Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFERENIA DAN PSIKOSIS LAINNYA

Istilah skizoferenia mulai dipakai pada tahun 1908 oleh seorang psikiater Swiss bernama Eugen Bleuler. Kata ini berasal dari bahasa Yunani : skhizo (terbelah) dan phren (pikiran).

Perjalanan penyakit
Fase I : Kepribadian schizoid
yaitu orang yang mengalami tidak mampu bergaul, punya pengalaman yang terbatas dan tidak mampu mengekspresikan perasaannya dengan benar. Pasien tidak senang bergaul dan lebih senang menyendiri. Pasien terlihat dingin dan lain dari orang lain. Tidak semua orang yang punya kepribadian schizoid berkembang menjadi skizoferenia tetapi pasien skizoferenia dimulai dari kepribadian schizoid.

Fase II : Fase prodormal
Ciri-ciri fase ini adalah menarik diri, tidak mampu melakukan fungsi hidupnya, perilakunya khas dan aneh, menolak merawat diri dan berdandan, afek datar atau tidak tepat, gangguan komunikasi, pikiran berlebihan, pengalaman persepsi tidak biasa, tidak ada inisiatif atau energy. Lamanya fase ini bisa sebentar, bisa bertahun-tahun baru menjadi skizoferenia.


Fase III : Skizoferenia
Pada fase-fase ini, tanda skizoferenia sudah nyata. Berdasarkan DSM-IV-TR, ciri-ciri skizofernia adalah :
1. Gejala (dua atau lebih dari tanda-tanda berikut ini) :
a. Timbulnya gejala yang satu dengan lainnya minimal satu bulan)
b. Waham
c. Halusinasi
d. bicara tidak terkordinasi
e. perilaku tidak beraturan atau katatonia
f. gejala negative (afek datar, lesu, tidak bisa menyelesaikan pekerjaan/tugasnya.

2. Disfungsi sosial/pekerjaan.
Sejak timbul gejala, pekerjaan, hubungan dengan orang lain, tugas-tugas di rumah, perawatan diri dibawah pencapaian sebelumnya atau bila terjadi pada masa anak-anak dan remaja, orang tersebut tidak mampu mencapai prestasi akademik atau prestasi kerja.



3. Lamanya : Lama gejala minimal 6 bulan
4. Gangguan mood :
1. ada depresif mayor, maniak, atau manic depresif
2. ada masa aktif dan residual
3. gejala timbul bukan karena pengaruh obat atau penyakit sistemik lainnya atau gangguan perkembangan.

Fase IV : fase residual
Pasien skizoferenia biasanya punya riwayat tenang, kambuh atau menghebat. Fase residual biasanya timbul setelah fase akut dimana gejalanya sama seperti pada fase prodormal (gejala yang menonjol adalah afek datar dan gangguan fungsi tubuh)

Faktor presdisposisi
1. Pengaruh biologis
Pengaruh genetik seperti orang tua atau saudara sekandung (5-10%), kembar monozigot memiliki kecenderungan empat kali daripada dizigot. Pengaruh keseimbangan biokimia dalam tubuh juga mempengaruhi,
2. Pengaruh fisiologis
Karena infeksi virus, kelainan anatomi di otak dan penyakit seperti epilepsy, trauma kelahiran, kecanduan obat atau alcohol, Parkinson dan sebagainya.
3. Pengaruh Psikologis
Adanya konflik dalam keluarga, orang tua tidak bisa mengasuh dan keluarga disfungsi
4. Pengaruh lingkungan
Banyak mengenai masyarakat dengan ekonomi lemah, perumahan kumuh, tidak ada perawatan antenatal, gizi kurang, kemiskinan dan diskriminasi

Jenis-jenis skizoferenia
1. Disorganinezed Schizophrenia (S. hebefrenik)
Timbul dibawah umur 25 tahun, kronis, perilaku regresi dan primitive, kontak realita sangat buruk, afek datar dan tidak tepat, terlihat dungu, pembicaran inkohern, otot wajah bergerak-gerak dan ada gerakan-gerakan bagian tubuh, kebersihan dan penampilan buruk.
2. Catatonic Schizophrenia
Ciri-cirinya adalah gerakan motorik tertentu dalam waktu yang lama. Katatonia stupor adalah kondisi dimana perilaku dan kegiatan spontan pasien tidak ada, pasien melakukan gerakan tertentu selama berjam-jam, bila akan digerakan, akan terasa kaku, pasien tidak mau bicara dan tidak inisiatif. Bangkitan kakatonia, gerakan motorik sangat hebat, tidak ada tujuan, disertai teriakan atau bicara. Pengawasan dilakukan agar pasien tidak kelelahan, menyerang orang lain dan diri sendiri.

3. Paranoid Schizophrenia
Pasien curiga pada orang lain, merasa dirinya terancam, biasanya bisa juga disebabkan halusinasi dengar
4. Undifferentiated Schizophrenia
Kondisi pasien sukar digolongkan karena memiliki banyak gejala-gejala
5. Residual Schizophrenia
Pasien ada riwayat skizoferenia, masih mempunyai gejala-gejala sisa walaupun tidak dalam keadaan kambuh.
6. Schizoaffective disorder
Pasien mengalami gangguan alam perasaan, seperti mania, depresif atau campuran keduanya, serta gejala lainnya.
7. Gangguan waham : jenis erotomania (merasa ada orang hebat yang sedang mencintainya), jenis grandiose (merasa ada hubungan dengan orang hebat, merasa dirinya hebat, punya kuasa, cerdas), jenis cemburu (merasa pasangan hidupnya tidak setia), jenis eksekutor (merasa ada orang yang akan mengaiaya dirinya, membunuhnya), jenis somatic (merasa mual karena mencium bau dirinya, merasa ada serangga di kulitnya, ada cacing di perut, tubuhnya jelek, anggota tubuhnya tidak berfungsi)
8. Psikotik karena gangguan organic
9. psikotik ksarena obat atau alcohol.

Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian data pasien dengan skizoferenia merupakan proses yang rumit, berdasarkan dari berbagai sumber. Klien pada saat akut susah untuk dikaji sehingga pengumpulan data bisa berasal dari keluarga, dokumentasi kesehatan di rumah sakit atau dari orang-orang sekitarnya yang tahu riwayat pasien. Faktor-faktor yang dikaji :
a. isi pikir
Waham : Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan, kecerdasan dan budaya pasien. Pasien tetap mempertahankan walaupun tidak ada bukti yang mendukung. Jenis-jenis waham adalah :
1.Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya punya tambang emas”
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Perasaan dan perilakunya sesuai dengan wahamnya. Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh: “Ini khan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
6. Waham akan merasa akan dibunuh/dianiaya
Meyakini bahwa dirinya sedang terancam atau akan dibunuh. Misalnya : Ada kelompok yang akan membunuh saya.
7. Waham ada yang mengkontrol atau yang mempengaruhi
Meyakini ada orang yang menguasai pikiran dan perilakunya. Misalnya : Dokter gigi itu memasukan chips ke gigi saya supaya dia bisa mengontrol perilaku saya.
8. Berpikir magis
Berpikir seperti anak-anak, berpikir bahwa dia bisa menguasai pikiran dan perilaku orang lain. Misalnya : Kalau kamu melangkah lagi, maka jiwa terpisah dari raga.

b. Bentuk pikiran
1. Associative Looseness : Proses pikir ditandai dengan pembicaraan yang berisi ide irasional yang berganti-ganti. Individu tidak menyadari bahwa topik pembicaraannya tidak berkesinambungan. Bila kondisinya parah, pembicaraan menjadi inkoheren. Misalnya : kami mau naik bis tetapi bandara menutup semua jalan. “tak seorangpun butuh karcis ke surga, tapi kami punya banyak karcis di kantong.
2. Neologism : Pasien membentuk kata-kata baru, orang lain tidak mengerti tetapi bagi pasien itu merupakan suatu simbol. Misalnya : Ibu saya mau memberikan pulung kati.
3. Concrete thingking : Pikirannya kembali ke tingkat perkembangan kognitif sebelumnya, berpikir konkrit dan pasien sukar berpikir abstrak. Misalnya : Tidak bisa mengarti pepapatah “habis manis, sepanhdibuang”
4. Clang Associations : Pemilihan kata sengaja dengan suku kata yang berulang, misalnya : It is very cold. I am old and bold. The gold has been sold. Hati saya patah karena patah hati, jadi saya jalan lemas, sampai dipapah dan akhirnya kuku saya patah karena dahan patah.
5. Word salad : Pasien berbicara dengan rangkaian kata yang tidak beraturan dan tidak ada kaitan satu sama lain. Misalnya : Tiang sayur awan sawah dan salak.
6. Circumstantiality : Pembicaraan pasien berputar-putar karena setiap topik dibicarakan dengan detil. Ponit atau tujuan akhirnya tercapai karena dituntun oleh perawat agar sesuai dengan topik.
7. Tangentiality : pasien bicara tidak pernah sampai ke tujuan, topik-topik baru muncul sehingga topik yang asli jadi hilang.
8. Mutism : Individu tidak mampu atau menolak bicara.
9. Perseveration : Individu selalu menjawab dengan kata-kata dan ide yang sama walaupun pertanyaan yang diajukan berbeda.

c. Persepsi
1. Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998).

Jenis-jenis halusinasi
Jenis halusinasi Karakteristik
Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenagkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
Cenecthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urin
Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak





Fase-fase halusinasi
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku klien
Fase 1 : Comforting
Ansietas sedang
Halusinasi menyenangkan Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut, mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani
Nonpsikotik Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat jika sedang asyik
Diam dan asyik sendiri
Fase II : Condemning
Ansietas berat
Halusinasi menjadi
Menjijikkan Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
Psikotik ringan Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit
Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita
Fase III :
Controlling
Ansietas berat
Pengalaman sensori menjadi berkuasa Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Psikotik Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
Kesukaran berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
Fase IV :
Conquering
Panik
Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya Pengalaman sensori menjadi mengancam. Jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik
Psikotik berat Perilaku teror akibat panik
Potensi kuat suicide atau homicide.
Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti parilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia
Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

2. Ilusi : Kesalahan persepsi atau salah pengertian terhadap rangsang dari luar.

d. Afek : adalah perilaku yang sesuai dengan perasaan atau emosi seseorang.
1. Inappropriate affect : bila emosi pasien tidak sesuai dengan situasi. Misalnya : pasien tertawa ketika diberitahu ibunya meninggal
2. Afek datar : bila respon emosi sangat datar. Emosinya tidak diekspresikan
3. Apatis : Pasien tidak menunjukkan minat untuk pada kegiatan atau lingkungan, biasanya diiringi afek datar .

e. Perasaan terhadap dirinya : perasaan unik yang pasien rasakan. Karena bantasan egonya sangat lemah, pasien tidak bisa merasakan keunikan dirinya, dia kebingungan akan identitas dirinya.
1. Echolalia : Pasien akan menirukan dan memakai berulang-ulang kata yang didengarnya (seperti orang latah). Misalnya : eh, gombal----gombal……..gombal
2. Echopraxia : pasien menirukan gerakan orang lain tanpa maksud apapun.
3. Identifikasi (secara sadar) atau meniru (secara tidak sadar) : Pasien kebingungan identitas sehingga mekanisme egonya lemah, jadi dia tidak bisa membedakan egonya dengan ego orang lain, dia meniru perilaku orang sekelilingnya.
4. Depersonalisasi : Identitas diri tidak stabil sehingga pasien punya perasaan tidak nyata. Misalnya : merasa kakinya lebih besar dari ukuran biasa atau pasien merasa mampu melihat dirinya dari kejauhan.

f. Volition : kerusakan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang punya tujuan. Hal ini menyebabkan pasien kehilangan minat, semangat dan tidak mampu menyimpulkan kegiatan yang dilakukannya.
1. Ambivalensi emosi : Pasien mempunyai dua jenis emosi yang berlawanan terhadap obyek, orang atau situasi. Perasaan yang berlawanan ini membuat pasein sukar mengambil keputusan yang paling sederhana sekalipun. Misalnya : mau minumkopi tapi takut sama air panas. Ambivalen emosi ini juga mengakibatkan pasien sukar mempunyai hubungan yang intim, pasien akan merasa need –fear dilemma

G, Kerusakan fungsi interpersonal dan hubungan dengan dunia luar
Pasien pada fase akut ada yang selalu bergantung pada orang, mau dekat orang tertentu padahal orang tersebut ingin menghindar. Kerusakan fungsi interpersonal bisa terlihat ketika pasien mengisolasikan dirinya, tidak ada emosi atau tidak mau melibatkan dengan kegiatan sekitarnya.
1. Autism : Fokus pasien adalah pada dunia fantasi sambil melupakan rangsang eksternal.
2. Deterioreted appearance : pasien tidak merawat diri sehingga terlihat kotor dan kumal dan perlu terus-menerus diingatkan untuk merawat diri.

h. Psikomotor
1. Anergia : pasien merasa tidak bertenaga untuk berinteraksi dengan orang lain atau melakukan kegiatan.
2. Waxy flexibility : pasien meletakkan bagian tubuhnya pada keadaan yang berlebihan atau tidak nyaman. Pasien akan mempertahankan posisi itu dalam waktu lama walaupun sebenarnya capek dan tidak nyaman. Misal : Perawat habis mengukur tekanan darah, setelah dilepas, pasien tetap mempertahankan tanganya selama beberapa jam.
3. Postur : Pasien akan membuat postur tubuhnya aneh dan tidak biasa.
4. Pacing and rocking : pasien akan mengayun-ayunkan tubuhnya pada saat duduk atau berdiri,

i. Associated features
1. Anhedonia : Ketidakmampun mengekspresikan kegembiraan, sehingga ada kemungkinan pasien mencoba bunuh diri.
2. Regresi : Banyak perilaku pasien yang menunjukan kemunduran ke fase perkembangan sebelumnya, seperti merengek, menangis.

2. Diagnosa dan perencanaan lihat pada rencana keperawatan.

Evaluasi :
1. Pasien mampu mempercayai orang lain.
2. Pasien mampu mengatasi kecemasannya dan mampu mengembangkan kopingnya
3. Waham dan halusinasi mampu pasien control
4. Pasien mampu menjalin hubungan dengan orang lain
5. Pasien mampu merawat diri dan makan obat dengan mandiri
6. Pasien mampu mengontrol perilakunya dan terlibat dalam kegiatan lingkungan
7. Pasien mampu berbicara baik
8. Keluarga mampu merawat pasien.

TERAPI MODALITAS PASIEN SKIZOFERENIA
1. Psikoterapi : melalui proses keperawatan
2. Terapi kelompok : pasien diterapi bersama pasien yang mengalami masalah yang sama sehingga bisa melohat dirinya tidak sendiri dan bersama teman-teman mengatasi masalahnya. Terapi kelompok ini sangat efektif dan efisien dibandingkan terapi individu.
3. Terapi perilaku : Pasien dan perawat sepakat untuk melatih perilaku pasien secara bertahap, misalnya : cuci tangan sebelum makan,
4. Rehabilitasi : pasien belajar ketrampilan tertentu agar bisa mandiri setelah pulang
5. Terapi lingkungan : Pasien dan perawat sepakat membuat ruangan menjadi ruangan yang kondusif dan terapeutik.
6. Terapi keluarga : Keluarga diberikan penyuluhan agar bisa melanjutkan perawatan klien di rumah, mampu merujuk ke Puskesmas.
7. Obat-obatan, diisolasi atau diikat.





RENCANA KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SKIZOFERENIA

Diagnosa : gangguan proses piker : waham
Penyebab : ketidakmampuan percaya pada orang lain, panic, kecemasan, keturunan, factor biokimia
Ditandai : pikiran waham, ketidakmampuan berkonsentrasi, tidak punya kemauan, tidakmampu memecahkan masalah, berpikir abstrak, tidak percaya pada orang

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien akan menghilangkan pola waham. Klien akan memperlihatkan mampu mempercayai orang 1. Terima klien dengan wahamnya, tetapi jangan bicarakan wahamnya
2. Jangan membantah atau mengingkari keyakinannya. Gunakan alasan yang masuk akal dengan tehnik terapeutik. “Saya sulit mempercayainya….”



3. Bicarakan dan dukung topik yang nyata. Bicarakan fakta-fakta yang menunjukkan pikiran yang irasional, bicarakan tentang kejadaian atau orang yang nyata.

4. Jika klien orang yang curiga, lakukan tindakan :

a. Usahakan staf yang sama untuk merawat klien, penuhi semua janji.
b. Hindari kontak fisik, hindari tertawa, berbisik , berbicara pelan pada saat klien hanya bisa melihat tapi tidak bisa mendengar. Jelaskan bahwa makanannya sama dengan makanan pasien lain, dan pasien lain tidak keracunan., hindari aktivitas yang kompetitif, gunakan tehnik asertif dan pendekatan pertemanan 1. Klien harus mampu mengerti bahwa perawat tidak mendukung wahamnya
2. Membantah atau mengingkari keyakinannya karena bukan seperti cara menghilangkan waham, lagi pula bisa merusak hubungan saling percaya sangat tidak berguna
3. Diskusi atau pembicaraan yang berfokus pada wahamnya tidak akan berguna, bahkan bisa membuat klien semakin agresif
4. Untuk menurunkan kecurigaan klien:
a. Meningkatkan saling percaya

b. Mencegah klien dari perasaan terancam














Diagnosa : gangguan sensori-persepsi : halusinasi pendengaran/penglihatan.
Penyebab : panik, kesepian, menarik diri
Ditandai : respon tidak tepat, ketidakmampuan berkonsentrasi, perubaha perasaan yang cepat, proses pikir tidak berurutan, disorientasi.

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien mampu menjelaskan dan memastikan kenyataan, menghilangkan munculnya halusinasi. 1. Observasi klien untuk memastikan tanda-tanda halusinasi (posisi mendengar, senyum atau bicara sendiri atau tiba-tiba menghentikan kalimat pada saat bicara)
2. Hindari menyentuh klien tanpa menyapa atau memberitahu klien.

3. Perlihatkan Sikap menerima klien walaupun sedang halusinasi. Klien akan mau menceritakan isi halusinasinya. .

4. Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara-suara” bukan kata dia atau mereka. Perlihatkan bahwa perawat tidak mempercayainya. “ Saya mengerti kamu mendengar suara-suara, tetapi saya tidak mendengarnya.
5. Bantu klien untuk mengerti bahwa ada hubungan antara kecemasan dengan halusinasi.

6. Coba alihkan klien dari halusinasinya dengan memberi kegiatan positif.

1. Intervensi awal akan mencegah klien memberi respon pada isi halusinasi.
2. Klien akan menganggap sentuhan sebagai ancaman dan bisa membalas dengan agresif.
3. Hal ini penting untuk mencegah klien menyakiti dirinya atau orang lain karena perintah dari halusinasinya.
4. Klien harus mampu menerima bahwa halusinasinya itu tidak nyata dan harus dikontrol.

5. Jika klien mampu mengatasi kecemasannya, maka halusinasinya tidak muncul.
6. Melibatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain dan selalu menjelaskan dan melibatkan tentang situasi yang sedang dihadapi klien, akan membantu mereka kembali ke dunia nyata














Diagnosa : Isolasi sosial
Penyebab : ketidakmampuan percaya pada orang lain, panik, kecemasan, perkembangan ego lemah, waham, regresi
Ditandai : menarik diri, sedih, afek datar, dilemma butuh – takut, ide piker sempit, mimik muka menunjukan dia ditolak orang, merasa sendiri.

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien secara mandiri mampu menggunakan waktunya dengan klien lain atau staf pada saat terapi kelompok. 1. Terima klien dengan wahamnya, tetapi jangan bicarakan wahamnya

2. Dampingi klien pada saat terapi kelompok, supaya tidak takut atau mengalami kesulitan.

3. Berikan pengakuan dan pujian pada klien yang sudah mampu secara mandiri berinteraksi dengan orang lain. 1. Hal ini meningkatkan perasaan dirinya berharga, dan meningkatkan saling percaya.
2. Adanya saling percaya akan menimbulkan rasa aman bagi klien.
3. Pujian akan meningkatkan harga diri dank klien akan mengulangi perilaku yang baik.

Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal .
Penyebab : Panik, kecemasan, menarik diri, waham, regresi
kecurigaan yang kuat, panik, kecemasan, isi halusinasi
Ditandai : kehilangan asosiasi, neologisma, rangkaian kata yang tidak ada artinya, pemakai kata berulang-ulang, ekolalia, bic ara kacau. Tidak ada kontak mata.

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien mampu berkomunikasi dengan jelas dan bermakna.

1. Selalu validasi kalimat klien : “ Maksud kamu adalah…..”. “Saya tidak mengerti, coba jelaskan kembali….” .
2. Falitiasi komunikasi dengan memperlihatkan kita mengerti dan empati dengan perasaannya. “Saya mengerti kamu pasti masih sedih kehilangan mamamu………….’
3. Antisipasi dan penuhi semua kebutuhan klien selama dia tidak mampu berkomunikasi
4. Orientasikan klien ke dunia nyata. Sebut namanya, validasikan kata-katanya supaya dia tahu mana yang bermakna mana yang tidak. 1. Klien akan merasa dipeerhatikan dan dimengerti.
2. Ini menunjukkan empati sehingga klien bisa mulai membuka diri.

3. Kenyamanan dan keamanan klien harus jadi prioritas perawat.
4. Cara ini akan memfasilitasi pemulihan komunikasi klien.



Diagnosa : Risiko melakukan perilaku kekerasan kepada diri sendiri atau orang lain.
Penyebab : kecurigaan yang kuat, panik, kecemasan, isi halusinasi
Ditandai : perilaku agresif, merusak benda-benda disekitarnya, perilaku menyakiti dirinya, atau perilaku bunuh diri.

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien tidak menyakit diri sendiri dan orng lain. 1. Pertahankan stimulus yang rendah di lingkungan (lampu redup, tidak banyak orang, dekorasi ruangan sederhana, tidak banyak suara.
2. Obseravasi terus menerus perilaku klien.



3. Hilangkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien.

4. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi dan kegiatan fisik dan rekreasi.
5. Staf harus melakukan tindakan dengan tenang kepada klien..

6. Perbanyak staf atau pengawasan agar bisa mengontrol situasi pada saat dibutuhkan.

7. Beri obat penenang atau pengikatan bila dibutuhkan. (ada instruksi dari dokter) 1. Kecemasan meningkat bila ada stimulus dari lingkungan, klien mudah merasa curiga atau terancam.
2. Obsevasi yang terus menerus akan mengurangi kecurigaan klien bila kita memperhatikan. Pastikan diri atau orang lain tidak terancam.
3. Untuk mencegah klien menyakiti diri sendiri atau orang lain.
4. Kegiatan fisik aman untuk menurunkan ketegangan klien
5. Kecemasan itu menjalar, bisa saja dari staf ke klien.
6. Hal ini memperlihatkan pada klien bahwa staf masih bisa menguasai situasi. Staf yang banyak akan memberi rasa aman bagi staf.
7. Tindkakan pengikatan merupakan tindakan akhir bila jalan lain tidak bisa










Diagnosa : Tidak mampu merawat diri.
Penyebab : Panik, kecemasan, menarik diri, gangguan persepsi dan kognitif, ketidakmampuan percaya orang lain.
Ditandai : tidak mampu atau mau merawat diri (berpakaian, berdandan, makan dan eliminasi ).

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien mampu merawat dirinya dengan mandiri. 1. Bila klien menarik diri total, maka staf akan merawat klien secara total.
2. Beri semangat klien agar melakukan kegiatan sebanyak mungkin secara mandiri. Beri pujian bila dia bisa mencapainya.
3. Gunakan kata-kata dan tujuan yang konkrit, misalnya, ambil sendok, ambil makanan dan bawa masuk ke mulut”

4. Ajak klien untuk menyiapkan makan agar dia tertarik untuk makan dan menata lingkungan.

5. Buat jadwal kegiatan sehari-hari. 1. Kenyamanan dan keamanan klien harus jadi prioritas perawat
2. Pujian akan meningkatkan harga diri dank klien akan mengulangi perilaku yang baik.
3. Agar klien mampu mengerti dan melaksanakan dan sesuai dengan kemampuan klien.
4. Cara ini akan berguna bagi klien yang paranoid, supaya tahu bahwa makanan tidak ada racunnya.
5. Jadwal akam membuat klien terpola dalam kegiatan positif.

Diagnosa : Koping keluarga tidak efektif
Penyebab : ketidakmampuan keluarga mengkoping penyakit klien.
Ditandai : mengabaikan klien dengan tidak memenuhi kebuthan dasar klien, tidak membawa berobat, tidak menerima klien, dikurung .

Kriteria Evaluasi Intervensi keperawatan Rasional
Klien mampu menerima dan mengobati klien. 1. Identifikasi kondisi keluarga, mulai dari pola komunikasi dan interaksi, peran, kemampuan memecahkan masalah, dan dukungan keluarga besar.
2. Berikan infromasi kepada klien tentang : perawatan klien di rumah, obat dan prognosa klien.
3. Ajarkan keluarga cara menangani klien bila lagi agresif.

. 1. Perawat bisa memanfaatkan sumber daya keluarga untuk menolong klien.

2. Pengetahun dan pengertian keluarga akan menolong klien bila di rumah. k.
3. Agar klien mampu mengerti dan melaksanakan dan sesuai dengan kemampuan klien.
.






Tidak ada komentar: