Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

Iur Biaya Upaya Pengendalian Mutu dan Pembiayaan

Iur Biaya Upaya Pengendalian Mutu dan Pembiayaan

c
Dalam asuransi kesehatan didapatkan dua kelompok besar, yaitu kelompok  indemnity (indemnity plans atau disebut juga reimbursement plans) dan kelompok managed care (managed care plans).Pada Indemnity, pihak asuransi memberikan kebebasan kepada peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di provider (dokter, klinik, rumah sakit) manapun, tanpa memberikan perhatian lebih kepada kualitas pelayanan yang diberikan oleh provider. Selanjutnya, setelah mendapatkan pelayanan, peserta akan melakukan klaim kepada perusahaan Asuransi, untuk mendapatkan nilai ganti. Namun peserta akan mendapatkan beberapa pembatasan, misalnya setiap tahun perusahaan Asuransi hanya mengganti biaya akomodasi rawat inap hanya untuk 90 hari.  Penggantian biaya untuk tindakan diberikan plafon maksimal. Peserta masih dikenakan deduktibel, ataupun co-payment. Sedangkan sistem managed care akan menyediakan layanan menyeluruh sesuai kebutuhan medis, pola rujukan terstruktur dan berjenjang oleh provider (Pemberi Pelayanan Kesehatan/PPK) yang terseleksi. Keduanya tentu mengintegrasikan sistem pelayanan kesehatan dan sistem pembiayaan.
PT Askes (Persero) sebagai perusahaan asuransi kesehatan yang telah hadir di bumi Indonesia sejak tahun 1968, menggunakan sistem managed care yang diharapkan selain dapat memenuhi akses pelayanan kesehatan pesertanya namun juga mampu memberikan kualitas dan mutu pelayanan serta pengendalian biaya yang tepat dan efisien dapat terpenuhi. Agak berbeda dengan sistem indemnity yang memang tidak menekankan pada hal tersebut. Seperti yang diungkapkan Kepala Divisi Pelayanan Kesehatan Askes Sosial PT Askes (Persero), dr. Taufik Hidayat.
“Bedanya dengan asuransi kesehatan managed care, indeminity lebih mengacu kepada sistem pembiayaannya saja, bukan kepada sistem pelayanannya. Misalnya, peserta dapat berobat ke provider mana saja, yang penting penggantian biayanya tidak melebihi ketentuan. Penggantian biaya rawat inap tidak lebih dari satu juta sehari, namun dalam satu tahun tidak boleh lebih dari 90 hari. Untuk ringan, seperti sakit flu, maag atau apa mungkin cukup, tapi kalau yang masuk ICU bagaimana, apa cukup?,” jelasnya.
Taufik menambahkan, salah satu yang diatur dalam  managed care adalah pola tarif, bagaimana pola tarif yang baik sehingga mampu menjadi alat kendali biaya pelayanan kesehatan, namun pelayanan yang diberikan kepada peserta tetap berkualitas. Untuk itu maka PT Askes (Persero) mengikuti pola pembiayaan yang ada di dunia asuransi. Baik yang bersifat retrospektif (fee for services, dan reimbustment), dan prospective (kapitasi, tarif paket, budget).













Namun yang menjadi permasalahan sekarang adalah perbedaan tarif yang terjadi di rumah sakit-rumah sakit di Indonesia. Ini akan berpengaruh pada iur biaya yang dikenakan kepada peserta asuransi, karena iur biaya disini adalah selisih antara tarif rumah sakit, tarif perusahaan asuransi dalam hal ini PT Askes (Persero) dan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu tarif yang diatur berdasarkan Peraturan Bersama antara Menteri Kesehatan RI dan Menteri Dalam Negeri RI untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI untuk Rumah Sakit Vertikal.
Tarif RS, Tarif Askes, dan Tarif Permenkes/Peraturan Bersama Menkes-Mendagri, Serta Upaya Penurunan Iur Biaya
Menurut Departemen Kesehatan RI (1992) tarif rumah sakit adalah nilai suatu jasa pelayanan rumah sakit dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut bersedia memberikan jasa kepada pasien. Tarif rumah sakit pada dasarnya sama dengan tarif perusahaan pada umumnya. Dalam menetapkan tarif rumah sakit harus mempertimbangkan struktur pasar, ekonomi masyarakat, keadilan dan tujuan rumah sakit.
Selain itu, tujuan lain untuk pemulihan biaya, subsidi silang, mengurangi pesaing, memaksimalkan pendapatan, penggunaan pelayanan, minimalisasi penggunaan pelayanan dan menciptakan citra rumah sakit. Namun untuk RSUD biasanya mendapat pengaruh langsung dari peraturan-peraturan atau norma-norma pemerintah. Tentunya kebijakan tarif rumah sakit merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, yang senantiasa berubah karena sifatnya yang dinamis sesuai dengan kondisi masyarakat, lingkungan, ekonomi, maupun politik.
Perubahan-perubahan pembiayaan pelayanan kesehatan yang terjadi mempengaruhi setiap hubungan seluruh pihak yang terkait yaitu pelaku, pembeli, dan konsumen pelayanan kesehatan. Setiap badan penyelenggara asuransi kesehatan dituntut selalu mengembangkan berbagai sistem pelayanan kesehatan, dengan tujuan memperoleh efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan yang baik. Dalam hal ini  PT Askes (Persero) sebagai badan penyelenggara program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pensiunan PNS, dan anggota veteran.
“Sejak awal sistem pembayaran PT Askes (Persero) kepada rumah sakit bagi peserta diatur oleh pemerintah dengan sistem tarif paket. Tarif paket terdiri dari paket rawat jalan tingkat lanjutan, tarif paket rawat inap, dan tarif pelayanan luar paket yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menkes dan Mendagri Tahun 2009. Di sini besaran tarif yang ditetapkan merupakan besaran maksimum dan tarif yang diberlakukan untuk tiap rumah sakit ditetapkan atas dasar kesepakatan antara pihak rumah sakit dengan PT Askes (Persero) setempat. Kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama,”  jelas Bapak satu anak ini.
Untuk tahun 2009, seiring perubahan tarif rumah sakit yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menkes dan Mendagri, diharapkan selisih tarif yang ada dapat diupayakan seminimal mungkin sehingga tidak memberatkan peserta. Hasilnya ternyata cukup signifikan. Untuk tahun ini (2009) dari 470 rumah sakit pemerintah yang ada di Indonesia, yang masih terdapat  iur biaya hanya 92 rumah sakit atau sekitar 20 %. Serta dari 41 rumah sakit TNI/POLRI , hanya 9 rumah sakit yang masih dikenakan iur biaya.
Mengapa hal ini terjadi, menurut Direktur Utama PT Askes (Persero)  I Gede Subawa, hal ini masih dipengaruhi oleh perbedaan harga atau tarif di masing-masing rumah sakit. Karena belum ada keseragaman ini, maka PT Askes (Persero) senantiasa melakukan negosiasi kepada pihak rumah sakit untuk meminimalkan bahkan menghilangkan iur biaya yang masih berlaku di beberapa tempat. Terutama bagi pelayanan kesehatan untuk penyakit yang sifatnya katastropik.
“Fenomena masih beragamnya besaran tarif rumah sakit di Indonesia memang menjadi kelemahan. Belum semuanya rumah sakit provider Askes bebas dari iur biaya. Namun dengan sistem pembiayaan yang dilakukan selama ini, PT Askes (Persero) masih bisa mengendalikan biaya yang diharapkan efisien dan efektif. Pola pembiayaan dengan tarif paket adalah cikal bakal pola pembiayaan yang tengah dikembangkan di Indonesia yaitu INA DRG’s (Indonesia Diagnosis Related Group’s) , yaitu sistem pembayaran kepada PPK yang ditetapkan berdasarkan pengelompokan diagnosis tanpa memperhatikan jumlah tindakan atau pelayanan yang diberikan,” jelas Gede Subawa.
Gede memaparkan, di lingkungan PT Askes (Persero), pembiayaan DRG’s ini telah diberlakukan bagi tindakan-tindakan khusus misalnya cuci darah, transplantasi ginjal dan tindakan operatif jantung terbuka. Keuntungan yang diperoleh adalah penyederhanaan administrasi serta efisiensi dana pelayanan kesehatan.
Iur Biaya dalam Konsep Asuransi
Adanya jaminan biaya kesehatan tanpa disertai dengan manajemen utilisasi (penggunaan) pelayanan kesehatan yang baik tentu akan mengkibatkan terjadi peningkatan biaya yang disebabkan oleh adanya moral hazard dari peserta asurani ataupun provider.  Moral hazard adalah kerugian yang timbul akibat kelalaian yang disengaja peserta asuransi untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan polis asuransinya, dengan kata lain niat yang tidak baik peserta asuransi atau provider dengan sengaja tidak menjaga kesehatannya.
Moral hazard dari sisi peserta dengan menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berlebihan dan moral hazard dari sisi provider dengan memberikan pelayanan yang berlebihan yang tidak sesuai dengan demand dan need dari peserta sehingga menyebabkan terjadinya over utilization. Pengendalian utilisasi dan biaya kesehatan secara teori dapat dilakukan dengan mengadakan intervensi pada sisi supply dan sisi demand. Intervensi pada sisi supply (pemberi pelayanan kesehatan) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pembayaran secara prospective payment system yang selama ini telah diterapkan PT Askes (Persero).
Namun bagaimana dari sisi peserta (demand). Salah satu cara yang biasa dilakukan asuransi kesehatan adalah dengan menerapkan iur biaya (cost sharing). Namun iur biaya disini tidaklah sama dengan konsep iur biaya yang disebutkan di atas, yang merupakan selisih antara tarif rumah sakit, tarif Askes, dan tarif SKB Menkes dan Mendagri. Iur biaya di sini adalah pembebanan biaya pelayanan kesehatan kepada peserta atau anggota keluarganya, misalnya pada paket-paket benefit tertentu pihak tertanggung harus membayar sejumlah porsi biaya kesehatan tersebut.
“Tujuan iur biaya adalah agar masyarakat bertindak rasional dan terhindar dari moral hazard. Tapi disini juga harus berhati-hati, iur biaya yang melampaui batas kemampuan peserta dapat menjadi paradoks dari prinsip asuransi kesehatan yang memproteksi penduduk dari kerugian keuangan sekaligus menurunkan akses peserta,” jelas Nurbaiti, Sekjen Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) pada Info Akses.
Untuk itu ia menambahkan, jika PT Askes (Persero) ingin menggunakan konsep iur biaya, harus dipilah-pilah mana pelayanan kesehatan yang sekiranya bisa menimbulkan moral hazard mana yang tidak. Dengan melihat kondisi perekonomian masyarakat Indonesia saat ini, jangan sampai iur biaya ini menimbulkan kesenjangan bagi peserta Askes pada khususnya sehingga semakin jauh dari akses pelayanan kesehatan.
“Memang di negara maju, yang kultur demand nya sudah berada di titik maksimum wajib diberlakukan iur biaya agar tidak terjadi over utilisasi. Namun untuk Indonesia pemerintah khususnya badan penyelenggara jaminan kesehatan harus tepat memilih mana pelayanan yang boleh dikenakan iur biaya dan mana yang tidak, terlebih jika nanti menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Khusus untuk PT Askes (Persero) harus bisa menyiapkan strategi agar pengendalian biaya dapat terpenuhi, namun tidak meninggalkan kualitas dan mutu pelayanan dari provider yang ditunjuk,” papar wanita pensiunan PT Askes (Persero) ini.
Upaya Askes
Lalu bagaimana Askes berupaya mengendalikan pembiayaan dari sisi peserta. Tentu saja berbagai program yang relevan dengan kondisi peserta terus diupayakan. Terutama bagaimana perusahaan ini mengolah alur informasi yang baik antara peserta, provider dan PT Askes (Persero) itu sendiri. Informasi-informasi seputar pelayanan dan tentunya informasi yang bersifat promotif dan preventif tentu membutuhkan perhatian khusus, agar intervensi pengendalian ini menjadi semakin optimal.
“Seluruh jaringan Askes baik di kantor regional, cabang maupun Askes Center/PPTARS di rumah sakit tentu akan terus meningkatkan hubungan komunikasi dengan peserta dan provider. Salah satunya dengan media Info Askes ini yang diharapkan menjadi jembatan komunikasi yang baik dan komprehensif antara ketiga belah pihak,” jelas I Gede Subawa.
Bapak dua anak ini juga menyampaikan, bagaimana PT Askes (Persero) terus menerapkan sistem rujukan berjenjang yang dimulai dari dokter keluarga atau puskesmas (rawat jalan tingkat pertama), lalu jika dokter keluarga atau puskesmas tidak sanggup melayani dapat dirujuk ke rumah sakit (rawat jalan tingkat lanjutan atau rawat inap). Optimalisasi sistem rujukan tentu disebabkan karena menurunnya kesadaran peserta untuk mengikuti sistem ini, dan kebanyakan dari mereka langsung berbondong-bondong pergi ke rumah sakit. Inilah yang menyebabkan rumah sakit seolah seperti puskesmas raksasa.
“Hal ini terus kami upayakan, terutama bagaimana optimalisasi peran dokter keluarga Askes yang terus kami upgrade, baik dari segi mutu, kualitas, serta pembiayaannya. Maksudnya agar dokter keluarga bisa terfokus pada upaya kuratif (diagnosa, dan penyembuhan) dan peran puskesmas sebagai penyelenggara upaya  promotif dan preventif, walaupun tidak menutup kemungkinan puskesmas juga dioptimalkan untuk kuratif dan rehabilitatif. Perlu diingat kembali sistem managed care yang dianut PT Askes (Persero) yang harus memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif,” terang pria kelahiran Bali ini.
Untuk itu, I Gede Subawa menghimbau agar puskesmas harus terus berupaya mengembalikan kepercayaan masyarakat akan akses pelayanan kesehatan yang memadai. Hal ini disebabkan risiko over utilisasi di rumah sakit sangat besar, baik dari segi pembiayaan maupun segi kesehatan pasien itu sendiri. Di samping itu peserta dan masyarakat pun juga harus secara sadar mengetahui, bahwa sistem yang dibuat oleh PT Askes (Persero) adalah bentuk terbaik walaupun ke depannya nanti harus senantiasa dikembangkan seiring kemajuan zaman, dalam upaya efektivitas mutu pelayanan kesehatan dan pembiayaan.[]

Tidak ada komentar: