Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA DENGAN DEMENSIA






Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Berdasarkan hasil pengkajian pada daerah paska bencana alam tsunami ternyata ditemukan kasus lansia dengan alzeimer.
Pada modul ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan pasien lansia dengan demensia.
A. Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini saudara diharapkan mampu:
Melakukan pengkajian keperawatan pasien lansia dengan demensia
Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pasien lansia dengan demensia
Melakukan tindakan keperawatan dalam berbagai pendekatan tindakan keperawatan pasien lansia dengan demensia
Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pasien lansia dengan demensia
Mendokumentasikan asuhan keperawatan pasien lansia dengan demensia.

B. Mengkaji Klien Lansia Dengan Demensia
Demensia adalah suatu keadaan dimana suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita demensia di indonesia.

Tanda dan Gejala
1. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
2. Pelupa
3. Sering mengulang kata-kata
4. Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
5. Cepat marah dan sulit di atur.
6. Kehilangan daya ingat
7. kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
8. kurang konsentrasi
9. kurang kebersihan diri
10. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
11. Mudah terangsang
12. Tremor
13. Kurang koordinasi gerakan.

1. Membina hubunga saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore / malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
b. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
c. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
d. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
e. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
f. Bersikap empati dengan cara:
o Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
o Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
o Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
o Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
g. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
h. Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya tunggu respon pasien
i. Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata-kata yang sama.
j. Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan, nada harus direndahkan.
k. Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
l. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan terbuka
m. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien:
· Tidak berisik atau ribut
· Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup
· Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.

Latihan 1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
“ Selamat siang pak, bu”!
“ Saya pak……, saya senang dipanggil pak…….., saya perawat dari puskesmas…… yang datang untuk merawat bapak/ibu”
“ Nama bapak/ibu siapa?”
“ Senang diapanggil siapa?”
“ Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini”?
“ Saya mendapat tugas untuk merawat bapak/ibu”. “ Apakah bapak/ibu setuju”.

2. Mengkaji pasien lansia dengan demensia
Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri
Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
Tremor
Kurang kordinasi gerak
Aktiftas terbatas
Sering mengulang kata-kata.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara:
Latihan 2
Berikut ini merupakan percakapan untuk mengkaji pasien demensia pada lansia. Dalam percakapan selalu diawali dengan menyebut nama perawat dan memamnggil nama pasien.
“ Bagaimana perasaan ibu pagi ini?”
“ Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan ibu”
” Hari, bulan dan tahun berapa sekarang”?
“ Dimana kita sekarang berada?”
“ Berapa umur bapak/ibu sekarang?”
“ Tanggal berapa hari kemerdekaan Indonesia”
“ Siapa nama presiden Indonesia sekarang?”
“ Apa yang telah bapak/ibu lakukan dari bangun pagi sampai sekarang?”
“ Coba bapak hitung mundur dari angka 20 ke angka 1”

Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa keperawatan:
Gangguan Proses Pikir
Risiko Cedera: jatuh

Latihan 3. Coba saudara rumuskan diagnosa keperawatan pasien lansia dengan demensia.
Dari data yang anda peroleh pada latihan 2, buatlah diagnosa keperawatan sesuai dengan data tersebut! Dokomentasikan dalam format daftar masalah keperawatan, diagnosa keperawatan.


C. Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan pasien Lansia depresi dengan gangguan proses pikir; pikun/pelupa.
Tindakan keperawatan untuk pasien:
Tujuan agar pasien mampu:
a. Mengenal/berorientasi terhadap waktu orang dan temapat
b. Meklakukan aktiftas sehari-hari secara optimal.
Tindakan
a. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.
b. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat
d. Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.
e. Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.
f. Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
g. Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.
h. Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
i. Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
j. Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
k. Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.

Latihan 4. Tindakan keperawatan pasien lansia dengan demensia:
“ Selamat pagi pak nama saya........ Apa yang sudah bapak lakukan dari bangun tidur sampai sekarang”
“ Dimana bapak melakukan?”
“ Jam berapa sekarang pak”
“ Apa yang telah bapak lakukan pada jam 10.00 tadi?”
“ Dengan siapa bapak melakukannya?”
“ Siapa saja anggota keluarga yang ada di rumah saat ini”
“ Saat bapak melakukan aktifitas, alat apa yang bapak gunakan?”
“ Dimana biasanya bapak menyimpan alat-alat itu?”
“ Bagus sekali bapak sudah mampu menjelaskan dengan benar kegiatan bapak”
“ Selain kegiatan tadi, apalagi kegiatan yang bapak lakukan setiap hari”
“ Bagaimana kalau kita bersama-sama membuat jadwal kegiatan yang bapak bisa lakukan”

Tindakan untuk keluarga
Tujuan
Keluarga mampu mengorientasikan pasien terhadap waktu, orang dan tempat
Menyediakan saran yang dibutuhkan pasien untuk melakukan orientasi realitas
Membantu pasien dalam melakukan aktiftas sehari-hari.
Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien
b. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
c. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
d. Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
e. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki oleh pasien
f. Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
g. Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
h. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
i. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
j. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

2. Tindakan keperawatan pasien Lansia demensia dengan risiko cedera
Tindakan pada pasien.
Tujuan
a. Pasien terhindar dari cedera
b. Pasien mampu mengontrol aktifitas yang dapat mencegah cedera.
Tindakan
a. Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang sederhana
a. Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak minta tolong
b. Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
Latihan 5. Tindakan keperawatan pasien lansia dengan resiko cedera.
“ Selamat pagi pak.....,nama saya suster.......yang kemarin datang kesini.”
“ Apakah bapak mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas ke kamar mandi?”
“Apakah bapak mengalami kesulitan kesulitan mencari tempat tidur bapak setelah kembali dari kamar mandi?”
“Apakah bapak pernah jatuh?”, jika pasien menjawab iya, jelaskan:
“Pak setiap bapak kekamar mandi, bapak minta ditemani anggota keluarga yang ada dirumah. Sewaktu masuk kamar mandi bapak harus pegangan di dinding.
“Jika bapak jatuh, bapak jangan panik, tetap ditempat dan teriak minta tolong pada anggota keluarga yang ada di rumah.

Tindakan untuk keluarga
Tujuan: Keluarga mampu:
Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien
Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah cedera
Tindakan
Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien
Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari jangkauan klien, sediakan tempat tidur yang rendah
Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah serta memantau aktivitas harian yang dilakukan
D. Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1. Gangguan proses pikir: bingung
Kemampuan pasien:
a.Mampu menyebutkan hari, tanggal dan tahun sekarang dengan benar
b. Mampu menyebutkan nama orang yang dikenal
c. Mampu menyebutkan tempat dimana pasien berada saat ini
d. Mampu melakukan kegiatan harian sesuai jadual
e. Mampu mengungkapkan perasaannya setelah melakukan kegiatan
Kemampuan keluarga
a. Mampu membantu pasien mengenal waktu temapt dan orang
b. Menyediakan kalender yang mempunyai lembaran perhari dengan tulisan besar dan jam besar
c. Membantu pasien melaksanakan kegiatan harian sesuai jadual yang telah dibuat
d. Memberikan pujian setiap kali pasien mampu melaksanakan kegiatan harian
2. Risiko cedera
Kemampuan pasien:
a. Menyebutkan dengan bahasa sederhana faktor-faktor yang menimbulkan cedera
b. Menggunakan cara yang tepat untuk mencegah cedera
c. Mengontrol aktivitas sesuai kemampuan
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera pada pasien
b. Menyediakan pengaman di dalam rumah
c. Menjauhkan alat-alat listrik dari jangkauan pasien
d. Selalu menemani pasien di rumah
e. Memantau kegiatan harian yang dilakukan pasien

E. Mendokumentasikan asuhan keperawatan
Latihan : 6
Coba saudara dokumentasikan asuhan keperawatan pasien lansia dengan resiko cedera muulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi, menggunakan format yang telah disediakan.







Bahan-bahan lain

Demensia Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia atau kepikunan akibat degenerasi otak yang tersering ditemukan dan paling ditakuti.Demensia yang disebabkan oleh alzheimer, biasanya diderita oleh pasien usia lanjut dan merupakan penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya pikir dan kemampuan aktivitas bagi penderitanya, namun juga menimbulkan beban bagi keluarga yang merawatnya.

Meski deteksi dan penanganan demensia alzheimer sejak dini dapat menekan dampak gangguan kesehatan yang diakibatkannya, namun gejala awal dari penyakit itu masih sering diabaikan.

Pasien dan keluarga pasien sering kali kurang menaruh perhatian pada gejala yang timbul serta menyangkal kondisinya sendiri. Padahal kegagalan mendiagnosis dini dapat mengakibatkan penanganan yang tidak tepat dan memberikan beban tambahan berupa beban ekonomi, sosial dan emosi pada penderita dan keluarga.

Demensia alzheimer merupakan keadaan klinis seseorang yang mengalami kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari.

Gejalanya dimulai dengan gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan, kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan dan berbahasa, gangguan pengenalan waktu dan tempat, kesulitan mengambil keputusan yang tepat, kesulitan berpikir abstrak, sering salah meletakkan barang, perubahan tingkah laku, perubahan kepribadian serta kehilangan inisiatif.

Gangguan yang terjadi akibat proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis itu juga ditandai dengan gangguan perilaku seperti agresif (menjadi galak, kasar, tidak jarang menyerang secara fisik).

Gejala lain, orang tersebut sering gelisah, suka menimbun barang, sering berteriak pada tengah malam, kekhawatiran, delusi, sikap impulsif dan kecenderungan mengulang-ulang pertanyaan.

Setelah gejala awal ini terdeteksi sebaiknya yang bersangkutan segera berkonsultasi dengan dokter supaya bisa segera didiagnosis jenis gangguannya dan diobati sesuai dengan tingkat keparahan gangguannya.

Dalam pengobatan demensia alzheimer, diagnosa dini yang diikuti pengobatan dini secara berkelanjutan dan menetap akan memberikan manfaat yang bermakna bagi pasien dan keluarga.Menurut panduan dari American Academy of Neurology (AAN) untuk penanganan demensia obat yang digunakan dalam penanganan demensia alzheimer merupakan obat asetilkolinesterase inhibitor, vitamin, antioksidan dan donepezil.

Di samping terapi obat, juga perlu terapi non farmakologis, yakni rehabilitasi medik, psikoterapi, terapi bicara dan terapi okupasional juga diperlukan dalam penanganan demensia alzheimer.

Selain itu, untuk menunda kemunduran kognitif penderita demensia harus menjalankan perilaku hidup sehat dan `stimulasi otak` sedini mungkin. Stimulasi otak ini bisa dilakukan dengan tetap melakukan kegiatan rutin sehari-hari.

Aspek lain yang juga memegang peranan penting dalam penanganan demensia alzheimer adalah keperawatan. Tindakan keperawatan pada pasien dengan demensia alzheimer sebaiknya dilakukan dengan membina hubungan saling percaya.

Selain itu, dengan menciptakan lingkungan yang terapeutik (tenang, tidak bising, sejuk, aman, warna dinding kamar teduh), reorientasi WTO (waktu, tempat, orang) serta memberi perhatian cukup, termasuk dengan memenuhi kebutuhan dasar, menepati janji, empati dan melakukan kontak dengan pasien singkat tapi sering.

Merawat penderita demensia Alzheimer tidak mudah, tapi bisa dilakukan. Pemahaman yang cukup tentang penyakit ini, kesiapan mental dan motivasi untuk berbagi merupakan modal utama dalam memberikan asuhan. Kasih sayang dan perhatian merupakan pintu masuk untuk memberikan asuhan yang utuh dan menyeluruh sehingga penderita merasa aman dan nyaman.

Fakta Penderita Demensia ALzheimer

Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlah penderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang.

Guna menekan dampak sosial ekonomi demensia alzheimer, upayakan peningkatan kepedulian terhadap demensia alzheimer. Upaya itu antara lain dilakukan melalui kegiatan kampanye yang dilakukan setiap peringatan Hari Alzheimer Sedunia pada 21 September.

Tahun 2008, kampanye peringatan Hari Alzheimer Sedunia mengambil tema No Time To Lose, yang artinya adalah tidak ada waktu yang terbuang percuma bagi lansia.

Kegiatan ini menjadi salah satu upaya untuk membangun kepedulian akan kesehatan lansia di Indonesia, terutama untuk kesehatan otak mereka, mengingat jumlah lansia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.

Karena itu, waspadailah gejala penyakit ini dan bersiaplah untuk mengantisipasinya.

Label: Perkuliahan
Pengertian

Pengertian Gerontologi dengan Geriatri sering dicampuradukkan. Ada perbedaan diantara keduanya.
Gerantologi : Ilmu yang mempelajari proses menjadi tuanya penduduk
Geriatri : Adalah merupakan bagian medik dari Gerantologi.
Geriatri adalah bagian dari cabang Ilmu Kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan penyakit dan kekurangan pada usia lanjut antara lain dengan pemeriksaan, perawatan, after care dari usia lanjut yang sakit yang keadaan kesehatannya yang terutama dipengaruhi oleh proses ketuaannnya.

Proses atau keadaan menjadi tua merupakan fenomena perkembangan manusia yang alamiah, di mana secara berangsur angsur menjadi kemunduran dari kapasitas mental, berkurangnya minat sosial dan menurunnya aktifitas fisik. Serupa dengan masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa menjadi tua adalah hal yang normal yang disertai dengan problema yang khusus pula. Tekanan hidup yang beraneka ragam yang terdapat dalam masyarakat ikut membentuk keadaan yang istimewa atau khusus ini pada usia lanjut.
Apa usia lanjut itu? Kapan dan usia berapa seseorang dikatakan tua atau lanjut usia? Sukar manjawab dengan tepat karena perjalanan menjadi tua sangat berbeda pada tiap individu, pada suatu individu proses manjadi tua pada organ tubuhpun tidak sama terjadinya, sehingga adakalanya orang masih muda, tapi tanda-tanda tua sudah tampak padanya. Sebaliknya orang yang sudah mancapai usia 80 tahun adakalanya masih menunjukan vitalitas seperti orang muda. Pada seseorang jantungnya lebih dulu mengalami kerewelan, yang lain ginjalnya, yang lain otaknya dan sebagaiya. Maka dapatlah dikatakan umur kronologik tidak identik dengan umur biologik, hanya kadang-kadang keduanya tampak bersamaan. Belum ada umur yang pasti dalam penetapan usia lanjut karena pada umumnya banyak pendapat bahwa menua adalaha suatu proses fisiologik yang berlangsung perlahan-lahan dan efeknya berlainan pada tiap individu, sehingga sulit ditetapkan batas usia yang pasti untuk geriatri.

Untuk Indonesia secara umum setiap orang dari enam puluh tahun keatas dianggap usia lanjut (Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwadi Indonesia, EdisiI, 1973)
Banyak teori yang telah dianjurkan untuk mencoba menerangkan tentang perubahan fisiologik pada usia lanjut hanya menunjukan manifestasi dari proses menjadi tua, tetapi bukan penyebab dari proses menua itu. Karena perubahan jasmani yang khas pada sebagian besar usia lanjut, penyesuaian tertentu diperlihatkan pula dalam pola hidup mereka.

Havighurst menyatakan hal yang berikut ini sebagai tuntutan perkembangan kematangan usia lanjut.
1. Penyesuaian diri pada ketahanan dan kesehatan fisik yang berkurang,
2. Penyesuaian diri dengan kematian istri atau suami,
3. Penyesuaian diri dengan masa pensiun dan berkurangnya pendapatan,
4. Menjalin hubungan yang lebih berarti dengan kelompok umur yang sama,
5. Kemampuan memenuhi kewajiban sosial dan kewarganegaraan,
6. Pengadaan pola hidup yang memuaskan.

Usia lanjut ditandai dengan adanya perubahan fisik dan perubahan mental, perubahan fisik yang konsisten dengan usia lanjut antara lain adalah :
a. Pendengaran berkurang sampai menjadi tuli
b. Penglihatan menjadi kabur karena pembentukan katarak
c. Gigi satu persatu tanggal
d. Kulit tampak keriput karena tidak elastis lagi dan kering
e. Sendi-sendi sudah kurang fleksibel dan kaku, terjadi perubahan osteoartritik
f. Otot-otot mengendor dan lemah
g. Daya pengecapan dan penciuman berkurang
h. Seringkali ada tremor
i. Perubahan fungsi organ internal, misalnya penyakitjantung, hipertensi dan diabetes.
Perubahan mental menyangkut bidang intelegensi (Intelek) dan emosi berbeda pada masing-masing individu.
Bidang Intelek :
a. Sering lupa tentang peristiwa yang baru saja terjadi
b. Tidak dapat berfikir cepat dan terang
c. Daya konsentrasi menurun
d. Disorientasi tempat, waktu dan orang (tidak mampu mengenal orang yang dekat dengannya)
e. Daya menimbang dan menilai(judgement) menurun
Bidang Emosi :
a. Cendering untuk menyendiri, sifat gotong royong menurun, tiap orang sibuk dengan urusannya sendiri.
b. Pesimistik, takut sakit, ada fikiran bahwa permulaan dari suatu penyakit merupakanawal dari suatu akhir, melankolik.
c. Kaku, terikat dengan tata cara lama, menolak ide baru, tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dalam hidup rutinnya ; kepala batu, tidak mau mendengarkan perkataan orang lain; suka menentang.
d. Mempunyai sifat seperti anak kecil
e. Mudah iri hati, mudah curiga, mudah merasa dibelakangi, mudah tersinggung, merasa cemas yang berlebihan. Mudah timbul kemarahan dan pertengkaran, bermusuhan terhadap orang lain, seringkali keluarga dekat.
f. Kadang-kadang keinginan erotik datang kembali, kadang-kadang berusaha untuk mengadakan hubungan seks dengan anak muda; ini merupakan usaha-usaha untuk meyakinkan diri dengan kemampuannya.
g. Tidak berbicara dengan suara keras dan kalau tertawa tidak terbahak-bahak.

Semua perubahan tersebut di atas adalah normal dan terjadi karena bertambahnya usia disertai dengan kemunduran jasmani, sensibilitas dan energi.


A. BENTUK PSIKOSA PADA USIA LANJUT

Tidak ada suatu bentuk yang dikatakan khas, karena ada bentuk yang bervariasi dalam gejala. Perlu diingat jika seseorang menjadi tua dan menderita gangguan jiwa maka maka ia akan membawa dalam penyakit tersebut semua sifat waktu silamnya yang terlihat lebih menonjol.
Pada orang usia lanjut perubahan patologik bersifat permanen dengan disertai memburuknya kondisi badan disebut “SENIL” atau yang sudah amat kita kenal yaitu “ deminsia senilis”. Seseorang yang menderita deminsia mengalami kemunduran mental yang irreversibel dan progresif, terutama daya ingat dan intelegensia akibat kerusakan jaringan otak. Pada permulaan pasian akan kehilangan daya ingat mengenai peristiwa yang baru saja terjadi, misalnya apakah ia sudah makan atau belum. Kemudian setelah agak lama peristiwa lamapun dilupakan pula.
Ada dua macam keadaan senil :
1. Demensia senilia : terjadi sesudah umur 60 tahun dengan kelianan otak terbatas pada atrofi oleh karena proses tua.
2. Demensia Prasenilis : terjadi sebelum 60 tahun akibat atrifi jaringan otak sebagian maupun menyeluruh. Keadaan ini mencakup penyakit alzheimer, Pick dan Jakob Greutzfeldt.
Kecuali ini dikenal pula Paranoia Involutif, depresi dan keadaan delerium seperti maniakal dan paranoia. Kadang-kadang juga terdapat suatu kelainan psikosa organik, ialah gangguan jiwa yang disebabkan oleh kelainan faktor jasmaniah yang mempengaruhi susunan system syaraf pusat/ otak. Hal ini biasanya bersifat sementara karena disebabkan dehydrasi, uremia, gangguan perdarahan dengan atau tanpa gangguan pembukuh darah otak (renjatan pasca rudapaksa otak dan tumor otak).

B. PERANAN PERAWAT DALAM PERAWATAN PASIEN USIA LANJUT

Dengan makin bertambahnya orang dengan usia diatas 60 tahun di masyarakat, karena meningkatnya keadaan kesehatan masyarakat, maka masyarakat dihadapkan pada hal yang membingungkan dalam merawat orang usia lanjut dalam jumlah yang besar sewaktu mereka menderita gangguan jiwa.
Perawat harus ikut bertanggung jawab dalam merawat pasien usia lanjut agar mereka dapat menjadi orang yang bahagia, sehat jasmani dan dapat bekerja sedapat mungkin serta selama mungkin dalam batas-batas kemampuan mereka secara konstruktif. Perawat hendaknya mampu melakukan hubungan antar pribadi yang memuaskan dengan pasien. Mereka membutuhkan toleransi dan keramah tamahan, perawat hendaknya mampu untuk mempermudah penyesuaian diri mereka di bangsal.
Prinsip perawatan pasien usila membahagiakan dan menyembuhkan mereka, perawat yang kerjanya hanya memerintah saja tidak cocok untuk bekerja diruangan ini. sebaiknya perawat yang bekerja disana ramah, suka melucu, dapat menstimulir pasien dalam aktivitas dan dapat membantu memecahkan problemnya diamping serlalu mempunyai waktu untuk pasien. Terlalu memanjakan hanya membuat pasien selalu tergantung pada perawat dan bersifat kekanak-kanakan. Perawat harus hormat kepada pasien. Perawatan pasien usila bukan merupakan perawatan yang mudah dan sederhana, untuk ini dituntut kecermatan, ketelitian dan displin diri sesuai dengan keadaan usia lanjut.
Perawat yang berhasil merawat pasien usia lanjut, tidak diragukan mempunyai kepribadian yang positif, minat yang tulus, kasih sayang terhadap sesama manusaia , sabar, bijaksana, ramah dan simpatik.
Ia harus mendapat kan kepuasan pribadi dengan menyadari bahwa ia telah membantu memberikan kebahagiaan pada pasiennya tanpa perlu melihat kemajuan yang besar yang didapatkan dari peningkatan keadaan pasien.

C. PERAWATAN INSTITUSIONAL BAGI PASIEN USILA

Orang usia lanjut sangat mudah menjadi bingung karena perubahan yang terjadi di lingkungannya dan karenanya ia akan merasa lebih bahagia, mudah diurus dan disorientasinya akan berkurang jika ia tetap ditempatkan dalam satu suasana yang mudah dikenalinya. Bagaimanapun beberapa individu memperlihatkan problema tingkah laku yang demikian sulitnya sehingga ia mungkin dapat menjadi kecewa dalam satu suasana yang tidak aman seperti di rumahnya sendiri. Mungkin perlu menempatkan mereka dalam satu lembaga dimana mereka diberikan pelayanan perawatan yang lebih teliti dan lebih diperhatikan daripada di rumah. Sayangnya dalam beberapa keadaan satu-satunya lembaga bagi pasien yang demikian adalah rumah sakit jiwa, walaupun biasanya ini merupakan bukan tempat yang ideal bagi pasien usila dengan gangguan jiwa.
Perencanaan yang matang diperlukan untuk mendirikan bangsal yang aman bagi pasien usila yang penglihatannya mungkin sudah kabur, keseimbangan terganggu dan langkahnyapun sudah tidak pasti.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
• Lantai tidak blh licin
• Keset atau permadani atau tikar kecil jangan dipakai karena pasien akan mudah tersandung dan jatuh.
• Kursi goyang tidak boleh disediakan karena jika pasien duduk di kursi demikian ia akan mudah terjungkir dan jatuh.
• Pegangan di didinding kamar mandi dan kakus perlu disediakan
• Sebaikmya kakus disediakan di dalam ruangan karena pasien usila lebih sering ke kakus, ruangan kakus hendaknya lapang sehingga kursi roda dapat masuk dan mengingat persendian pasien sudah kaku dan berduduk berdiri memerlukan tenaga, sebaiknya kakus berupa kloset.
• Tempat tidue harus rendah sehingga pasien mudah naik turun
• Sediakan kursi roda
• Lingkungan pasien harus menyenangkan, hangat seperti situasi di rumah, ada hiasan dalam ruangan dan dinding. banyak pasien yang senang akan gerakan yang tenang disekitarnya, misalnya ikan dalam aquarium. Sangat ideal jika disekeliling bangsal ada tanaman dengan bangku, dimana pasien dapat duduk santai melihat-lihat bunga pada hari yang cerah. Sebagian pasien tidak mengenal waktu, terutama karena mereka tidak dapat melihat jam, maka sebaiknya disediakan beberapa buah jam.


TINDAKAN PERAWATAN

1. Komunikasi

Tujuan perawatan pasien usia lanjut ialah untuk mengusahakan agar mereka bahagia dan produktif selama mungkin. Tugas pertama adalah mengusahakan agar mereka senang dan bahagia. Termasuk dalam hal ini antara lain menolong mereka merasakan disayangi, dikasihi, dicintai, diingini dan berguna. Perawat dapat menolong mereka merasakan bahwa mereka diingini ialah dengan memberikan mereka perhatian dan pujian. Perawat juga dapat mengusahakan agar keluarga pasien sering datang berkunjung dan membawa oleh-oleh. Perawat dapat mencarikan teman sebaya bagi mereka dan mengorganisir perkumpulan dan pertemuan, perawat dapat memberikan rasa aman bagi pasien dengan mengatakan bahwa ia dapat tidur ditempat tidur yang tetap, dapat memakai kursi, meja dan tempat lain di ruangan itu sehari-hari. Perawat dapat mengorganisir aktifitas di ruangan sesuai dengan kesenangan pasien. Pasien dapat ditolong merasakan bahwa ia berguna dengan memberinya semangat untuk mengurus dirinya dan barang-barang asal tidak bertentangan dengan pengobatan dan kemampuannya.
Terimalah mereka sebagaimana adanya yaitu mudah tersinggung, lamban, pelupa, jangan ditolak dengan tingkah laku nonverbal walaupun secara verbal ia diterima. Setiap komunikasi akan dipengaruhi oleh gejala yang diperlihatkan dan akan berbeda pada pasien dengan gejala paranoid dan pasien yang kebingungan, tetapi biasanya mudah didekati dan mudah berhubungan dengannya.

2. Perawatan fisik

a. Makanan dan minuman

Makanan harus sederhana, mudah dicerna, lunak, bergizi, dan dihidangkan dalam porsi kecil yang menarik. Porsi makan siang dapat lebih besar. Jika tidak disarankan dokter, paisen tidak perlu banyak makan daging, tetapi lebih banyak memerlukan susu dan sayuran. Mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk makan, mengingat indera pengecap mereka sudah berkurang, berikan kesempatan pada mereka untuk menilih makanannya sendiri jika mungkin.
Sebagian perawat beanggapan adalah tanggungjawabnya untuk menyuapi pasien apabila mereka melihat cara makan pasien yang lambat, usahakan sedapat mungkin agar pasien makan sendiri. Jika perawat menyuapi pasien untuk menjaga agar pasien bersih dan menghemat wakt, maka ia telah membuat satu kesalahan, karena dengan jalan ini ia telah menambah kemunduran pasien dan membuatnya tergantung pada perawat. Usahakan agar pasien sedapat mungkin melakukan apa yang dapat ia lakukan sendiri dalam batas-batas kemampuan fisik dan jiwanya. Dan peting sekali memelihara gigi dan gigi palsu mereka.

b. Tidur

Pasien mungkin susah tidur, sedangkan ia perlu istirahat. Ia harus aktif dan tidak
tidur pada siang hari agar dapat tidur pada malam harinya.
Pemberian susu panas, penggarukan punggung dan duduk dekat pasien akan menenangkan pasien dan membuatnya merasa aman untuk tidur. Kadang-kadang pasien takut tidur, karena takut tidak akan bangun lagi besoknya. Dengan duduk disampingnya, berbicara dan memperlihatkan minat padanya akan dapat menolongnya. Hindarkan agar pasien tidak selalu berbaring di tempat tidur karena dapat mengakibatkan :
1. Osteoprorsis dan akhirnya dapat menimbulkan batu ginjal dan batu kandung kemih. Keluhan pada osteoprosis umumnya sakit di pinggang, rasa sakit di punggung, ini menyebabkan pasien berbaring terus.
2. Spitsvoet ; Spitsvoet terjadi akibat sendi pergelangan kaki tidak dilatih, hal ini dapat dihindarkan dengan melatih jalan, menggerakkan persendian tersebut.
3. Kontraktur lutut dan kontraktur pinggul ; lutut menjadi kaku terutama apabila menggunakan bantal untuk menunjang lutut.
Kontraktur pinggul terjadi karena sikap setengah duduk . hal ini baru akan diketahui setelah pasien disuruh berjalan, ternyata pasien tidak dapat lagi berdiri tegak, apabila pasien harus berbaring terus di tempat tidur, maka konttraktur ini dapat dicegah dengan melatih secara teratur tidur telungkup. Kekakuan sendi lain juga dapat terjadi apabila pasien tidak menggunakannya atau melatihnya.
4. Atropi otot
Pada pasien yang berbaring terus dapat mempercepat atropi otot dan merasa sangat lelah. Tanpa latihan khusus sangat sukar mengaktifkan pasien kembali dan pasien cenderung berbaring terus.
5. Gangguan peredaran darah
Peredaran darah menjadi lambat dan akhirnya dapat menimbulkan trombosis dan emboli.
6. Gangguan saluran pernafasan
Pasien yang lama berbaring terus di tempat tidur mudah terserang bronchitis, bronchopneumonia, dan hipostatic pneumonia.
7. Gangguan saluran pencernaan
Nafsu makan berkurang, dapat terjadi obstipasi. Jiga dapat menyebabkan incontinensia alvidan elius.
8. Gangguan jiwa dapat terjadi karena terbatasnya lingkungan akibat harus tinggal di tempat tidur. Akibatnya secara perlahan-lahan pasien menarik diri ke masa bayi dan disorientasi. Juga kadang-kadang disertai dengan main fseces. Apabila pasien dilatih dan diaktifkan kembali dapat dilihat bahwa kepribadiannya dapat sebagian atau seluruhnya kembali.
Jika pasien harus tinggal ditempat tidur, perawat harus membantu mendudukan pasien beberapa kali sehari ditempat tidur dan pasien disuruh bernafas dalam.
Latihan ini membantu melancarkan peredaran darah dan merangsang pernafasan.

c. Kulit

Inkontinensia berbahaya bagi kulit pasien usia lanjut yang sudah keriput, kering dan kurang elastik. Kulit pasien mudah lecet kena sabun, karena itu pasien jangan dimandikan terlalu sering tetapi harus dibersihkan dengan lotion kapanpun diperlukan.


d. Penampilan

Penglihatan yang kabur dan kemunduran motorik dapat mengakibatkan pasien sukar untuk berpakaian rapi, ia mungkin bingung dan lebih memerlukan banyak waktu serta tidak dapat memutuskan pakaian apa yang harus dipakai. Ia mungkin inkontinen dan tidak menukar pakaiannya. Ia mungkin menolak untuk menukar pakaiannya dan mendesak untuk tetap memakai pakaian yang sama setiap hari. Perlu kasabaran dan berikan dukungan agar pasien mau selalu berpakaian bersih dan rapi. Juga harus diperhatikan agar pasien tidak kedinginan, jika cuaca dingin mungkin pasien memerlukan pakaian ekstra agara ia tetap hangat.

3. Perlindungan

Pasien perlu dilindungi dari dirinya sendiri, pasien mungkin bingung (confusid), sering keluyuran dan mudah tersesat, ketiduran saat sedang merokok, atau dapat jatuh tersandung karena benda kecil yang dapat terlihat olehnya, maka diperlukan perlindungan dan observasi yang terus menerus, ia mungkin mencuri barang pasien lain, kadang-kadang agresif sehingga pasien lain harus dilindungi. Walaupun wahamnya sudah menetap, perawat harus selalu memberi orientasi. Jika ilusinya membuatnya tidak dapat tidur, mungkin lampu yang diredupkan dapat membantu. Ciptakanlah lingkungan yang aman bagi pasien.

Prinsip perawatan pasien usila :

1. Menciptakan lingkungan yang aman, hangat dan penuh kasih sayang (t.l.c= tender love care).
2. Jangan memaksakan ide atau perilaku baru kepada pasien
3. Mengusahakan pasien selalu merasa senang dan bahagia
4. Mengusahakan kesehatan fisik pasien
5. Mengusahakan agar pasien dapat mengurus dirinya sendiri
6. Mengusahakan agar pasien berperan aktif dalam terapi okupasi dan kegiatan lain
7. Merancanakan keperawatan setiap pasien sesuai kebutuhannya
8. Menolong pasien agar ia dapat merasakan bahwa ia dibutuhkan dan berguna
9. Perawat harus mengetahui bahwa terapi usila tidak hanya ditujukan untuk memperpanjang usia harapan hidup, tetapi untuk meneruskan satu kehidupan yang bahagia.


ASKEP JIWA LANSIA

PENDAHULUAN

 6,9% dari total penduduk indonesia (15,4 juta
v jiwa) pada tahun 2000 adalah lansia
 Tiap tahun jumlah lansia cenderung
v bertambah/ meningkat
 Lansia merupakan proses penuaan alamiah, yaitu terjadi
v :
- Penurunan fungsi tubuh
- Penurunan adaptasi terhadap stress
 Teori
v menua :
- Biologi
- Psikologi
- Sosial budaya

a. Teori Biologi
Teori progresi biologi, kognitif dan psikomotor yang irrevesible
b. Teori Psikologi
Integritas VS putus asa (teori Erikson)
c. Teori Sosial Budaya
Teori pelepasan merupakan manifestasi dari kemunduran aktivitas, dan cenderung membentuk kelompok dengan teman sebaya (Aging merupakan suatu proses yang normal)

PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Interview
Diperlukan komunikasi terapeutik
1. Topik spesifik, singkat dan jelas, waktu cukup, tehnik yang digunakan
klarifikasi

2. Ciptakan tempat/ lingkungan yang nyaman karena lingkungan baru seringkali
membuat stress.
3. Tempat duduk yang nyaman dan rileks, sehingga dapat duduk dengan tenang
4. Berbicara dan gerakan harus lambat karena pada lansia terjadi gangguan
Sensori

b. Pengkajian kemampuan fungsi
1. Mobilisasi sebagai kemampuan untuk
- Bergerak/ berpindah
- Partisipasi dalam keluarga
- Kontak dengan orang lain
2. ADL
Mandi, berpakaian, makan, BAB & BAK, gerakan menyisir, menyiapkan makan, berbelanja
d. Fungsi fisiologi
1. Nutrisi; mandiri atau dibantu, gangguan mengunyah
2. Medikasi
e. Dukungan sosial
– Interaksi keluarga/ klien untuk adaptasi, kerjasama dan perhatian

DIAGNOSIS

a. Depresi
– Harga diri rendah
– Resiko tinggi merusak diri
– Intoleransi aktifitas
– Defisit perawatan diri
– Gangguan pola tidur
– Perubahan proses fikir


b. Delirium
– Perubahan sensori persepsi
– Kerusakan interaksi sosial

c. Demensia
– Kerusakan komunikasi verbal
– Perubahan penampilan peran
– Defisit perawatan diri
– Kerusakan interaksi sosial

d. Delusi
– Perubahan proses fikir
- Kerusakan interaksi sosial

e. Ansietas
– Koping individu inefektif
– Ansietas
– Intoleransi aktivitas

PERENCANAAN/ INTERVENSI

A. Terapi lingkungan
- Perasaan aman, tenang
- Minimalkan perilaku distruktive
- Stimulasi kognitif untuk memperbaiki fungsi kognitif
B. Terapi somatik
- E C T
- Psychotropic medication
C. Intervensi interpersonal
- Psycoterapi
- Life review terapi
Individu/ kelompok seperti menceritakan riwayat hidup
- Orientasi realita; waktu, tempat, orang (struktur lingkungan; jam, alamat dan kontak realitas)
- Latihan dan terapi kognitif untuk melatih daya ingat
- Terapi relaksasi; cara sederhana untuk relaksasi, nafas dalam
- Konseling untuk meningkatkan empati dan percaya diri
- Pendidikan klien dan keluarga


EVALUASI

- Peningkatan fungsi kognitif
- Peningkatan ADL (Self Care)
- Kesehatan emosional

DIAGNOSA YANG SERING DITEMUKAN :

1. Gangguan daya ingat
- Sebutkan nama perawat dan panggil nama klien pada awal percakapan
- Topik yang akan dibicarakan dipilih oleh klien
- Hindarkan konfrontasi bila pernyataan klien salah
- Penataan barang pribadi jangan dirubah
- Laksanakan program orientasi
2. Gangguan orientasi realitas
- Berikan nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada kamar/ ruangan klien
- Semua petugas memakai nama yang dapat dibaca dengan jelas
- Orientasikan klien pada barang milik pribadi
- Sediakan alat-alat penunjuk waktu (jam yang berbunyi, kalender)
- Terapi aktifitas kelompok dengan program orientasi realita
3. Gangguan perawatan diri
- Buat jadwal mandi, ganti pakaian
- Ajarkan cara mandi secara bertahap
a. Peralatan mandi
b. Langkah-langkah mandi
c. Privacy
- Ajarkan cara berpakaian
a. Langkah-langkah berpakaian
b. Hindarkan kancing dan resleting
c. Instruksi sederhan dan berulang
d. Privacy
- Ajarkan BAB & BAK pada tempatnya
a. Anjurkan ke WC setiap 2 jam setelah makan, sebelum/ sesudah tidur
b. Beri pujian
4. Isolasi sosial
- Kontak dengan keluarga dan teman dekat
- Dorong berhubungan dengan orang lain
- Masukkan dalam kelompok ektifitas
- Buat jadwal kontak sosial secara teratur
5. Resti terjadi kecelakaan
- Beri alat bantu : kaca mata, tonglat, alat bantu pendengaran
- Observasi dan jauhkan alat-alat berbahaya
- Ciptakan lingkungan yang aman : lantai tidak licin, penerangan cukup
6. Resti gangguan pola tidur
- Buat jadwal tetap untuk tidur dan bangun
- Hindari tidur diluar jam tidur
- Hindari tidur siang lebih dari 1 jam
- Mandi sore dengan air hangat
- Minum susu hangat sebelum tidur
- Lakukan metode relaksasi






Bahan lagii cui ……….



DEMENSIA PADA LANJUT USIA
Posted by: meysasi on: Agustus 18, 2008
  1. Definisi
Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual, melibatkan tidak hanya ingatan, namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visual dan kepribadian. Kelima komponen tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun pada sebagian besar kasus, kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat yang bervariasi (Gallo, Joseph J : 1998).
Demensia adalah suatu kondisi konvusi kronik dan kehilangan kemmapuan kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik (Watson, Roger : 2003).
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/ memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst & Allen, 1987 dalam Darmojo : 2004).

  1. Perubahan-perubahan fisik pada lansia
·         Sistem persyarafan
·         Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya)
·         Cepatnya menurun hubungan persyarafan
·         Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres
·         Mengecilnya syaraf panca indera
·         Kurang sensitif terhadap sentuhan
·         Penurunan kecepatan konduksi syaraf, cepat bingung, kehilangan orientasi lingkungan, penurunan sirkulasi serebral ( pingsan, kehilangan keseimbangan )
·         Meningen menebal, giri dan sulci otak berkurang kedalamannya, degenerasi pigmen substantia nigra, kekusutan neurofibriler dan pembentukan badan-badan hirano
Keadaan ini sesuai dengan terjadinya patologi sindrom parkinson dan dementia tipe alzheimer.

  1. Klasifikasi demensia
Secara garis besar dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu :
1. Demensia degeneratif primer 50-60%
2. Demensia multi infark 10-20%
3. Demensia yang reversible/ sebagian reversible 20-30%
4. Gangguan lain ( terutama neurologik ) 5-10% )

  1. Etiologi demensia
Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut :
D Drugs ( obat-obatan )
E Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi, dll )
M Metabolik/ endokrin
E Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga )
N Nutrisional
T Tumor & trauma
I Infeksi
A Arteriosklerotik ( komplikasi penyakit aterosklerosis, misal : infark miokard, gagal jantung, dll ) dan alkohol
Keadaan yang secara potensial teversible atau bisa dihentikan :
1. Intoksikasi ( obat, termasuk alkohol, dll )
2. Infeksi susunan syaraf pusat tumor otak, stroke
3. Gangguan metabolik
4. Gangguan nutrisi
5. gangguan vaskuler ( dementia multi infark )
6. Lesi desak ruang
7. Hidrocephalus bertekanan normal
8. Depresi (Pseudo - dementia depresif )
( Mangoen Prasodjo: 2004 )

  1. Patofisiologi
1. Dementia Degeneratif Primer
Dikenal juga dengan nama dementia tipe alzheimer, adalah suatu keadaan yang meliputi perubahan dari jumlah, struktur dan fungsi neuron di daerah tertentu dari kortex otak. Terjadi kekusutan neurofiblier dan plak-plak neurit dan perubahan aktivitas kolinergik di daerah-daerah tertentu di otak. Penyebab tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa teori menerangkan kemungkinan adanya faktor kromosom atau genetik, radikal bebas, toksin amiloid, pengaruh logam aluminium, akibat infeksi virus lambat/ pengaruh lingkungan lain.
2. Dementia Multi Infark
Dementia ini merupakan jenis kedua terbanyak setelah penyakit alzheimer. Bisa didapatkan secara tersendiri atau bersama dengan dementia jenis lain. Didapatkan sebagai akibat/ gejala sisa dari stroke kortikal atau subkortikal yang berulang. Oleh karena lesi di otak seringkali tidak terlalu besar, gejala strokenya ( berupa defisit neurologik) tidak jelas terlihat. Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat (stepwise), di mana setiap episode akut menurunkan keadaan kognitifnya. Hal ini berbeda dengan dapatan pada penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif pada penyakit alzheimer, di mana gejala dan tanda akan berlangsung progresif.
3. Dementia pada Penyakit Neurologik
Berbagai penyakit neurologik sering disertai dengan gejala dementia. Diantaranya yang tersering adalah penyakit parkinson, khorea huntington dan hidrocephalus bertekanan normal. Gejala mirip dementia sub kortikal, yaitu selain didapatkan dementia juga gejala postur dan langkah (gait) serta depresi.
4. Sindroma Amnestik dan Pelupa Benigna Akibat Penuaan
Pada dementia amnestik terdapat gangguan menori (daya ingat)/ hal yang baru terjadi, biasanya penyebabnya adalah :
a. Defisiensi tiamin ( sering akibat pemakaian alkohol berlebihan )
b. Lesi pada struktur otak bagian temporal tengah ( akibat trauma atau anoksia )
c. Iskemia global translen (sepintas) akibat insufisiensi cerebrovaskuler.

  1. Manifestasi klinik
1. Dementia degeneratif primer (alzheimer)
Penyakit alzheimer mempunyai awitan yang lambat dibandingkan dementia multi infark. Penyakit ini muncul secara berabgsur-angsur, tetapi kemampuan kognitif mengalami kemunduran secara progresif tanpa berhenti/ meningkat
Gejala klinik alzheimer dibedakan dalam 3 fase ( Whaley, 1997 ) :
a. Fase I
Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spatial. Limgkungan yang biasa menjadi seperti asing, sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan dan kiri. Bahkanpada fase dini ini rasa tilikan sudah terganggu.
b. Fase II
Terjadi tanda yang mengarah kerusakan fokal, kortikal, walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Gejala neurologik mungkin termasuk tanggapan ekstensor plantans dan beberapa kelemahan fasial, delusi dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal.
c. Fase III
Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita tampak terus menerus apatik. Banyak penderita tidak mengenali diri sendiri/ orang yang dikenalnya. Penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkontinensia alvi/ urine. Gejala neurologik menunjukkan gangguan berat dari gerak langkah, tonus otot, sindrom kluver-Bucy ( apatis, gangguan pengenalan, gerak mulut tidak terkontrol, amnesia, bulimia ).
2. Dementia multi infark
Dapatan yang khas adalah bahwa gejala dan tanda menunjukkan penurunan bertingkat di mana setiap episode akut menurunkan keadaan kognitifnya.
3. Dementia pada penyakit neurologik
Gejala mirip dementia subkortikal yaitu selain didapatkan dementia juga gejala postur langkah gait seperti depresi. Pada MRI didapatkan pelebaran ventrikel melebihi proporsi dibanding atrofi kortikal otak.
4. Sindroma amnestik dan pelupa benigna akibat penuaan
a. Gejala utama adalah gangguan memori (pada kedua keadaan di atas)
b. Pada dementia terdapat gangguan fungsi kortikal
c. Pada sindroma amnestik terdapat gangguan pada daya ingat hal yang baru terjadi
d. Pelupa benigna akibat penuaan biasanya terlihat sebagai gangguan ringan daya ingat yang tidak progresif dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Biasanya dikenali oleh keluarga, teman karena sering mengulang pertanyaan yang sama/ lupa pada kejadian yang baru terjadi. Bila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai gangguan intelektual yang lain maka kemungkinan besar diagnosis dementia dapat ditegakkan (Brockle hurst et. Al 1994, dalam Darmojo : 2004 ).

  1. Penatalaksanaan
1. Optimalkan fungsi dan penderita :
a. Obati penyakit yang mendasari
b. Upayakan aktivitas fisik dan mental
c. Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
d. Akses keadaan lingkungan kalau perlu buat perubahan
e. Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
2. Kenali dan obati komplikasi
a. Depresi
b. Agitasi
c. Inkontinensia
d. Gangguan perilaku lain
e. Mengembara dan berbagai perilaku merusak
3. upayakan perumatan berkesinambungan
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga
a. Berbagai hal tentang penyakitnya
b. <!–[endif]–>Prognosis
c. Kemungkinan gangguan atau kelainan yang terjadi
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya


PROSES KEPERAWATAN

  1. Pengkajian
Apakah klien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari
Adakah kelemahan
Adakah delusi/ halusinasi
Bulimia ada atau tidak
Adakah inkontinensia alvi/ uri
Adakah gangguan memori dan gangguan konsentrasi
Bagaimana kemampuan kognitifnya
Tidak bisa mengingat hal yang baru terjadi
Kebutuhan sehari-hari (ADL) perlu bantuan/ tidak
Gangguan dalam komunikasi/ tampak apatis

  1. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
Perubahan proses pikir
Perunahan persepsi sensori
Perubahan pola eliminasi
Risiko terhadap trauma

  1. Fokus intervensi
1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron ireversible
Kriteria hasil :
Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir/ tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
Intervensi :
Kaji derajat gangguan derajat kognitif, orientasi orang, tempat dan waktu
R/ memberikan dasar untuk evaluasi/ perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi
b. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
R/ kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebih yang meningkatkan gangguan neuron
c. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan klien
R/ menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perseptual
d. Panggil pasien dengan namanya
R/ menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
e. Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada pasien
R/ meningkatkan kemungkinan pemahaman, ucapan yang tinggi/ keras menimbulkan marah/
f. Gunakan hal-hal yang humoris saat berinteraksi pada pasien
R/ tertawa dapat membantu dalam komunikasi dan membantu meningkatkan kestabilan emosi
g. Ijinkan untuk mengumpulkan benda-benda yanga aman
R/ memelihara keamanan dan membuat keseimbangan kehilangan yang sudah pasti
<!–[if !supportLists]–>h. <!–[endif]–>Evaluasi pola dan kecukupan tidur/ istirahat
R/ kekurangan tidur dapat mengganggu proses tidur dan kemampuan koping pasien
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis )
Kriteria hasil :
Klien mampu mendemonstrasikan respon yang menigkat/ sesuai dengan stimulasi
Klien mampu mengidentifikasi/ mengontrol faktor-faktor eksternal yang berperan terhadap perubahan dalam kemampuan persepsi sensori
Intervensi :
a. Kaji derajat sensori/ gangguan persepsi
R/ keterlibatan otak biasanya global, mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetrik yang dapat menyebabkab klein hilang kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
b. Mempertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan
R/ menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi
c. Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau
R/ membantu untuk menghindari masukan sensori penglihatan/ pendengaran yang berlebih
d. Berikan sentuhan dalam cara perhatian
R/ dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
e. Berikan perhatian dalam kenangan indah secara berkala (musik, cerita, foto yang menyenangkan)
R/ menstimulasi ingatan, membangkitkan memori, membantu pengungkapan diri melalui peristiwa masa lalu
f. Ajak picnic sederhana, jalan-jalan keliling rumah sakit dan pantau aktivitas
R/ picnic menunjukkan realita dan memberikan stimulasi sensori yang menyenangkan
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif
Kriteria hasil :
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan diri sendiri
Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan
Intervensi :
Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri
R/ memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/ sesuai dengan perkembangan penyakit kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan
c. Lakukan pengawasan namun berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sebanyak mungkin sesuai kemampuan
R/ mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
R/ pekerjaan yang tadinya mudah (berpakaian, mudah) sekarang menjadi terhambat karena adanya penurunan ketrampilan motorik dan perubahan kognitif dan perubahan fisik
e. Bantu untuk mengenakan pakaian yang rapi
R/ meningkatkan kepercayaan, dapat menurunkan perasaan kehilangan dan meningkatkan kepercayaan untuk hidup
4. Perubahan pola eliminasi berhubunagn dengan kehilangan fungsi neurologis/ tonus otot
Kriteria hasil :
Klien mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
Intervensi :
a. Kaji pola sebelumnya dan bandingkan dengan pola yang sekarang
R/ memberikan informasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnya memerlukan intervensi
b. Berikan cahaya yang cukup terutama malam hari
R/ meningkatkan orientasi kamar mandi
c. Berikan kesempatan untuk melakukan toileting dengan interval waktu yang teratur
R/ ketaatan pada jadwal harian dan teratur dapat mencegah cidera
d. Buat program latihan kandung kemih
R/ menstimulasi kesadaran klien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh
e. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
R/ dapat menurunkan seringnya berkemih, inkontinensia selama malam hari


DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi. R. (2004). Geriatri – Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-3. Jakarta : FKUI

Doenges, Marilynn. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC

Watson, Roger. (2003). Perawatan pada Lansia. Jakarta : EGC


Tidak ada komentar: