Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

SEPSIS NEONATAL


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Kesehatan adalah hal mutlak yang harus diperhatikan oleh setiap manusia. Sebab kesehatan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kehidupan. Kesehatan sangat berkaitan erat dengan kebersihan. Sementara kebersihan adalah sebagian dari iman. Jadi, setiap manusia wajib menjaga kesehatannya.
            Sepsis neonatorum/sepsis neonatal adalah suatu penyakit pada bayi baru lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, kebanyakan bayi-bayi tersebut menunjukkan gejala-gejala sakit dan dengan kultur darah menunjukkan hasil yang positif. Sepsis neonatal masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi baru lahir. Insidensi / frekuensi sepsis neonatal adalah kasus dari 1000 kelahiran hidup pada bayi aterm, dan 4 kasus dari 1000 kelahiran hidup pada bayi prematur. Peningkatan kejadian secara dramatis sampai mencapai 300 dari 1000 kelahiran bayi hidup adalah pada bayi dengan berat badan lahir rendah (PROM/ Premature Rupture of Membrane) yang terjadi 12 jam sampai lebih dari 24 jam sebelum lahir, perdarahan ibu, toksemia, fetal distres, aspirasi mekonium, ibu dengan infeksi traktus urinarius atau endometrium, kebanyakan pada ibu dengan demam singkat selama partus.Peralatan pernafasan yang terkontaminasi seperti alat-alat intubasi patut diduga penyebab timbulnya nosokomial pneumonia dan sepsis neonatus. Bentuk klinis dari sepsis neonatal dengan pneumoni neonatal adalah sama /serupa seperti: lethargi, poor feeding, sianosis sentral dan tanda-tanda kesulitan bemapas, maka dari itu sulit memisahkan / membedakan dari sebuah primer infeksi pada neonatal pneumonia dengan sepsis neonatal.
1.2 Tujuan
 1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa memahami tentang penyakit sepsis dan bagaimana memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan gangguan sepsis.


1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Agar mahasiswa memahami tentang Pengertian sepsis,
2.      Agar mahasiswa memahami tentang penanganan terhadap sepsis,
3.      Agar mahasiswa memahami tentang tanda dan gejala sepsis,
4.      Agar mahasiswa memahami tentang bagaimana memberikan asuhan
keperawatan terhadap pasien dengan diagnos sepsis.


1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa dapat mengetahui proses jalannya suatu penyakit terutama mengenai sepsis. Sehingga dapat mengaplikasikan asuhan keperawatn terhadap seseorang yang mengalami penyakit tersebut.




















 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1 DEFINISI
            Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
            Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Pembagian Sepsis:
  1. Sepsis dini : terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
  2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.
2.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan umur dan onset / waktu timbulnya gejala-gejala, sepsis neonatorum dibagi menjadi dua:
2.2.1 Early onset sepsis neonatal / sepsis awitan awal dengan ciri-ciri:
* Umur saat onset → mulai lahir sampai 7 hari,biasanya.
* Penyebab → organisme dari saluran genital ibu.
* Organisme → grup B Streptococcus, Escherichia coli, Listeria non-typik, Haemophilus
influezae dan enterococcus.
* Klinis → melibatkan multisistem organ (resiko tinggi terjadi pneumoni)
* Mortalitas → mortalitas tinggi (15-45%).
2.2.2 Late onset sepsis neonatal / sepsis awitan lanjut dengan ciri-ciri:
* Umur saat onset → 7 hari sampai 30 hari.
*  Penyebab → selain dari saluran genital ibu atau peralatan.
* 0rganisme → Staphylococcus coagulase-negatif, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Grup B Streptococcus, Escherichia coli, dan Listeria.
* Klinis → biasanya melibatkan organ lokal/fokal (resiko tinggi terjadi meningitis).
* Mortalitas → mortalitas rendah ( 10-20%).
2.3 ETIOLOGI
            Etiologi terjadinya sepsis pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan protozoa ( jarang ). Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada sepsis awitan lanjut.
Jika dikelompokan maka didapat:
* Bakteri gram positif
° Streptokokus grup B → penyebab paling sering.
° Stafilokokus koagulase negatif → merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial.
° Streptokokus bukan grup B.
* Bakteri gram negatif
° Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak.
° H. influenzae.
° Listeria monositogenes.
° Pseudomonas
° Klebsiella.
° Enterobakter.
° Salmonella.
° Bakteria anaerob.
° Gardenerella vaginalis.
            Walaupun jarang terjadi,terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan sepsis dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.
2.4 PATOGENESA
            Terdapat perbedaan patogenesa antara sepsis neonatus yang early onset/awitan awal dengan yang late onset/awitan lanjut.early onset didapat secara transmisi vertikal dalam uterus atau intra partus,sedangkan late onset biasanya secara transmisi horisontal dan intra partus.
2.4.1 Early onset / awitan awal
Hal yang paling penting faktor resiko terjadinya infeksi adalah pada saat persalinan dimana keberadaan mikroorganisme dalam saluran genito urinarius.Bakteri pada saluran genito urinarius naik secara asending dan mencapai cairan amnion setelah terjadi ruptur pada membran prematur ( PROM ). Infeksi secara asending juga dapat terjadi pada saat kontak dengan membran korioamnetik dalam uterus yang berdampak lahir hidup atau mati beberapa jam setelah lahir. Altematif lain adalah pada saat neonatus kontak dengan mikroorganisme selama melalui jalan lahir. Ketika fetus menghisap/aspirasi cairan amnion yang terkontaminasi.mikroorganisme mencapai bagian bawah saluran sistem pemapasan dan menyebabkan kerusakan sel epitel dari paru- paru.sebagai hasilnya adalah pnemonia dan distres pemapasan yang terlihat pada beberapa jam setelah kelahiran. Sepsis neonatal yang berat terjadi jika bakteri menginvasi melalui intravaskular dan adanya kegagalan dari tuan rumah untuk mengeliminasi mikroorganisme patogen.

Secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
* Transplasenta (antepartum).
* Asenderen kuman vagina ( partus lama,ketuban pecah sebelum waktunya).
* Waktu melewati jalan lahir (kuman dari vagina dan rektum).

2.4.2 Late onset /awitan lanjut
Transmisi secara horisontal memegang peranan yang besar, kontak yang erat dengan ibu yang menyusui, dan penularan transmisi secara nosokomial.Yang paling utama penyebab faktor resiko didapatkannya nosokomial sepsis adalah penggunaan lama kateter plastik intravaskuler, penggunaan prosedur invasif, pemakaian antibiotik, perawatan yang lama di rumah sakit,kontaminasi dari peralatan laboratorium pendukung, cairan intravena atau enteral,dan peralatan yang terkontaminasi.Bagaimanapun,situasi yang meningkatkan paparan neonatus terhadap mikroorganisme menghasilkan peningkatan yang tinggi terhadap infeksi nosokomial dalam perawatan.
Secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
* Akibat tindakan manipulasi (intubasi,kateterisasi,pemasangan infus.dll).
* Defek kongenital (omfalokel,meningokel,labioskizis,labiopalatoskizis,dll).
*Koloni kuman beasal dari saluran napas atas,konjungtiva,membran mukosa, umbilikus dan kulit yang menginvasi / menyebar secara sistemik.
Faktor - faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatus perlu juga diketahui. Faktor resiko dari sepsis neonatus terdiri faktor pejamu, sosio-ekonomi, riwayat persalinan, perawatan bayi baru lahir, dan kesehatan serta keadaan gizi ibu, merupakan faktor-faktor resiko terpenting pada sepsis neonatal.
Dari laporan penelitian pada sepsis neonatal yang terjadi segera setelah lahir,menunjukkan adanya satu atau lebih faktor resiko pada riwayat kehamilan dan persalinan. Faktor-faktor tersebut adalah kelahiran kurang bulan,berat badan lahir rendah,ketuban pecah dini,infeksi maternal peripartum,kelahiran aseptik,kelahiran traumatik,dan keadaan hipoksia. Pada umumnya sepsis neonatal tidak akan terjadi pada bayi lahir cukup bulan dengan riwayat kehamilan dan persalinan normal.
Dari faktor-faktor diatas dapat diringkas menjadi dua faktor besar yaitu faktor ibu
anak dan ada juga yang membaginya menjadi faktor mayor-minor.
Faktor ibu :
*Ketuban pecah sebelum waktunya.
*Infeksi peripartum.
*Partus lama.
*Infeksi intrapartum.
Faktor anak:
*Berat badan lahir rendah.
*Prematuritas.
*Kecil untuk masa kehamilan.
*Defek kongenital.
*Bayi laki-laki lebih banyak dari perempuan.
*Tindakan resusitasi saat melakukan intubasi.
*Kehamilan kembar.
*Dan lain-lain.
Faktor mayor :
*Ruptur membran ibu yang lama > 24 jam.
*Ibu dengan demam intrapartum > 38°C,
*Korioamnionitis.
*Fetal takikardi > 160 kali /menit.
Faktor minor:
*Ibu dengan demam intrapartum > 37,5°C.
'"Kehamilan kembar.
*Bayi prematur
*Ibu dengan leukositosis (hitung sel darah putih >15.000).
*Ruptur membran > 12 jam.
*Takipnea
*Kolonisasi SGB pada ibu.
*APGAR score yang rendah
*Berat badan lahir rendah
*Lochia berbau busuk.
Berikut ini akan dibahas sebagian dari faktor-faktor yang telah disebut diatas.
Berat lahir.
            Berat lahir memegang peran penting pada terjadinya sepsis neonatal. Dilaporkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai resiko 3 kali lebih tinggi terjadi sepsis daripada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.Makin kecil berat lahir makin tinggi angka kejadian sepsis. Masalah sepsis bukan saja terjadi dekat setelah lahir,tetapi seringkali seorang bayi berat lahir rendah setelah dapat mengatasi masalah prematuritasnya selama 5 hari pertama kehidupan ,meninggal setelah mendapat sepsis dikemudian hari(late onset sepsis neonatal). Walaupun angka kematian sepsis onset lambat mempunyai prognosis yang lebih baik daripada sepsis onset dini.
Perawatan di Unit Perawatan Intensif Neonatus ( UPIN ).
            Neonatus yang dirawat di ruang rawat intensif mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya infeksi. Hal ini dapat dimengerti oleh karena pada umumnya pasien yang dirawat di ruang intensif adalah pasien berat.Pada umumnya infeksi merupakan penyebab kematian pada bayi kecil
Respon imun penjamu.
            Kerentanan bayi baru lahir terhadap terjadinya sepsis diduga disebabkan oleh karena sistem imunologi baik humoral maupun selular yang masih imatur.Para peneliti banyak melaporkan mengenai pengaruh jenis kelamin pada kejadian sepsis neonatal.Dikemukakan bahwa sepsis neonatal lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki daripada bayi perempuan.Bayi lelaki juga lebih rentan terhadap infeksi basil enterik gram negatif sedangkan bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi bakteri kokus gram positif.Angka kejadian bayi lelaki lebih rentan menderita sepsis daripada perempuan dengan rasio 7:3. Dugaan penyebabnya adalah peran faktor sex-linked pada kerentanan penjamu terhadap infeksi. Telah disepakati bahwa gen yang terletak pada kromosom x mempengaruhi fungsi kelenjar thymus dan sintesis imunoglobulin.Perempuan mempunyai dua gen x mungkin hal ini yang menyebabkan lebih tahan terhadap infeksi. Beberapa peneliti membuktikan bahwa bayi perempuan lebih jarang menderita sindrom distres pemapasan. Peneliti lain melaporkan bahwa rasio lecithin:sphingomyelin dan konsentrasi saturated phosphatidylcholine serta kortisol dalam cairan amnion pada kehamilan 28-40 minggu bayi perempuan lebih tinggi daripada bayi lelaki.
Faktor geografi.
            Jenis bakteri penyebab berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain atau antara negara satu dengan negara lain.Hal ini disebabkan karena perbedaan fasilitas pelayanan kesehatan, budaya setempat termasuk sexual-practices, pelayanan perawatan, dan pola penggunaan antibiotik.Hal tersebut akan menyebabkan pola etiologi sepsis neonatal berbeda pada tiap negara. Spesies Salmonella dan Enterobacteriacae lainnya serta Streptococcus pneumonia di samping E.coli di daerah tropis banyak dilaporkan sebagai penyebab utama sepsis neonatal. Faktor lain adalah jenis kolonisasi bakteri pada ibu hamil-pun berbeda di setiap negara.
Faktor sosio-ekonomi.
            Pola gaya hidup ibu,termasuk kebiasaan.kondisi perumahan, status nutrisi, dan penghasilan orang tua sangat mempengaruhi resiko terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Sebenarnya berat bayi lahir rendah dan prematuritas merupakan faktor resiko terpenting terjadinya sepsis neonatal Kesempatan bayi kontak dengan infeksi akan meningkat ketika bayi tersebut pulang.Pertemuan dengan anggota keluarga lain serumah,akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi (khususnya infeksi stafilokokus) akan sangat menular ke anggota keluarga yang lain. Keadaan tersebut akan menjadi lebih berat bila pada keluarga dengan sosio ekonomi rendah.
Perawatan di bangsal bayi.
            Dibangsal perawatan bayi baru lahir seringkali infeksi berasal dari orang dewasa,termasuk ibu,perawat atau keluarga lain yang berkunjung. Transmisi melalui droplet merupakan sumber infeksi terbanyak, baik berasal dari orang dewasa maupun dari bayi lahir. Infeksi stafilokokus biasanya dihubungkan dengan transmisi dari orang dewasa,sedangkan penularan dari alat dan cairan menyebabkan infeksi spesies Proteus, Klebsiella, Serratia marcescans, Pseudomonas, dan Flavobacterium.
            Di pihak lain,penggunaan antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan perubahan pola resistensi bakteri setempat.Penggunaan preparat ampisilin dan gentamisin atau kloramfenikol (sebagai pengobatan standar)dalam jangka waktu panjang menyebabkan resistensi antibiotik tersebut. Akhir-akhir ini dilaporkan peningkatan resistensi bakteri terhadap golongan sefalosporin generasi ketiga terhadap enterik gram negatif lebih cepat terjadi dibandingkan dengan pengobatan standar.Pemakaian obat topikal terutama hexachlorophene sebagai anti septik untuk perawatan talipusat, dilaporkan sangat efektif menghambat kolonisasi stafilokokus tetapi tidak menghambat kolonisasi bakteri gram negatif. Walaupun demikian belum pemah dilaporkan hubungan antara pemakaian hexachlorophene dengan kejadian sepsis neonatal.

2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis dapat ditegakkan dengan:
1.Anamnesa dan pemeriksaan fisik/ berdasarkan gejala klinis.
2.Tes laboratorium yang mendukung dalam membuat anamnesis.
2.5.1 Manifestasi klinis
Bayi-bayi sepsis dapat dengan cepat keadaannya memburuk dan terapi antibiotik secara empiris dimulai jika diduga ada tanda-tanda klinis sepsis.Tidak ada tes yang cepat dan terpercaya untuk konfirmasi dari diagnosis etiologi.Isolasi mikroorganisme dari darah,cairan serebrospinal.atau urine merupakan gold standar untuk diagnosis pasti,bagaimanapun hasil kultur adalah terpenting, namun sensitivitas dari metoda kultur kadang-kadang dapat rendah.Peneliti harus dapat mempunyai sebuah tes atau panel tes yang dapat mengidentifikasi bayi sepsis dengan akurat dan cepat sambil menunggu hasil kultur.Banyak kemajuan dari bukan metoda kultur,seperti teknologi dari polymerase chain reaction I PCR ,memberi janji dalam mendiagnosa infeksi.Bagaimanapun,tetap tes laboratorium non spesifik untuk mendiagnosa infeksi dari bakteri invasif adalah paling penting pada neonatal. Manifestasi klinis dari early onset biasanya distres pemapasan disertai dengan pneumoni dan sepsis, tapi untuk late onset menunjukan gejala sepsis,meningitis, dan osteoarthritis.

# Early onset / awitan awal.
Tanda-tanda klinis muncul semenjak 6 jam kehidupan >50 kasus, mayoritas / kebanyakan muncul pada 72 jam pertama umur kehidupan.
Tanda awal biasanya sering tidak spesifik dan tidak diketahui.
*Hilangnya aktifitas spontan.
*Poor sucking.
*Apnea.
*Bradikardi.
*Suhu tubuh yang tidak stabil.
Tanda-tanda dan gejala lainnya.
*Distres pernafasan.
Kebanyakan neonatus dengan early onset infeksi menunjukkan gejala distres pernafasan yang sulit dibedakan dengan bentuk HMD, pneumonia, atau penyebab lain dari kesulitan bernafas,dengan penampilan seperti sianosis, dispneu, takipneu, apnea, retraksi epigastrium, dan intercostal.Terjadinya gejala distres pernafasan adalah >80 dari neonatus.Pneumonia dan septikemi merupakan bentuk manifestasi yang banyak
*Gangguan kardiovaskuler.
Bradikardi, pallor, penurunan perfusi, hipotensi.
*Gangguan metabolik.
Hipotermia,hipertermia,asidosis metabolik (ph <7,25>
*Gangguan neurologik.
Lethargi,hipotonia,penurunan aktifitas,seizures,jittery.

# Late onset / awitan lanjut
* Gejala dan tanda-tanda klinis muncul >7 hari kehidupan.Transmisi secara horisontal dapat dari yang lain (dari neonatus yang terinfeksi atau dari perawat kesehatan) atau secara vertikal (dari ibu yang terlalu sering berdekatan).Tanda-tanda yang sering biasanya demam,lethargi. Irritable, poor feeding, dan takipnea.
* Distres pernafasan yang tidak begitu jelas.

2.5.2 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada bayi-bayi sepsis sebagai berikut:
a. Skrining sepsis yang rutin.
-Hitung jenis darah lengkap.
-Kultur darah.
-Apusan bahan dari bagian yang mengalami infalamasi.
-Apusan dari telinga dan tenggorokan (pada early -onset infeksi).
-Urine secara mikroskopis dan kultur.
-Rontgen thoraks.
-reaktif protein.

b.Tes rutin tambahan,dari indikasi klinis yang didapatkan.
-Lumbal pungsi,
-Kultur dan gram dari aspirasi lambung.
-Kultur dan gram dari apusan vagina yang lebih tinggi dari ibu.
-Kultur dari endotrakeal tube atau aspirasi dari trakeal.
-Kultur dari drainase dada.
-Kultur dari kateter vaskular.
-Kultur darah kwantitatif atau kultur darah multipel.
-IgG konsentrasi serial untuk spesifik organisme.
-IgM konsentrasi untuk organisme spesifik.
-Buffy coat secara mikroskopik
c.Tes tidak rutin atau tes baru
-Lateks aglutinasi tes.
-Serum interleukin dan TNFa.
-Immunoelektroforesis.
-Acridin orange leukosit cystopin test.

a.1 Komponen dari skrining sepsis adalah:
1.C-Reaktive Protein >10 mg/L.
Sensitivitas tes ini: 47-100.
Spesifik: 83-94.
2.Total Leucocyte Count (TLC) <5.000,>15.000.
Sensitivitas tes ini: 17-89.
Spesifik: 81-98.
3.Absolute Neutrophil Count (ANC) <>
Sensitivitas tes ini: 38-96.
Spesifik: 61-92.
4.Immature Total Ratio (ITR) >20
Sensitivitas tes ini: 90-100.
Spesifik: 50-78.
5.Micro-ESR (mESR) > umur dalam hari+ 3 mm.
Sensitivitas: 27-50.
Spesifik: 83-99.

2.6 KOMPLIKASI
*Meningitis bakterialis.
*Enterokolitis nekrotikans.
*Koagulasi intravaskuler diseminata.
*Syok septik.

2.7 GEJALA KLINIK
1)   Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.
2)  Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat.
3)   Disertai tanda-tanda sepsis.
4) Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental.
          Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis).
          Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-). Kedaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah).

          Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. (anonim, 2008)

Perubahan hemodinamik
          Tanda karakteristik sepsis berat dan syok-septik pada awal adalah hipovolemia, baik relatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskule adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu.
          Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok septik yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik (vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).
          Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok septik adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan.
          Karakteristik lain sepsis berat dan syok septik adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen) (Guntur, 2008).
2.8  PENATALAKSANAAN
          Untuk penanganan dan pengobatan sepsis dan syok sepsis diperlukan tindakan yang agresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. Untuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ vital. Jika perlu dipasang CVP untuk mengukur secara akurat volume cairan, cardiac output, dan resistensi perifer sehingga dapat dimonitor pemberian cairan dan tekanan darah (Root, 1991). Perbaikan sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit penyebab. Pasien yang dapat imunosupresan, perbaikan baru terlihat bila dosis imunosypresan diturunkan atau dihentikan. Pada pasen dengan netropeni atau disfungsi netropil mungkin memerlukan transfusi granulosit. Perlu juga diperhatikan adalah penggantian kateter intra vena, kateter Folley. Sedangkan untuk fungsi respirasi perlu dimonitor saturasi oksigen arteri tetap 95% dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang intubasi.
          Untuk pengobatan shock sepsis perlu diperhatikan obat yang esensial (hemodinamik, antibiotik, vasopressor), kontroversial (kortikosteroid, heparin dan opiat antagonis), masa mendatang (antibodi monoklonal).
Perbaikan hemodinamik.
          Banyak pasien shock sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan cairan jika terjadi penurunan tekanan darah. Cairan koloid dan kristaloid tak diberikan. Jika disertai anemia berat perlu transfusi darah dan CVP dipelihara antara 10-12 mmHg.
          Untuk mencapai cairan yang adekuat pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam. Jika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian cairan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis 5-10 ug/kgBB/menit
          Dopamin diberikan bila sudah tercapai target terapi cairan, yaitu MAP 60mmHg atau tekanan sistolik 90-110 mmHg. Dosis awal adalah 2-5 μmg/Kg BB/menit. Bila dosis ini gagal meningkatkan MAP sesuai target, maka dosis dapat di tingkatkan sampai 20 μg/ KgBB/menit. Bila masih gagal, dosis dopamine dikembalikan pada 2-5 μmg/Kg BB/menit, tetapi di kombinasi dengan levarterenol (noreepinefrin). Bila kombinasi kedua vasokonstriktor masih gagal, berarti prognosisnya buruk sekali. Dapat juga diganti dengan vasokonstriktor lain (fenilefrin atau epinefrin) (Mansjoer, 2001).


Pemakaian Antibiotik
          Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat. Pemberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif.

Indikasi terapi kombinasi yaitu:
1. Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui
2. Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni
3. Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus)
          Pemberian kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapat menurunkan angka mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusia pemberian dosis tinggi 30 mg metil prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jam sampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan peningkatan angka mortalitas (Root, 1991).
          Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan hanya dapat memperbaiki keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas (Sprung,1984; Bone, 1987; Hinshaw 1987; Cohen, 1991).
          Nalokson suatu opiat antagonis diberikan pada binatang percobaan untuk mencegah syok karena diinduksi oleh endotoksin (Robert 1988; Root, 1991; Bone, 1992). Pada manusia dilakukan suatu studi prospektif dan didapatkan hasil yaitu naloksan tidak menaikkan tekanan darah tetapi dapat mengurangi penggunaan vasopressor (Robert, 1988).
          DIC asimptomatik tidak membutuhkan terapi spesifik, jika terjadi perdarahan berat diperlukan penggantian faktor pembekuan dan platelet, penggunaan heparin dan fibrinolitik lainnya masih kontraversial. Untuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat meningkatkan efektifitas. Pada binatang percobaan pemberian TNF antibodi hanya efektif bila diberikan sebagai profilak. Suatu studi preklinik dengan antibodi CB0006 dan TNF antibodi lainnya dapat digunakan sebagai profilak dan mungkin juga dapat digunakan untuk pengobatan walaupun terapeutic window-nya sempit.
          Pemberian HA-1A Human monoclonal antibody sebaiknya dipertimbangkan pada pasien sepsis yang penyebabnya dicurigai bakteri Gram negative, terutama pada sumber infeksi saluran cerna dan saluran kemih yang sering disebabkan kuman Gram negatuf (Mansjoer, 2001).
          Memperbaiki asidosis metabolik dengan natrium bikarbonat sampai pH normal dan memperbaiki gangguan elektrolit dengan pemberian elektrolit (Mansjoer, 2001).

2.9 PENCEGAHAN
2.8.1 Dari Ibu.
Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai patogen terbanyak pada akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai penyebab dari early-onset sepsis. Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan kolonisasi Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah rektum.Dua pendekatan utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining untuk deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan dan dilakukan pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi dari wanita beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya persalinan.

2.8.2 Dari Neonatus.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang diduga beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian penisilin pada semua bayi cukup beresiko karna organ tubuh bayi yang masih matur.
     BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
A. Biodata
– Pengkajian
– Identitas orang tua
B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Cara lahir, apgar score, jam lahir, kesadaran
2. Riwayat Prenatal
Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan
3. Riwayat Persalinan
Cara persalinan, trauma persalinan
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
– Kesadaran
– Vital sign
– Antropometri
2. Kepala
Adakah trauma persalinan, adanya caput, cepat hematan, tanda ponsep
3. Mata
Apakah ada Katarak congenital, blenorhoe, ikterik pada sclera, konjungtiva perdarahan
dan anemis.
4. Sistem Gastrointestinal
Apakah palatum keras dan lunak, apakah bayi menolak untuk disusui, muntah, distensi
abdomen, stomatitis, kapan BAB pertama kali
5. Sistem Pernapasan
Apakah ada kesulitan pernapasan, takipnea, bradipneo, teratur/tidak, bunyi napas
6. Tali Pusat
Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah pembuluh darah (2
arteri dan 1 vena)
7. Sistem Genitourinaria
Apakah terdapat hipospadia, epispadia, testis, BAK pertama kali
8. Ekstremitas
Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak, posisi/postur,
normal/abnormal.
9. Muskuloskletal
Tonus otot, kekuatan otot, apakah kaku, apakah lemah, simetris/asimetris
10. Kulit
Apakah ada pustule, abrasi, ruam dan ptekie.
D. Pemeriksaan spesifik
1. Apgar Score
2. Frekuensi kardiovaskuler
Apakah ada takikardi, bradikardi, normal
3. Sistem Neurologis
– Refleks moro
: tidak ada, asimetris/hiperaktif
– Refleks menghisap
: kuat, lemah
– Refleks menjejak
: baik, buruk
– Koordinasi refleks menghisap dan menelan.
E. Pemeriksaan laborotaium
1. Sampel darah tali pusat
2. Fenil ketonuria
3. Hematokrit
2.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan system imun
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
3.  INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
– Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi
– Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
– Batasi penggunaan alat/prosedur invasive jika memungkinkan
– Gunakan sarung tangan/pakai kain steril pada waktu perawatan
– Buang balutan/bahan yang kotor dalam kantong ganda
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit
– Pantau suhu tubuh (derajat dan pola), perhatikan menggigi/diaforosis
– Pantau suhu lingkungan, batasi, tambah linen tempat tidur sesuai indikasi
– Berikan selimut pendingin dan kompres hangat
– Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik (aspirin, asemtaminofen
Tylenol)
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran darah
– Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas perawatan
– Pantau tekanan darah, catat perkembangan hipotensi
– Pantau frekuensi dan irama jantung
– Perhatikan kualitas/kekuatan dari denyut perifer
– Kaji kulit terhadap perubahan warna, suhu kelembaban
– Catat pemasukan dan pengeluaran urin setiap jam dan berat jenisnya
– Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan jaringan lokal, eritema
– Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda keracunan
– Kolaborasi dngan dokter untuk pemberian cairan pariteral
– Pantau pemeriksaan laboratorium.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
– Catat/ukur pemasukan pengeluaran urin dan berat jenisnya
– Pantau tekanan darah dan denyut jantung
– Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus
– Amati edema dependen/perifer pada sacrum, skurutum, punggung kaki
– Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
– Pantau nilai laboratorium
– Amati edema dependen/perifer pada sacrum, skurutum, punggung kaki
– Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
– Pantau nilai laboratorium























 


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
•Sepsis neonatorum diklasifikasikan menjadi: early onset dan late onset.
•Etiologi dari sepsis neonatorum
Bakteri gram positif : penyebab paling sering Streptokokus grup B
Bakteri gram negatif penyebab nomor 2 terbanyak Escherichia coli Kl
•Patogenesa dari sepsis early dan late tergantung dari faktor-faktor resiko yaitu; faktor ibu-anak dan faktor mayor -minor.
•Diagnosis sepsis ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta gejala klinis, dan laboratorium.
•Terapi sepsis neonatus adalah secara umum,khusus dan antibiotik.

4.2 Saran
            Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai patogen terbanyak dan biasanya sebagai penyebab dari early-onset sepsis. Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan kolonisasi Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah rektum.Dua pendekatan utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining untuk deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan dan dilakukan pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi dari wanita beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya persalinan.
            Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang diduga beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian penisilin pada semua bayi.


DAFTAR PUSTAKA


1. Prof.Herry Garna, dr, Sp.A (K), Ph.D. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan   Anak, edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad. Halaman : 109 – 112.
2.  Doengoes, Marylin. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
3. Hasan, Rusepno. 1986. Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
4. Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.
5. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 2. Jakarta: EGC.
6. Pusdiknakes. Asuhan Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta: Depkes RI.








 




Tidak ada komentar: