien tentang pengecekan visus:
a.       Cek visus menggunakan focal point yang sama tiap hari
b.      Laporkan pada dokter segera jika visus menurun atai jika objek yang sebelumnya jelas menjadi tidak jelas
6.      Berikan informasi tentang obat:
a.       Teteskan obat secara aseptic
b.      Jadwal pemberian
7.      Motivasi pentingnya control teratur ke rumah sakit atau dokter pada hari ke 1, 3, 7 setelah keluar dari rumah sakit. Selanjutnya bergantung pada kondisi klien.























Memasang Balutan Mata

Alat dan bahan
1.      kasa
2.      plester


Prosedur
Rasional
a. Balutan Non-Pressure

1. siapkan peralatan
2. jelaskan prosedur pada klien
3. Cuci tangan
4. instruksikan kien menutup mata
    secara pelan
5. letakkan kasa pada mata yang
    tertutup (gambar A)
6. rekatkan plester dari pipi ke dahi
    secara diagonal, tarik plester
    sedikit atau secukupna dengan
    menarik pipi sedikit keatas
    (gambar B)
7. tutup kasa dengan plester tumpang
    tindih (gambar C)

B. Balutan Pressure

1. siapkan peralatan :
    - 2 kasa untuk tiap mata yang
       memerlukan pengobatan
    - plester
2. jelaskan prosedur pada klien
3. cuci tangan
4. instruksika klien menutup mata
    secara pelan
5. tekuk salah satu kasa letakkan
    diatas kelopak mata yang tertutup
    dan telakkan kasa kedua (yang
    tidak ditekuk) diatasnya (gambar
    D)
6. rekatkan plester dari pipi ke dahi
    secara diagonal, tarik plester
    sedikit atau secukupna dengan
    menarik pipi sedikit keatas
7.  tutup kasa dengan plester
     tumpang tindih

Menjamin tersedianya peralatan
Menurunkan kecemasan klien
Menurunkan potensi kontaminasi silang
Memfasilitasi relaksasi komplet kelopak mata
Memberikan tekanan ringan pada palpebra
Menahan kasa pada mata yang tertutup



Menjamin tetapnya tekanan pada kelopak mata









Menurunkan kecemasan klien
Menurunkan potensi kontaminasi silang
Memfasilitasi relaksasi komplet kelopak mata
Memberikan tekanan pada kelopak mata dan untuk mempertahankan kasa pada palpebra


Menahan kasa pada mata yang tertutup



Menjamin tetapnya tekanan pada kelopak mata




Tidak ada komentar: