Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

KONSEP DIRI





Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1991, hlm. 372). Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Beck, William dan Rawlin (1986, hlm.293) lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh : fiskal , emosional, intelektual, sosial dan spiritual.

Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri atas komponen : citra tubuh, ideal diri, penampilan peran dan identitas personal. Respon individu terhadap konsep dirinya berfluktuasi sepanjang rentang respon konsep diri yaitu dari adaptif samapai maladaptif (Gambar 1).



RENTANG RENSPONS KONSEP DIRI




           Respon adaptif                                                                 Respon maladaptif
 

Aktualisasi          Konsep Diri             Harga Diri          Kerancuan         Depersonalisasi
     Diri                    Positif                     Rendah              Identitas


Pada klien yang mengalami gangguan fisik, dirawat di rumah sakit, mengalami perubahan peran dan lingkungan, mempunyai resiko terjadinya gangguan konsep diri. Untuk itu akan dijelaskan tiap komponen tentang perubahan yang dapat terjadi.

CITRA TUBUH

(body image)

Citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secra terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik masa lalu maupun sekarang.
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh.

Pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi. Stresor pada tiap perubahan adalah :
·         Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit.
·         Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah pemasangan infus.
·         Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disertai dengan pemasanagan alat di dalam tubuh.
·         Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh.
·         Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan.
·         Makna dan objek yang sering kontak : penampilan dan dandan yang berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital, dll).

Tanda dan gejala gangguan pada citra tubuh :
1.      Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
2.      Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/ akan terjadi.Menolak penjelasan pada tubuh.
3.      Persepsi negatif pada tubuh.
4.      Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
5.      Mengungkapkan keputusasaan.
6.      Mengungkapkan ketakutan.
Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
1.      Gangguan citra tubuh
2.      Gangguan harga diri
3.      Keputusasaan
4.      Ketidakberdayaan
5.      Kerusakan penyesuaian

IDEAL DIRI


Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan atau nilai pribadi tertentu. Sering disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis. Ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut.

Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka ideal dirinya dapat terganggu. Atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar dicapai.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1.      Mengungkapakan keputusasaan terhadap penyakitnya, misalnya : saya tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisa lagi jadi pragawati karena bekas operasi dimuka saya, kaki saya yang dioperasi membuat saya tidak dapat main bola.
2.      Mengungkapkan keinginannya yang terlalu tinggi, misalnya : saya pasti bisa sembuh padahal prognosanya buruk; setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah.

Masalah keperawatan yang mungkin timbul adalah :
1.      Ideal diri tidak realistis
2.      Gangguan harga diri : harga diri rendah
3.      Ketidakberdayaan
4.      Keputusasaan


HARGA DIRI

(Self-Esteem)

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri/cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga.

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, marasa gagal mencapai keinginan.

Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :
1.      situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
      Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
·         Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
·         Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.
·         Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2.      Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan akan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadapa dirinya.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1.      Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2.      Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3.      Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4.      Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5.      Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih altenatif tindakan.
6.      Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah desertai harapan yang suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

Masalah keperwatan yang mungkin timbul :
1.      gangguan harga diri : harga diri rendah situasional atau kronik.
2.      Keputusasaan
3.      Isolasi sosial : manarik diri
4.      Risiko perilaku kekerasan

 

IDENTITAS


Identitas adalah kesadaran akan keunikan diri sendiri yang bersumber dari penilaian dan observasi diri sendiri. Identitas ditandai dengan kemampuan memandang diri sendiri beda dengan orang lain, mempunyai percaya diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang peran serta citra diri.

Gangguan identitas adalah keburukan/ketidakpastian memandang diri sendiri. Penuh dengan keraguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan. Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas dapat terganggu, karena :
·         Tubuh klien dikontrol oleh orang lain. Misalnya : pelaksanaan pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan persetujuan klien.
·         Ketergantungan pada orang lain. Misalanya : untuk “self-care” perlu dibantu orang lain sehingga otonomi/kemandirian terganggu.
·         Perubahan peran dan fungsi. Klien menjalankan peran sakit, peran sebelumnya tidak dapat dijalankan.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1.      Tidak ada percaya diri
2.      Sukar mengambil keputusan
3.      Ketergantungan
4.      Masalah dalam hubungan interpersonal
5.      Ragu/tidak yakin terhadap keinginan
6.      Projeksi (menyalahkan orang lain)

Masalah keperwatan yang mungkin timbul :
1.      Gangguan identitas personal
2.      Perubahan penampilan peran
3.      Ketidakberdayaan
4.      Keputusasaan
5.       

PERAN


Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial. Tiap individu mempunyai berbagai peran yang terintegrasi dalam pola fungsi individu. Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja.Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah
·         Peran dalam keluarga
·         Peran dalam pekerjaan/sekolah
·         Peran dalam berbagai kelompok

Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1.      Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran
2.      Ketidakpuasan peran
3.      Kegagalan menjalankan peran yang baru
4.      Ketegangan menjalankan peran yang baru
5.      Kurang tanggung jawab
6.      Apatis / bosan / jenuh dan putus asa.

Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
1.      Perubahan penampilan peran
2.      Gangguan haraga diri
3.      Keputusasaan
4.      Ketidakberdayaan


DIAGNOSA KEPERAWATAN

MASALAH KEPERAWATAN
Dari pengkajian seluruh komponen konsep diri dapat disimpulkan masalah keperawatan, yaitu :
1.      Gangguan harga diri : harga diri rendah situasional atau kronik
2.      Gangguan citra tubuh
3.      Ideal diri tidak realisits
4.      Gangguan identitas personal
5.      Perubahan penampilan peran
6.      Ketidakberdayaan
7.      Keputusasaan
8.      Isolasi sosial : manarik diri
9.      Risiko perilaku kekerasan

1.      Pohon masalah

Perubahan penampilan peran


 


       Gangguan harga diri :               Masalah utama
Harga diri rendah


 


Gangguan :
Citra tubuh
Diagnosa :
            Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah
            Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh


2.      Pohon masalah

Keputusasaan


 


Gangguan harga diri : harga diri rendah


 


Ideal diri tidak realistis

Diagnosa :
            Keputusasaan berhubungan dengan harga diri rendah
            Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri tidak realistis

3.      Pohon masalah

Isolasi sosial : menarik diri


 


Gangguan harga diri : harga diri rendah


 


Gangguan citra tubuh

Diagnosa :
3.1.   Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3.2.      Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Pada makalah ini akan diuraikan tindakan keperawatan pada 2 (dua) diagnosa, yaitu :
A.    Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah
B.     Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA

A.    DIAGNOSA : Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan Umum : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawabnya

Tujuan Khusus :
1.       Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2.       Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.       Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
4.       Klien dapat menetapkan (merencanakan) kegiatan sesuai kemampuan yang di miliki
5.       Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan
6.       Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

TINDAKAN KEPERAWATAN
                          Bina hubungan saling percaya
                   Salam terapeutik
                   Perkenalan diri
                   Jelaskan tujuan interaksi
 Ciptakan lingkungan yang tenang
 Buat kontak yang jelas (apa yang akan dilakukan/dibicarakan, waktu)
            Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita
            Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
            Katakan pada klien bahwa ia seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

2.1.  Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pesan. Dapat dimulai dari bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik, kemampuan lain yang dimiliki oleh klien, aspek positif (keluarga, lingkungan) yang dimiliki klien. Jika klien tidak mampu mengidentifikasi maka dimulai oleh perawat memberi “reinforcement” (pujian) terhadap aspek positif klien.
2.2. Setiap bertemu klien, hindarkan memberi penilaian negatif. Utamakan memberi pujian yang realistis.
3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. Misalnya : penampilan klien dalam “self-care”, latihan fisik dan ambulasi serta aspek asuhan dengan gangguan fisik yang dialami klien.
3.3.      Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya setelah pulang sesuai dengan kondisi sakit klien.
            Rencanakan bersama klien, aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang membutuhkan bantuan sosial.
            Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
            Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan (sering klien takut melaksanakannya).

                          Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
                          Beri pujian atas keberhasilan klien
                          Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
            Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga diri rendah
            Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
            Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah


HASIL YANG DIHARAPKAN
1.      Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita
2.      Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya (fisik, intelektual, sistem pendukung)
3.      Klien berperan serta dalam perawatan dirinya
4.      Percaya diri klien dengan menetapkan keinginan atau tujuan yang realistis.

B.     DIAGNOSA : Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh

TUJUAN UMUM : Klien menunjukkan peningkatan harga diri
TUJUAN KHUSUS :
1.      Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya
2.      Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh
3.      Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
4.      Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
5.      Klien dapat menyusun rencana cara-cara menyelesaikan masalah yang dihadapi
6.      Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh

TINDAKAN KEPERAWATAN
1.1.   Bina hubungan perawat-klien yang terapeutik
1.1.1.      Salam terapeutik
1.1.2.      Komunikasi terbuka, jujur, dan empati
1.1.3.      Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan klien terhadap perubahan tubuh
1.1.4.      Lakukan kontrak untuk program asuhan keperawatan (pendidikan kesehatan, dukungan, konseling dan rujukan).

2.1.   Diskusikan perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
2.2.   Observasi ekspresi klien pada saat diskusi

3.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh, intelektual,  keluarga) oleh klien di luar perubahan yang terjadi
3.2.   Beri pujian atas aspek  positif dan kemampuan yang masih dimiliki klien

            Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan klien secara bertahap
            Libatkan klien dalam kelompok klien dengan masalah gangguan citra tubuh
            Tingkatkan dukungan keluarga pada klien terutama pasangan

5.1. Diskusikan cara-cara (booklet, leaflet sebagai sumber informasi) yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh.
5.2.   Dorong klien memilih cara yang sesuai bagi klien
5.3.   Bantu klien melakukan cara yang dipilih

            Membantu klien mengurangi perubahan citra tubuh. Misalnya : protesa untuk bagian tubuh tertentu, tongkat.
            Rehabilitasi bertahap bagi klien

HASIL YANG DIHARAPKAN
1.      Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi
2.      Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi
3.      Klien adaptasi dengan cara-cara yang dipilih dan digunakan




















BAB V


KECEMASAN


Kecemasan adalah kebingungan, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas yang dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.

Merupakan respon emosi dengan objek yang tidak spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.

Pengalaman kecemasan dimulai pada masa bayi dan berlangsung selama kehidupan.

RENTANG RESPON KECEMASAN

Respon adaptif                                                                                        Respon Maladaptif



 

      Antisipasi              Ringan                   Sedang                      Berat                     Panik


Tingkat kecemasan (PAPLAU) :
1.   Kecemasan ringan (Mild Anxiety)
-          Kecemasan normal, menajamkan indra, menaikkan motivasi, menyiapkan untuk bertindak waspada
-       Meningkatkan lapangan persepsi individu
-    Memotivasi  individu dalam kehidupan sehari-hari
-       Mampu belajar dan memecahkan masalah secara efektif

2.      Kecemasan sedang (Moderate Anxiety)
-       Lapangan persepsi menyempit
-       Belajar dengan pengarahan orang lain
-          Rangsangan luar tidak mampu diterima tapi sangat memperhatikan hal yang menjadi pusat perhatiannya.

3.      Kecemasan berat ( Severe Anxiety)
-    Pusat perhatian pada detail yang kecil
-    Lapangan persepsi sangat berkurang
-          Tidak mampu memecahkan masalah atau menggunakan proses belajar semua perilakunya bertujuan untuk meminta pertolongan

4.      Panik (Disorganisasi Personality)
-          Individu itu kacau sehingga berbahaya untuk diri sendiri atau orang lain/                    kehilangan kontrol
-    Tidak mampu bertindak, berkomunikasi, berfunsi secara efektif
-    Agitasi / hiperaktif
-    Kemampuan berhubungan dengan orang lain menurun
-    Kehilangan fikiran yang rasional
-          Karena kehilangan kontrol, individu tidak dapat mengerjakan sesuatu tanpa pengarahan.

PROSES KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
   A. Faktor Predisposisi
1.      Teori psikoanalitik
2.      Teori interpersonal
3.      Teori perilaku
4.      Teori keluarga
5.      Teori biologik
    B. Faktor Presipitasi :
               1.  Ancaman terhadap integritas fisik
         2.  Ancaman terhadap self system
    C. Perilaku
    D. Mekanisme koping

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
III. PERENCANAAN
IV. EVALUASI

I. PENGKAJIAN

A.Faktor predisposisi

1.      Teori psikoanalitik (Freud).
Kecemasan timbul secara otomatis dmanastimulus berlebihan, melampaui kemampuan untuk menanganinya (dapat berasal dari luar maupun dari dalam diri)
Ada 2 (dua) tipe kecemasan :
·         “Primary Anxiety”      yaitu   suatu    keadaan yang menegangkan yang disebabkna  oleh  faktor luar.
Contoh : Keadaan traumatik yang dialami bayi akibat dari stimulus secara tiba-tiba pada waktu proses kelahiran
·         uent Anxiety”    yakni dipandang sebagai konflik emosi diantara 2  elemen kepribadian yaitu Id dan Superego
2.      Teori Interpersonal (Sullivan)
·         Kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan.
·         Seseorang yang mempunyai predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah merasa terancam, harga diri turun, mempunyai opini yang negatif terhadap dirinya, ragu-ragu dengan kemampuannya untuk mencapai sukses.
3.      Teori Perilaku
·         Teori  belajar  dimana individu yang mengalami ketakutan pada kehidupan waktu kecil akan mengalami kecemasan pada waktu mendatang
·         Teori konflik    dimana konflik menghasilkan kecemasan.
  1. Teori Keluarga
Kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dan sifatnya heterogen.
  1. Teori Biologik
Dalam otak terdapat reseptor spesifik yang mengatur timbulnya kecemasan.
GABA (Gamma Amino Butyric Acid) merupakan neurotransmitter yang penting dalam mengatur inhibisi presinaptik di dalam susunan saraf pusat.

B. Stressor Presipitasi

Disebabkan oleh sumber internal dan eksternal.
  1. Ancaman terhadap integritas fisik.
Ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan orang untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.
-          Sumber eksternal :       - inveksi virus / bakteri
- polusi lingkungan
- injury

                  -   Sumber internal :   - Kegagalan mekanisme fisik seseorang (turunnya     sistem imun dan turunnya temperatur regulator).
                                                           -  Perubahan biologis normal, misalnya  hamil

  1. Ancaman terhadap Self-System
            Sesuatu yang dapat merusak identitas harga diri dan integritas fungsi sosial.
-    Sumber eksternal : Berbagai kehilangan  seperti    kehilangan pasangan, orang tua,   perceraian, perubahan dalam status pekerjaan, pindah rumah.
-          Sumber internal karena  menerima peran baru, misalnya : sebagai orang tua
     

C. Perilaku

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisik dan perilaku serta secara tidak langsung melalui pembentukan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
  1. Respon fisiologis
-          Kardiovaskuler
Palpitasi, tekanan darah naik, jantung berdebar-debar.
-          Castrointestinal
Nafsu makan turun, tidak nyaman pada perut, diare.
-          Respiratory
Pernafasan cepat, dangkal, terengah-engah.
-          Neuromuskular
Reaksi terkejut, tremor, gugup, kelemahan umum, insomnia
-          Traktur Urinarius
Sering kencing
-          Kulit
Muka merah, muka pucat, gatal.
  1. Respon perilaku
      Efeknya bisa personal dan interpersonal.
-          Gelisah
-          Tremor
-          Ketegangan fisik
-          Reaksi kaget
-          Bicara cepat
-          Menghindari
-          Menarik diri dari hubungan interpersonal
  1. Respon kognitif
-          Perhatian terganggu
-          Tidak mampu berkonsentrasi
-          Tidak mampu mengambil keputusan
-          Menurunnya lapangan Persepsi
-          Menurunnya kreatifitas
-          Bingung
-          Takut injury
  1. Respon Afektif
-          Tidak sabar
-          Gelisah
-          Tegang
-          Ketakutan
-          Waspada
-          Gugup

D. Mekanisme Koping

Bila individu sedang mengalami kecemasan, ia akan mencoba menetralisir, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping.
Kecemasan ringan :
-          Menangis
-          Tidur
-          Makan
-          Tertawa
-          Olahraga
-          Berkhayal
-          Merokok
-          Minum-minum
Kecemasan sedang, berat, panik :
Bentuk ancaman yang besar pada ego dan memerlukan banyak energi untuk mengatasi ancaman tersebut.
                                                                     Koping
 


o   Task Oriented Reaction
o   Ego Oriented Reaction


Task Oriented Reaction :
Meliputi kemampuan kognitif dalam usaha memecahkan masalah-masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi suatu kebutuhan             individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif.
Ada 3 tipe Task Oriented Reaction :
  • Attack behavior (perilaku menyerang)
  • Withdrawal behavior (perilaku menarik diri)
  • Compromise (Kompromi)

Attack Behavior  :
-  Mungkin destruktif dan konstruktif
- Destruktif : Rasa marah dan bermusuhan yang hebat, tingkah laku yang negatif seperti melanggar kebenaran
- Konstruktif : berupa pendekatan pemecahan masalah dan peristiwa dengan tingkah laku asertif, yaitu  sesuatu yang dianggapnya baik juga baik untuk orang lain.

Withdrawal behavior, dapat diekspresikan secara fisik atau psikologis :
- Fisik : menjauhkan diri dari sumber yang menimbulkan ancaman dengan merokok,  berjemur.
- Psikologis : mengakui kegagalan, menjadi apatis atau menurunkan cita-cita, reaksi ini mungkin konstruktif atau destruktif.

Compromise :
- Dapat diekspresikan dengan merubah suatu kbiasaan, mengganti tujuan atau mengorbankan salah satu kebutuhan hidup.
-   Reaksi kompromi bersifat konstruktif.

Ego Oriented Reaction = Ego Defense Mechanisme
  • Task Oriented Reaction tidak selalu berhasil dalam mengatasi situasi stress          ego oriented reaction sering dipakai untuk melindungi diri.
  • Defense Mekanisme dikatakan sukses karena cenderung mengurangi kecemasan yang mengancam.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Panik sehubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
  1. Kecemasan berat sehubungan dengan konflik perkawinan karena tidak mampu untuk tinggal di rumah.
  2. Kecemasan sedang berhubungan dengan pengetahuan yang terbatas dalam menggunakan koping.
  3. Tidak efektifnya koping individu sehubungan dengan dampak anak sakit.

TUJUAN

1.      Tujuan jangka pendek.
a.       Diskusi tentang perasaan cemas
b.      Identifikasi respon terhadap stress
c.       Gunakan cara-cara memecahkan masalah
d.      Identifikasi hubungan antara kecemasan dan respon fisik
  1. Tujuan jangka panjang
a.       Mendemostrasikan beberapa cara/alternatif mengatasi stress
b.      Gunakan proses/cara pemecahan masalah tergantung setting

INTERVENSI

  1. Kecemasan sedang

Tujuan Khusus

Tindakan keperawatan
1.        Pasien dapat menjalin dan mempertahankan hubungan saling percaya


2.   Pasien     dapat 
      mengenal 
      ansietasnya




3.     Pasien dapat
       memperluas 
       kesadarannya
       terhadap
       perkembangan
       ansietas

4.   Pasien dapat
      menggunakan
      mekanisme koping
      yang adaptif









5. Pasien dapat
    menggunakan
    teknik relaksasi


1.1. Jadilah pendengar yang hangat dan responsif
1.2. Beri waktu yang cukup pada pasien untuk berespons
1.3. Beri dukungan pada pasien untuk mengekpresikan perasaannya
1.4. Identifikasi pola perilaku pasien atau pendekatan yang dapat menimbulkan perasaan negatif
1.5. Bersama pasien menggali perilaku dan respons sehingga dapat belajar dan berkembang
2.1. Bantu   pasien   untuk     mengidentifikasi    dan    menguraikan   
       perasaannya
2.2. Hubungkan perilaku pasien dengan perasaannya
2.3. Validasi kesimpulan dan asumsi terhadap pasien
2.4.Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengalihkan dari topik yang mengancam ke hal yang berkaitan dengan konflik
2.5.Gunakan konfrontasi positip
3.1. Bantu pasien menjelaskan situasi dan interaksi yang dapat segera menimbulkan ansietas
3.2. Bersama pasien meninjau kembali penilaian pasien terhadap stressor yang dirasakan mengancam dan menimbulkan konflik
3.3. Kaitkan pengalaman masa lalu pasien yang relevan
3.4. Gali cara pasien mengurangi ansietas di masa lalu

4.1. Tunjukkan akibat maladaptif dan destruktif dari respon koping yang digunakan
4.2. Dorong pasien menggunakan respon koping adaptif yang dimilikinya
4.3. Bantu pasien untuk menyusun kembali tujuan hidup, memodifikasi tujuan, menggunakan sumber dan mencoba koping yang baru
4.4. Latih pasien menghadapi ansietas ringan
4.5. Beri aktifitas fisik untuk menyalurkan energinya
            Libatkan pihak yang berkepentingan sebagai sumber dan dukungan sosial dalam membantu pasien menggunakan koping adaptif yang baru

5.1. Ajarkan kepada psien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri
5.2. Dorong pasien untuk menggunakan relaksasi dalam menurunkan tingkat ansietas

  1. Kecemasan berat dan panik

Tujuan Khusus

Tindakan Keperawatan
  1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya






  1. Pasien dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis
  2. Pasien dapat mengidentifikasi dan berusaha menurunkan situasi yang dapat menimbulkan ansietas

  1. Pasien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping








  1. Pasien dapat melakukan kegiatan yang menarik dan aktifitas yang terjadwal

1.1.  Temani klien
1.2.  Perkenalkan diri (perawat)
1.3.  Dorong dan dengarkan klien mengungkapkan perasaannya
1.4.  Bersikap terbuka
1.5.  Selalu siap menerima klien
1.6.  Langsung jawab pertanyaan klien
1.7.  Terima perasaan positif maupun negatif
1.8.  Gali penyebab ansietasnya

2.1. Beri pasien obat yang membantu menurunkan ansietas (kolaborasi dengan dokter)
2.2. Amati efek samping obat

3.1. Tunjukkan sikap yang tenang
3.2. Ciptakan situasi lingkungan yang tenang
3.3. Batasi interaksi pasien dengan lingkungan untuk mengurangi ransangan yang dapat menimbulkan ansietas
3.4. Identifikasi dan modifikasi situasi yang menyebabkan ansietas pasien
3.5. Berikan bantuan terapi fisik seperti mandi hangat dan pijat

4.1.Terima pasien apa adanya dan jangan menentang keyakinannya
4.2. Kenalkan realitas nyeri yang berhubungan dengan mekanisme koping pasien dengan tidak memfokuskan pada rasa cemas, takut atau keluhan fisik lainnya
4.3. Beri pasien umpan balik tentang perilaku, stressor, penilaian stressor dan sumber koping
4.4. Kuatkan ide-ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional
4.5. (Pada saat yang tepat) beri batasan perilaku yang maladaptif dengan cara yang mendukung

5.1. Beri pasien aktifitas yang bersifat mendukung dan menguatkan perilaku sosial yang produktif
5.2. Beri pasien latihan fisik sesuai dengan bakatnya
5.3. Bersama pasien buat jadwal aktifitas yang dapat dilakukan sehari-hari
5.4. Libatkan anggota keluarga dan sistem pendukung lainnya

 

EVALUASI

1.      Apakah perilaku klien merefleksikan kecemasan ringan?
  1. Apakah klien mengenal kecemasannya?
  2. Apakah sumber koping klien adekuat?
  3. Apakah klien menggunakan respon koping adaptif?
  4. Apakah klien belajar strategi koping adaptif yang baru?













BAB VI

ASUHAN KEPERAWATAN
 KLIEN  DENGAN KEHILANGAN

DEFENISI
Kehilangan adalah suatu keadaan aktual / potensial dimana terjadi perubahan nilai yang bermakna dari individu.
Perubahan yang terjadi adalah : dari ada menjadi tidak ada.
Kematian adalah merupakan kehilangan yang menetap / permanen.

Tipe kehilangan  ada 2 macam yaitu :
1. Aktual / nyata
2. Dipersepsikan

Tipe aktual / nyata :
- Bersifat nyata
- Dapat diidentifikasi oleh orang lain
- Mudah diantisipasi
- Variabel menilai kehilangan mudah diukur
Tipe dipersepsikan :
- Bersifat samar
- Kurang dapat diidentifikasi oleh orang lain
- Berhubungan dengan kondisi psikhis
- Variabel menilai kehilangan tidak jelas, tergantung dari kepribadian/ kondisi psikhis seseorang
- Dapat juga diantisipasi

Tipe kehilangan yang dipersepsikan dibagi atas 2 macam :
1. Maturation Loss
    Misalnya : Seorang anak yang pertama sekali ke sekolah
2. Situasional Loss
    Misalnya : - Tiba-tiba ditinggal mati
                      - Wanita menopause yang tidak dapat punya anak
                      - Laki-laki yang kehilangan harga diri
Kategori / Sumber kehilangan terdiri atas 5 macam :
1.Kehilangan aspek diri (bagian tubuh, fungsi dan lain-lain)
2.Kehilangan cinta
3.Kehilangan obyek luar
4.kehilangan kehidupan
5.Kehilangan lingkungan yang sudah biasa (pindah)

Kehilangan aspek diri :
- Respon individu sangat tergantung dari bagian tubuh yang hilang, misalnya : Luka bakar dimuka lebih berat dari pada di punggung atau hilang mata lebih berat dari pada hilang usus
- Kehilangan body image merupakan tingkatan kehilangan yang sangat mempengaruhi individu
- Kehilangan self image mempengaruhi individu dalam peran sosial, misalnya sebagai suami - istri
- Persepsi negatif  dari lingkungan dapat merupakan pencetus kehilangan aspek diri
- Pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi aspek kehilangan

Aspek kehilangan berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan :
1. Bayi :
    - Lingkungan intra uterina – extra uterina
    - Mengekspresikan diri secara taktil dan stimulus pendengaran
    - Membutuhkan sentuhan dari orang tua
2. Pra-sekolah :
    - Membutuhkan penjelasan tentang bagian-bagian tubuhnya sesuai perasaan yang dirasakannya
    - Pemisahan diri sendiri dengan orang lain
3. Sekolah :
    - Terpisah lingkungan rumah - sekolah
    - Membutuhkan kontak dengan umpan balik dari teman kelompoknya
    - Kegagalan dapat membentuk self image yang salah / negatif
4. Dewasa :
    - Kehilangan keluarga akibat perceraian, rumah, keuangan, dapat mempengaruhi kondisi psikhis individu
5. Lansia :
    - Kehilangan bentuk fisik, pekerjaan, rutinitas sehari-hari dan sebagainya, membuat individu merasa frustrasi
    - Tingkatan kehilangan paling besar sehingga membutuhkan support yang tinggal

Kehilangan cinta / orang yang dicintai :
- Tingkatan kehilangan yang sulit untuk diidentifikasi oleh orang lain dan sulit dialihkan
- Respon individu yang sentimental akan menunjukkan sikap yang tidak rasional

Kehilangan obyek luar  ada 2 bagian :
1. Kehilangan obyek mati
    Misalnya : Kehilangan uang pada orang kaya bersikap cuek, tetapi jika terjadi pada  orang miskin akan jatuh sakit
2. Kehilangan obyek hidup
   Misalnya : Binatang kesayangan  yang dijadikan teman
Jadi kehilangan obyek mati lebih kecil dampaknya dari pada kehilangan obyek hidup

Kehilangan kehidupan :
- Merupakan kehilangan permanen
- Kematian, secara umum menimbulkan rasa cemas dan takut dan secara khusus pada orang-orang tertentu misalnya pada orang yang miskin / sebatang kara

Kehilangan lingkungan biasa :
- Misalnya pindah rumah / sekolah
- Anak  umur 6 – 7 tahun merasa sangat kehilangan saat berkumpul disekolah dengan orang lain, begitu juga seorang mahasiswa yang pertama sekali pisah dari orang tua / lingkungan keluarga
- Lingkungan baru sering dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan individu

Respon terhadap kehilangan  tergantung dari faktor-faktor :
1. Arti kehilangan
2. Umur
3. Kultur
4. Keyakinan spiritual
5. Jenis kelamin
6. Status sosial

Reaksi kehilangan :
1. Berupa kesedihan / dukacita (grieving), yaitu respons normal dari kehilangan yang merupakan respons emosional secara subyektif dan termasuk sebagai koping positif.
2. Bereavement yaitu perasaan / tindakan yang mengikuti kehilangan, berupa :
    - Helplessness : Ketidakberdayaan
    - Loneliness     : Kesepian
    - Hopelessness : Keputusasaan
    - Sadness          : Kesedihan
    - Guilty            : Kesalahan / Bersalah
    - Anger             : Kemarahan
3. Nourning :  proses mengikuti kehilangan melalui keadaan dukacita / berkabung

Ada 6 macam karakteristik grieving :
1. Seseorang akan menunjukkan reaksi shock dan ketidakpercayaan
2. Seseorang akan sangat merasa sedih dan perasaannya kosong / hampa saat teringat sesuatu yang hilang
3. Ketidaknyamanan seperti sesak nafas, dada tertekan, tercekik, nafas pendek dan menangis
4. Selalu membayangkan sesuatu yang hilang
5. Mengekpresikan perasaan berdosa
6. Mudah marah / tersinggung
Seseorang yang tidak mampu mengekspresikan perasaannya / grieving yang berkepanjangan dapat mengakibatkan depresi.

Reaksi kehilangan berdasarkan tingkatan grieving :
1. Schulz (1978), terdiri atas 3 fase :
    - Fase initial
    - Fase intermediate
    - Fase recovery

2. Engel (1964) , terdiri atas 6 fase :
    - Fase shock / disbelief
    - Fase developing awareness
    - Fase restitution
    - Fase resolving the loss
    - Fase idealization
    - Fase Outcome

3. Kubler-Ross membagi atas 6 fase :
    - Fase shock / disbelief
    - Fase denial
    - Fase anger
    - Fase bargaining
    - Fase depresion
    - Fase acceptance




4. Kubler Ross :

Phase
Pengkajian
Intervensi
Shock / Disbelief



Denial








Anger








Bargaining



Depression










Acceptance



- Kesadaran menurun
- Orientasi menurun
- Merasa hampa

- Sistem tubuh menurun
- Tonus otot menurun
- Berkeringat
- Tidak nyaman
- Nafas dalam
- Menghindari situasi nyata
- Tidak mood
- Isolasi diri

- Sistem tubuh meningkat
- Aktifitas mental mental meningkat
- Tekanan darah, nadi dan pernafasan meningkat
- Metabolisme meningkat
- kekuatan otot meningkat
- Cemas terhadap harga diri

- Ingin berbuat apa saja untuk menghindari kehilangan aktual
- Minta terapi baru

- Ambivalen
- Motivasi menurun
- Tidak tertarik
- Menangis
- Menarik diri
- Tidak mau bicara
- Merasa sendiri
- Ingin bunuh diri / mau menggunakan obat berlebihan

- Komunikasi lancar
- Tenang
- Kontak dengan orang lain


- Observasi keadaan umum
- Observasi lingkungan


- Support emosi
- Perawatan diri
- Ajak komunikasi hal-hal yang disukai






- Ajarkan fokus marah
- Verbalisasikan hal-hal yang membuat marah dan perasaan marah
- Hindari hal-hal yang dapat meningkatkan marah
- Kaji hal-hal yang memicu marah
- Alihkan marah ke hal-hal yang positip

- Beri informasi tentang kebutuhan individu
- Penuhi kebutuhan sehari-hari

- Support ditingkatkan
- Empati
- Dengar keluhan
- Kaji resiko untuk melukai diri
- Hindari barang-barang yang dapat melukai diri
- Gunakan komunikasi non verbal




- Ungkapkan secara verbal
- Support untuk melakukan aktifitas sehari-hari
- Ciptakan lingkungan / hubungan baru




5. Engel :
Fase
Pengkajian
Intervensi
Shock /Disbelief


Developing
Awarness


Restitution


Resolving the loss



Idealization





Outcome
- Menerima secara intelektual
- Menolak secara emosional

- Mulai menyadari adanya kehilangan
- Resiko marah
- Menangis, merasa bersalah

- Mulai kontak dengan lingkungan
- Mau ikuti acara ritual

- Belum dapat menggantikan obyek yang hilang
- Dependen dengan hubungan sosial
- Mau diskusi tentang kehilangan

- Menyesal tidak protektif lebih dini
- Ambil dampak positif
- Mulai cari pengganti yang hilang
- Hubungan sosial mulai membaik
- Aktifitas sehari-hari terlaksana

- Merasa lebih tenang dan nyaman
- Aktifitas sehari-hari baik
- Observasi keadaan umun dan lingkungan

- Komunikasi terapeutik
- Support
- Arahkan ke realita

- Support
- Bantu hubungan dengan lingkungan
- Support
- Gukung hubungan sosial
- Bantu atasi masalah secara rasional
- Jelaskan arti kehilangan, dampak, tanda-tandanya

- Dukung aktifitas sehari-hari
- Dukung hubungan interpersonal



 Beri reinforcement positif

Keberhasilan Atasi Kehilangan :
1.      Makna obyek yang hilang
2.      Tingkat ketergantungan
3.      Kemampuan ekspresi kehilangan
4.      Tingkat hubungan sosial / dukungan sosial
5.      Pengalaman kehilangan

Kegagalan ekspresikan rasa kehilangan :
1.      Tidak mampu mengungkapkan kesedihan
2.      Kambuh kembali pada acara-acara khusus
3.      Hindari diskusi masalah
4.      Harga diri rendah
5.      Keinginan bunuh diri untuk reuni
6.      Rasa berdosa terus menerus
7.      Wawancara menunjukkan tanda-tanda kehilangan
8.      Ada gangguan secara fisik / psikhis
9.      Hubungan dengan orang lain buruk

Kesedihan disfungsional oleh karena :
1.      Ambivalensi
2.      Takut kehilangan kontrol di depan umum
3.      Kehilangan yang besar secara beruntun
4.      Nilai emosional meningkat pada obyek yang hilang
5.      Ketidaksiapan mental saat kehilangan
6.      Tidak ada dukungan sosial
7.      Secara subyektif / sosial kasus kehilangan tidak dapat dibicarakan didepan umum

DAFTAR RUJUKAN

Alfaro, R.  1999.  Application Of Nursing Process, Step By Guide, Jb Lippincontt Company, Philadhelpia

Antai Otong, D.  1995.  Psychiatric Nursing : Biological and Behavioral Concepts WB Saunders Company,  Philadhelpia

Kozier, B. et.al. 2000. Fundamental Of Nursing : Concept, Process St. Louse : Mosby Years Books

Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Jiwa, ECG Jakarta

Maramis, W.F.  1995. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press Surabaya







ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS

Penyakit kronis ;
- Waktu lama ( lebih dari 6 bulan)
- Berulang
- Cacat
- Misalnya : Diabetes mellitus, arthritis, hipertensi sirosis hepatis dan sebagainya

Sifatnya :
1. Progressif :
    - Tambah lama bertambah parah
    - Misalnya : Penyakit jantung, penyakit pembuluh darah otak
2. Menetap :
    Setelah individu terserang suatu penyakit kronis, penyakit tersebut menetap pada individu tersebut
3. Kambuh :
    Dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama / berbeda

Dampaknya (menurut Lambert, 1985) :
1. Aspekpsikologik :  Pasif, tergantung, kekanak-kanakan, merasa tidak aman, bingung dan menderita
2. Aspek somatik :
   - Penderita diabetes mellitus mengeluh seruing lapar, haus dan banyak buang air kecil
   - Penderita arthritis mengeluh nyeri
3. Fungsi seksual :
    - Karena kerusakan organ (perubahan fungsi fisik)
    - Karena persepsi klien terhadap fungsi seksualnya (perubahan fungsi psikologik)
4. Gangguan aktifitas :
    - Sebagian, misalnya  pada kanker gunjal
    - Total, misalnya pada penyakit jantung
5. Aspek sosial :  Gangguan hubungan sosial dan interpersonal, gangguan terjadi karena klien tidak dapat bekerja dengan baik, karena sering kambuh

Judith Haber mengatakan bahwa penyakit kronik dipengaruhi faktor-faktor yang saling terkait, yaitu :
- Persepsi individu
- Kondisi tubuh
- Lingkungan sekitar
- Proses terjadinya penyakit
- Dukungan dari lingkungan
- Penatalaksanaan penyakit
- Respon psikologis dan perilaku

Dampak penyakit kronis terhadap aspek bio-psiko-sosial-spiritual :
1. Kehilangan kesehatan, dapat diamati dari respons klien, antara lain :
    - Cemas, takut, pandangan tidak realistis, keterbatasan aktifitas, ketergantungan pada keluarga / perawat
2. Kehilangan kemandirian (Ketergantungan), ditunjukkan dengan perilaku :
    - Sifat kekanak-kanakan
    - Ketergantungan memenuhi kebutuhan (diet, obat, protese), dukungan finansial dari keluarga dan sebagainya
3. Kehilangan situasi :
    - Situasi yang dinikmati bersama keluarga / kelompoknya
    - Dirawat berulang-ulang mengakibatkan kehilangan situasi sebelumnya yang menyenangkan dan merasa asing di lingkungan baru (petugas kesehatan, prosedur terapi dan sebagainya)
4. Kehilangan rasa nyaman :
    - Selalu muncul setiap keadaan sakit
    - Akibat dari gangguan fungsi tubuh (panas, nyeri, sulit bergerak dan sebagainya), karena proses terapi (diet tinggi kalori dan tinggi protein), aktifitas yang dibatasi, tindakan-tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan sebagainya
5. Kehilangan fungsi fisik.
    Patofisiologi penyakit dapat menimbulkan gangguan fungsi organ tubuh tertentu (sementara / menetap) :
    - Klien gagal ginkal dibantu dengan hemodialisa
    - gangguan persyarafan menimbulkan gangguan seksual, pergerakan dan sebagainya
6. Kehilangan fungsi mental :
    - Kecemasan, depresi, tidak konsentrasi, sehingga klien tidak dapat berpikir rasional seperti sebelum sakit
    - Gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan, keracunan, trauma kepala, penyakit sirkulasi darah otak dapat mengakibatkan gangguan mental organik, gangguan bicara, gangguan mengingat
    - Program medikasi, misalnya diuretika memberi efek samping berupa kebingungan, kerusakan jaringan otak, gangguan kognitif dan afektif
7. Kehilangan konsep diri :
    - Merasa dirinya berubah terhadap bentuk dan fungsi tubuh (gambaran tubuh), peran,  identitas, sehingga dapat terjadi harga diri rendah.
    -  Misalnya pada penderita gagal ginjal mengakibatkan berat badan turun, retensi urine dan warna kulit berubah
8. Kehilangan peran dalam kelompok :
    Klien tidak dapat menjalankan perannya sesuai dengan yang diharapkan karena sedang sakit
9. Kehilangan peran dalam keluarga :
    Ayah sakit maka ibu menjalankan peran ganda dan sebaliknya sehingga mempengaruhi peran anggota lain

Reaksi Individi terhadap penyakit kronis :
1. Fase protes dan pengingkaran :
   -  Pada fase ini klien sering mengekspresikan rasa tidak percaya pada kenyataan dengan mengatakan “tidak mungkin” dan hal ini berlanjut terus hingga klien mengalami perubahan konsep diri
    - Pada saat daya fisik semakin memburuk, terjadi shock fisiologis sehingga klien memperkuat mekanisme ego mengatasi stress
    - Protes dan pengingkaran terjadi selama klien stress full, setelah keadaan ini berlalu akan masuk ke fase menumbuhkan kesadaran, mencegah kemunduran yang lebih berat, mengenali keterbatasan dan pendekatan keagamaan
    - Ketakutan terhadap kenyataan dan hal ini harus dikonfrontasi oleh perawat karena hal itu akan membantu klien lepas dari fase protes dan pengingkaran

2. Depresi, cemas dan Marah :
·   Pada fase ini emosi klien tinggi
·   Depresi, cemas, marah akan muncul ketika klien merasa tidak mampu lagi mengatasi keadaannya, merasa hampa dan tidak berdaya
·   Manifestasi depresi berupa : sedih, kadang-kadang menangis, bingung, ketergantungan, tidak dapat mengambil keputusan dan tidak punya harapan
·   Reaksi cemas dialihkan menjadi kemarahan
·   Kemarahan diproyeksikan kepada diri sendiri, keluarga dan petugas. Dalam hal ini perawat hendaknya menanggapi secara positif dan bantu klien menggali potensi dan harapan untuk mengatasi situasinya.

3. Pelepasan dan reinvestasi :
·   Pada fase ini klien mulai mengidentifikasi pengingkaran, cemas, depresi dan perasaan marahnya. Mulai mengumpulkan kekuatan yang masih dimiliki untuk mengurangi respons emosi yang memperberat stress.
·   Jika penyakit terjadi secara progresine, reaksi emosi klien berlangsung terus menerushingga keadaan terminal, perasaan pengingkaran , marah, cemas, depresi yang berlangsung seperti  secara siklikal
·   Mulai ada kerjasama, mulai membina hubungan, ada minat, menyesuaikan terhadap kenyataan  yang diterima mampu melepaskan  diri dari obyek  yang hilang
·   Dalam hal ini perawat hendaknya menjadi fasilitator dan motivator kepada klien untuk melewati setiap proses dengan monitor kepada klien untuk melewati setiap proses dengan baik.
Reaksi keluarga :
·   Sama dengan klien (pengingkaran, marah, cemas dan depresi)
·   Takut kehilangan klien
·   Tidak berdaya, tidak mampu menggunakan pengalaman masa lalu untuk mengatasi masalah, sehingga merasa kecewa dan putus asa / harapan
·   Bervariasi berupa : penurunan penghasilan, peningkatan pengeluaran, pemenuhan kebutuhan (segi finansia) dan terpisah dari keluarga, kehilangan klien serta menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di rumah sakit (segi psiko-sosial)
Dalam hal ini perawat harus saling membina hubungan baik dengan keluarganya  sehingga :
·   Memperlancar perawatan
·   Memberi informasi akurat tentang terapi dan perawatan yang diberikan
·   Memotivasi keluarga berperan aktif dalam menangani pasien
Oleh karena itu perawat harus / perlu berinteraksi sesering mungkin dan kontinyu karena dengan itu aka mempengaruhi sikap, persepsi, prilaku klien dan keluarganya terhadap penyakit yang dideritanya.

Reaksi Lingkungan “
1. Stigma sosial : ketidakmampauan melakukan aktifitas sosial, perubahan peran dalam kelompok sosial
2. Hambatan melakukan fungsi sosial secara normal, yaitu  :
· Sistem nilai yang kabur
· Gangguan pergerakan
· Kegagalan menerapkan suatu cara bekerja
3.Isolasi sosial

Respon perawat :
1. Terhadap klien :
·    Empati
·   Profesional dan tulus, menolong klien menjalani sisa hidupnya dengan aman
·   Mengarahkan dengan menghadirkan fakta bahwa klien mengalami kehilangan dan kemunduran
·   Sabar, bekerjasama
·   Klarifikasi nilai / kesadaran diri, tidak boleh menganggap bahwa klien orang yang tidak mampu sama sekali beraktifitas
2.        Terhadap keluarga :
·   Menghormati nilai yang ada dalam suatu keluarga dan sistem dukungan yang diberikan
·   Jika keluarga tidak mau kooperatif dan berpartisipasi, harus dimotivasi pada klien dan keluarga
·   Fasilitator untuk supaya keluarga terlibat dalam perawatan
3. Pengkajian diri perawat / respons terhadap diri sendiri  supaya dapat berespons tepat terhadap klien dan keluarga, maka perawat mengkaji diri sendiri dengan bertanya sebagai berikut  :
·   Bagaimana perasaan saya saat melihat seseorang kesulitan?
·   Apakah saya mempunyai sikap tulus dan kasih?
·   Bagaimana perasaan saya ketika menghadapi seseorang dalam keadaan kritis?
·   Apakah keyakinan saya terhadap penyakit kronik sama / berbeda dengan klien dan keluarganya?
·   Bagaimana cara saya meningkatkan partisipasi klien dan keluarga dalam perawatan penyakit kronik?
·   Dapatkah saya bersikap stabil pada saat menghadapi emosi klien labil?

Asuhan keperawatan :
A.PENGKAJIAN
1.    Pengkajian klien :
Perlu dikaji tentang bagaimana upaya klien mengatasi rasa kehilangan dan perubahan yang terjadi, antara lain pengkajian mencakup :
·         Respon emosi klien terhadap diagnosis
·         Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasinya
·         Upaya klien mengatasi situasi
·         Kemampuan memutuskan dan memilih pengobatan
·         Persepsi dan harapan klien
·         Kemampuan mengingat masa lalu
2. Pengkajian keluarga  dengan wawancara secepat mungkin untuk :
·   Memperoleh data yang akurat melengkapi data yang didapat dari klien
·   Mengetahui persepsi keluarga terhadap penyakit klien, sejauh mana pengaruhnya terhadap keluarga, kelebihan dan kekurangan keluarga yang memerlukan dukungan dan intervensi
    Pengkajian terhadap :
·   Respon keluarga terhadap klien
·   Ekspresi emosi dan toleransi keluarga
·   Kapasitas sistem pendukung yang ada
·   Pengertian pasangan sehubungan dengan gangguan fungsi seksual
·   Kekuatan / kelemahan keluarga
·   Kekuatan dan dukungan keluarga untuk home care
·   Proses pengambilan keputusan sesuai dengan kapasitas keluarga
·   Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan perubahan
3. Pengkajian Lingkungan terhadap :
·   Sumber daya yang ada
·   Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
·   Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
·   Ketersediaan fasilitas dan partisipasi dalam asuhan keperawatan
·   Kesempatan kerja

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
     Sesuai data yang terkumpul dapat ditetapkan masalah dan diagnosa keperawatan , yaitu :
1.Respons pengingkaran yang tidak adekuat sehubungan dengan kehilangan dan perubahan
2.Cemas yang tinggi sehubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan perasaan
3.Gangguan berhubungan (menarik diri) sehubungan dengan perasaan tidak mampu
4.Gangguan body image sehubungan dengan dampak transplantasi ginjal
5.Gangguan identitas sehubungan dengan adanya hambatan dalam melakukan fungsi seksual
6.Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan nyeri akibat penyakit yang dideritanya

C. TUJUAN :
1.Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas
2.Klien dapat mengidentifikasi respons pengingkaran terhadap kenyataan
3.Klien mau membina hubungan dengan keluarga dan petugas kesehatan
4.Klien dapat menerima keadaan dirinya
5.Gangguan fungsi seksual tidak terjadi
6.Rasa nyaman terpenuhi

D. INTERVENSI
     Bantu klien untuk :
1.Mengungkapkan perasaan cemas, marah dan depresi serta frustrasinya
2.Menggunakan koping konstruktif
3.Menyesuaikan diri dengan lingkungan
4.beri informasi tentang penyakit secara benar dan jujur
5.beri penjelasan tentang perubahan fungsi seksualnya
6.Ciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan

Intervensi terhadap keluarga :
1.Bantu untuk mengidentifikasi kekuatan keluarga
2.beri informasi  tentang klien kepada keluarga secara jelas
3.Arahkan untuk membantu klien mengenal kebutuhan
4.Motivasi keluarga supaya perhatian terhadap klien
5.Tingkatkan harapan keluarga terhadap keadaan klien


E. EVALUASI
    Bagaimana hasil asuhan yang dilakukan kepada klien dan keluarga, dalam hal ini perlu evaluasi terhadap :
1. Apakah respons klien adekuat
2. Apakah klien mampu mengungkapkan perasaannya
3.Apakah klien mampu mengontrol perasaannya
4. Dapatkah klien menerima kenyataan
5. Apakah koping yang digunakan konstruktif

F. KESIMPULAN :
1.  Kehilangan dan perubahan adalah dampak yang sering terjadi akibat penyakit kronik dan ketidakmampuan
2.  Interaksi antara klien – keluarga – lingkungan, akan membantu mengenal kekuatan mengatasi kehilangan dan mempertahankan keadaannya
3.  Perawat perlu melakukan pendekatan yang baik kepada klien dan membina hubungan antara klien dan keluarganya
4.  Pengenalan, penerimaan dan pengungkapan perasaan secara terbuka adalah cara mengidentifikasi kebutuhan klien dan keluarganya
5.  Lingkungan sosial sebagai penunjang dapat memberikan kesempatan kepada klien berkarya sesuai kemampuannya
6.  Kemampuan perawat untuk menggunakan dirinya sebagai instrumen terapeutik adalah merupakan modal utama menuju tercapainya asuhan keperawatan yang optimal dan berkualitas.















Tidak ada komentar: