DEFINISI
1.Hipofungsi kelenjar hipofisis
(hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar sendiri atau
pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
(hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar sendiri atau
pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
2.Hipopitutarisme is pituitary
insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the pituitary gland. (Diane
C. Baughman)
insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the pituitary gland. (Diane
C. Baughman)
3.Hipopituitarisme mengacu kepada
keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat rendah. (Elizabeth
C Erorwin)
keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat rendah. (Elizabeth
C Erorwin)
4.Hipopituitarisme adalah hiposekresi
satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C. Long)
satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C. Long)
5.Hipopituitarisme adalah disebabkan
oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis, hipofisis post partum
(penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak,
hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita
Selekta Edisi:2)
oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis, hipofisis post partum
(penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak,
hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita
Selekta Edisi:2)
Pituitary
adalah kelenjar majemuk sekresi internal yang terletak di dalam sel tursika,
yakni suatu lekukan di dalam tulang sfenoid hipopituitarisme dapat desebabkan
oleh macam – macam kelainan kelamin antara lain nekrosis, hipofisis postpartura
(penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis, trauma tengkorak, hipertensi
maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain.
adalah kelenjar majemuk sekresi internal yang terletak di dalam sel tursika,
yakni suatu lekukan di dalam tulang sfenoid hipopituitarisme dapat desebabkan
oleh macam – macam kelainan kelamin antara lain nekrosis, hipofisis postpartura
(penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis, trauma tengkorak, hipertensi
maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain.
Hipopituitarisme
adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis. Definisi hormon
hipofisis depan dapat terjadi dari 3 jalur :
adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis. Definisi hormon
hipofisis depan dapat terjadi dari 3 jalur :
- Kelainan di dalam kelenjar yang dapat merusak sel – sel sekretorik.
- Kelainan di dalam atau yang berdekatan dengan tangkai hipofise dimana
dapat menyebabkan penghentian penyebaran faktor – faktor yang berasal dari
hipotalamus. - Kelainan di dalam hipotalamus sendiri dimana dapat merusak pelepasan
bahan pengatur pada hipofise depan.
Enam hormon yang sangat penting
ditambah beberapa yang kurang disekresi oleh hipofise anterior dan dua hormon
yang penting disekresi oleh hipofise posterior. Hormon – hormon hipofisis anterior memegang peranan utama mengatur fungsi
metaboliosme di seluruh tubuh,
ditambah beberapa yang kurang disekresi oleh hipofise anterior dan dua hormon
yang penting disekresi oleh hipofise posterior. Hormon – hormon hipofisis anterior memegang peranan utama mengatur fungsi
metaboliosme di seluruh tubuh,
- Growth Hormon meningaktkan pertumbuhan binatang dengan mempengaruhi
banyak fungsi metabolisme di seluruh tubuh, khususnya pembentukan n. - Adrenokortikotropin mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal
yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak. - Hormon perangsang tiroid mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh
kelenjar tiroid, mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjar tiroid
dan tiroksin selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi – reaksi
kimia seluruh tubuh. - Prolaktin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan
susu dan dua hormon gonadotropin. - Hormon perangsang folikel dan
- Hormon luteinisasi mengatur pertumbuhan gonad serta aktivitas
reproduksinya.
Dua hormon yang disekresi oleh
hipofise posterior memegang peranan lain:
hipofise posterior memegang peranan lain:
- Hormon antideuretik mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urina dan
dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh. - Oksitosin :
- Mengkonsentrasikan alveolus payudara, sehingga mambantu mengalirkan
susu dari kelenjar mammae ke puting susu salama penghisapan dan - Mengkonsentrasikan uterus jadi membantu melahirkan bayi kehamilan.
II. 2 KLASIFIKASI
- HIPOFISIS ANTERIOR (Adenohipofisis).
Merupakan
kelenjar yang sangat vaskuler dengan sinus - sinus kapiler yang luas diantara sel – sel kelenjar,
0,6 gr dan diameternya
sekitar 1 cm sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormon yang dinamakan
”releasing dan inhibitory hormones (atau factor) hipotalamus” yang disekresi
dalam hipotalamus sendiri dan kemudian dihantarkan kehipofisis anterior melaui
pembuluh darah kecil yang dinamakan pembuluh partal hipotalamik hipofisial.
kelenjar yang sangat vaskuler dengan sinus - sinus kapiler yang luas diantara sel – sel kelenjar,
sekitar 1 cm sekresi hipofisis anterior diatur oleh hormon yang dinamakan
”releasing dan inhibitory hormones (atau factor) hipotalamus” yang disekresi
dalam hipotalamus sendiri dan kemudian dihantarkan kehipofisis anterior melaui
pembuluh darah kecil yang dinamakan pembuluh partal hipotalamik hipofisial.
? Jenis
sel hipofisis anterior
sel hipofisis anterior
Kelenjar hipofisis anterior terdiri atas beberapa jenis sel. Pada umumnya
terdapat satu jenis sel untuk setiap jenis hormon yang dibentuk pada kelenjar
ini, dengan teknik pewarnaan khusus berbagai jenis sel ini dapat dibedakan satu
sama lain. Satu – satunya
kemungkinan pengecualiannya adalah sel dari jenis yang sama mungkin menyekresi hormon
iuteinisasi dan hormon perangsang folikel.
terdapat satu jenis sel untuk setiap jenis hormon yang dibentuk pada kelenjar
ini, dengan teknik pewarnaan khusus berbagai jenis sel ini dapat dibedakan satu
sama lain. Satu – satunya
kemungkinan pengecualiannya adalah sel dari jenis yang sama mungkin menyekresi hormon
iuteinisasi dan hormon perangsang folikel.
Berdasarkan ciri – ciri
pewarnaannya, sel – sel hipofise anterior dibedakan ke dalam 3 kelompok klasik
: Kromofobik (tanpa granul), Eosinofilik dan Basofilik.
pewarnaannya, sel – sel hipofise anterior dibedakan ke dalam 3 kelompok klasik
: Kromofobik (tanpa granul), Eosinofilik dan Basofilik.
? Sel –
sel eosinfilik dianggap bertanggung jawab untuk sekresi ACTH, TSH, LH serta
FSH.
sel eosinfilik dianggap bertanggung jawab untuk sekresi ACTH, TSH, LH serta
FSH.
¨ ACTH (Adrenocorticotropic Hormon) merangsang
biosintesis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal.
biosintesis dan pelepasan kortisol oleh korteks adrenal.
¨ Hormon perangsang tiroid / TSH (Thyroid –
Stimulating Hormon : tirotropin) merangsang uptake yodida dan sintesis serta
pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Stimulating Hormon : tirotropin) merangsang uptake yodida dan sintesis serta
pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
¨ Hormon perangsang folikel / FSH (Follicte –
Stimulating Hormon) merangsang perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormon
esterogen dan ovarium serta spermatogenesis pada testis.
Stimulating Hormon) merangsang perkembangan folikel de graaf dan sekresi hormon
esterogen dan ovarium serta spermatogenesis pada testis.
¨ Hormon Luteinisasi (LH) mendorong ovulasi dan
luteinasi folikel yang sudah masak di dalam ovarium. Pada laki – laki hormon
ini, yang dahulunya disebut hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=
Interfisial Cell Stimulating Hormon), merangsang produksi dan pelepasan
testosteron oleh sel – sel leydig di testis.
luteinasi folikel yang sudah masak di dalam ovarium. Pada laki – laki hormon
ini, yang dahulunya disebut hormon perangsang sel interstisialis (ICSH=
Interfisial Cell Stimulating Hormon), merangsang produksi dan pelepasan
testosteron oleh sel – sel leydig di testis.
¨ Prolaktrin (PRL) merangsang sekresi air susu
oleh payudara ibu setelah melahirkan.
oleh payudara ibu setelah melahirkan.
¨ Pengendalian sekresi hipofisis anterior.
Sistem rangkap (dual system) yang mengendalikan sekresi hormon hipofise anterior
melalui 2 mekanisme kontrol antara lain :
melalui 2 mekanisme kontrol antara lain :
- Umpan
balik negatif, dimana hormon dari kelenjar sasaran yang bekerja pada
tingakat hipofise/hipotalamus menghambat sekresi hormon trofiknya. - Pengendalian
oleh hormon – hormon hipotalamus yang berasal dari sel – sel neuronai di
dalam atau di dekat eminensia medialis dan disekresikan ke sirkulasi
partai hipofise.
b. HIPOFISIS POSTERIOR (Neuro
hipofisis)
hipofisis)
Kelenjar hipofisis posterior terutama
terdiri atas sel – sel glia yang disebut pituisit. Namun pituisit ini tidak
mensekresi hormon, sel ini hanya bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak
sekali ujung – ujung serat saraf dan bagian terminal akhir serat dari jaras
saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel
hipotalamus.
terdiri atas sel – sel glia yang disebut pituisit. Namun pituisit ini tidak
mensekresi hormon, sel ini hanya bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak
sekali ujung – ujung serat saraf dan bagian terminal akhir serat dari jaras
saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel
hipotalamus.
Jaras saraf ini berjalan menuju ke
neurohipofisis melalui tangkai hipofisis, bagian akhir saraf ini merupakan knop
bulat yang mengandung banyak granula – granula sekretonik, yang terletak pada
permukaan kapiler tempat granula – granula tersebut mensekresikan hormon
hipofisis posterior berikut :
neurohipofisis melalui tangkai hipofisis, bagian akhir saraf ini merupakan knop
bulat yang mengandung banyak granula – granula sekretonik, yang terletak pada
permukaan kapiler tempat granula – granula tersebut mensekresikan hormon
hipofisis posterior berikut :
Hormon
antidiuretik (ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin yaitu senyawa
oktapeptida yang merupakan produk utama hipofise posterior. Memainkan peranan
fisiologik yang penting dalam pengaturan metabolisme air.
antidiuretik (ADH) yang juga disebut sebagai vasopresin yaitu senyawa
oktapeptida yang merupakan produk utama hipofise posterior. Memainkan peranan
fisiologik yang penting dalam pengaturan metabolisme air.
Hormon
antidiuretik (ADH) dalam jumlah sedikit sekali, sekecil 2 nanogram, bila
disuntukkan ke orang dapat menyebabkan anti diuresis yaitu penurunan ekskresi
air oleh ginjal. Stimulus yang lazim menimbulkan ekskresi ADH adalah
peningkatan osmolaritas plasma. Dalam
keadaan normal osmolaritas plasma dipertahankan secara ketat sebesar 280
mOsm/kg plasma.
antidiuretik (ADH) dalam jumlah sedikit sekali, sekecil 2 nanogram, bila
disuntukkan ke orang dapat menyebabkan anti diuresis yaitu penurunan ekskresi
air oleh ginjal. Stimulus yang lazim menimbulkan ekskresi ADH adalah
peningkatan osmolaritas plasma. Dalam
keadaan normal osmolaritas plasma dipertahankan secara ketat sebesar 280
mOsm/kg plasma.
Kalau terjadi kehilangan air
ekstraselular, osmolaritas plasma akan meningkat shingga mengaktifkan
osmoreseptor, kemudian sinyal untuk pelepasan ADH, peningkatan osmolaritas
plasma juga merangsang pusat rasa haus yang secara anatomis berdekatan /
berhubungan dengan nukleus supraoptikus.
ekstraselular, osmolaritas plasma akan meningkat shingga mengaktifkan
osmoreseptor, kemudian sinyal untuk pelepasan ADH, peningkatan osmolaritas
plasma juga merangsang pusat rasa haus yang secara anatomis berdekatan /
berhubungan dengan nukleus supraoptikus.
Kerja ADH untuk mempertahankan
jumlah air tubuh terutama terjadi pada sel – sel ductus colligens ginjal. ADH
mengerahkan kemampuannya yang baik untuk mengubah permeabilitas membran sel
epitel sehingga meningkatkan keluarnya air dari tubulus ke dalam cairan
hipertonik diruang pertibuler/interstisial.
jumlah air tubuh terutama terjadi pada sel – sel ductus colligens ginjal. ADH
mengerahkan kemampuannya yang baik untuk mengubah permeabilitas membran sel
epitel sehingga meningkatkan keluarnya air dari tubulus ke dalam cairan
hipertonik diruang pertibuler/interstisial.
Aktifitas ADH dan rasa haus yang
saling terintigritas itu sangat efektif untuk mempertahankan osmolaritas cairan
tubuh dalam batas – batas yang sangat sempit.
saling terintigritas itu sangat efektif untuk mempertahankan osmolaritas cairan
tubuh dalam batas – batas yang sangat sempit.
c. HIPOFISIS PARS
INTERMEDUS
INTERMEDUS
Berasal dari bagian dorsal kantong
Rathke yang menjadi satu dengan hipofisis posterior. Pars intermedus
mengeluarkan hormon MSH (melanocyte stimulating hormon) melanotropin =
intermedian. MSH terdiri dari sub unit alfa dan sub untui beta, beta MHS lebih
menentukan khasiat hormon tersebut. Pada manusia, pars intermedus sangat
rudimeter sehingga pada orang dewasa tidak ada bukti bahwa MSH dihasilkan oleh
bagian ini. Beta MSH memiliki struktur kimia yang mirip dengan ACTH (adreno
cortico tropic hormon), sehingga ACTH memiliki khasiat seperti MSH.
Rathke yang menjadi satu dengan hipofisis posterior. Pars intermedus
mengeluarkan hormon MSH (melanocyte stimulating hormon) melanotropin =
intermedian. MSH terdiri dari sub unit alfa dan sub untui beta, beta MHS lebih
menentukan khasiat hormon tersebut. Pada manusia, pars intermedus sangat
rudimeter sehingga pada orang dewasa tidak ada bukti bahwa MSH dihasilkan oleh
bagian ini. Beta MSH memiliki struktur kimia yang mirip dengan ACTH (adreno
cortico tropic hormon), sehingga ACTH memiliki khasiat seperti MSH.
II. 3 ETIOLOGI
Hipopiutuitarisme
dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya
menyangkut :
dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya
menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur,
bakteri piogenik.
bakteri piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid
autoimun)
autoimun)
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil
hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau semau hormon lain.
hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau semau hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang
mengalamai malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH dari
hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang
berlebihan.
mengalamai malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH dari
hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang
berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat
kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak sebagian atau
semua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah
perdarahan maternal.
kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak sebagian atau
semua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah
perdarahan maternal.
II. 5 MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan
atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin
merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.
atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin
merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.
2. Gambaran dari produksi hormon
pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan dan kaki besar demikian
pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri
sendi).
pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan dan kaki besar demikian
pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri
sendi).
3. Hiperprolaktinemia : amenore
atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita, impotensi pada
pria.
atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita, impotensi pada
pria.
4. Sindrom Chusing : obesitas
sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus, osteoporosis.
sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus, osteoporosis.
5. Defisiensi hormon
pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak – anak.
pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak – anak.
6. Defisiensi Gonadotropin :
impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria, amenore pada wanita.
impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria, amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi,
kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.
kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise,
anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang sangat hebat
selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari
penurunan fungsi adrenal.
anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang sangat hebat
selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari
penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,
dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
II. 6 PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
Amati bentuk dan ukuran tubuh,
ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan
pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis)
ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan
pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis)
b. Palpasi :
Palpasi kulit, pada wanita
biasanya menjadi kering dan kasar.
biasanya menjadi kering dan kasar.
Tergantung pada penyebab
hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
2. Keji pula dampak perubahan fisik
terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
3. Data penunjang dari hasil pemeriksaan
diagnostik seperti :
diagnostik seperti :
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan
atau erosi sella tursika.
atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH GH,
prolaktin, alsdosteron, testosteron, kartisol, androgen, test stimulasi yang
mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormon.
prolaktin, alsdosteron, testosteron, kartisol, androgen, test stimulasi yang
mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormon.
II. 7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17
hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis
Sella Tursika
Sella Tursika
a. Foto polos kepala
b. Poliomografi berbagai arah
(multi direksional)
(multi direksional)
c. Pneumoensefalografi
d. CT
Scan
Scan
e. Angiografi
serebral
serebral
3. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Adanya kelainan lapangan
pandang mencurigakan
pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekan
kiasma optik
kiasma optik
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta
esterogen atau testosteron
esterogen atau testosteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c. Tes provokasi dengan menggunakan
stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap
kadar hormon serum.
stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap
kadar hormon serum.
d. Tes provokatif.
II. 8 KOMPLIKASI
1. Kardiovaskuler.
a. Hipertensi.
b. Tromboflebitis.
c. Tromboembolisme.
d. Percepatan uterosklerosis.
2. Imunologi.
Peningkatan resiko infeksi dan
penyamaran tanda – tanda infeksi.
penyamaran tanda – tanda infeksi.
3. Perubahan mata.
a. Glaukoma.
b. Lesi kornea.
4. Muskuloskeletal.
a. Pelisutan otot.
b. Kesembuhan luka yang jelek.
c. Osteoporis dengan fraktur
kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis aseptik kaput
femoris.
kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis aseptik kaput
femoris.
5. Metabolik.
Perubahan pada metabolisme glukosa
sindrome penghentian steroid.
sindrome penghentian steroid.
6. Perubahan penampakan.
a. Muka seperti bulan (moon face).
b. Pertambahan berat badan.
c. Jerawat.
II. 9 DIAGNOSA BANDING
1. Gangguan hipotalamus.
2. Penyakit organ ’target’
seperti gagal tiroid primer, penyakit
addisonseperti gagal tiroid primer, penyakit
atau gagal gonadal rimer.
3. Penyebab sindrom chusing
lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
4. Diabetes insipidus
psikogenik atau nefrogenik.
psikogenik atau nefrogenik.
5. Syndrom parkinson
II. 10 PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya
dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan
operasi.
dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan
operasi.
2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid
yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason
tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat
stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan
parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian
cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid
yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason
tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat
stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan
parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian
cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan
setelah terapi dengan hidrokortison.
setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki – laki
berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron siprionat 200 mg
intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os
tiap hari.
berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron siprionat 200 mg
intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os
tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara
siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan juga androgen dosis setengah
dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’
bila terdapat dwarfisme.
siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan juga androgen dosis setengah
dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’
bila terdapat dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, diobati dengan
pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali dan hiperprolaktinemia
dengan hymocriptine).
pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali dan hiperprolaktinemia
dengan hymocriptine).
4. Beberapa cara pengobatan sering
dilakukan.
dilakukan.
5. Defisiensi hormon hos diobati sebagai
berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan
kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen
untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan
penyuntikan FSH atau HCG.
berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan
kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen
untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan
penyuntikan FSH atau HCG.
6. Desmopressin dengan
insuflasi masal dalam dosis terukur.
insuflasi masal dalam dosis terukur.
B A B III
TINJAUAN KEPERAWATAN
III. 1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
1. Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala
yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
2. Sejak kapan keluhan diarasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada
masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.
masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.
3. Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir
terdapat pada klien kretinisme.
terdapat pada klien kretinisme.
4. Kaji TTV dasar untuk
perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
5. Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien. Bandingkan perumbuhan anak
dengan standar.
dengan standar.
6. Keluhan utama klien:
a. Pertumbuhan lambat.
b. Ukuran otot dan tulang kecil.
c. Tanda – tanda seks sekunder tidak
berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila, payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila, payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
d. Interfilitas.
e. Impotensi.
f. Libido menurun.
g. Nyeri senggama pada wanita.
7. Pemeriksaan fisik
a. Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB
dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis
pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis
pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
b. Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
Tergantung pada penyebab hipopituitary,
perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya
adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan
fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya
adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan
fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
8. Kaji pula dampak perubahan fisik
terhadap kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
terhadap kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
9. Data penunjang dari hasil pemeriksaan
diagnostik seperti :
diagnostik seperti :
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan
atau erosi sella tursika.
atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serta serum darah : LH dan
FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol, aldosteron, test
stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormone.
FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol, aldosteron, test
stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormone.
III. 2 DAIGNOSA
Diagnosa keperawatan yang dapat
dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
1. Gangguan citra tubuh yang berhubungan
dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin
dan defisiensi hormon pertumbuhan.
dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin
dan defisiensi hormon pertumbuhan.
2. Koping individu tak efektif
berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
3. Harga diri rendah
berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
4. Gangguan persepsi sensori
(penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat
penekanan tumor pada nervus optikus.
(penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat
penekanan tumor pada nervus optikus.
5. Ansietas berhubungan dengan
ancaman atau perubahan status kesehatan.
ancaman atau perubahan status kesehatan.
6. Defisit perawatan diri
berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
7. Resiko gangguan integritas
kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
III. 3 INTERVENSI
Secara umum
tujuan yang diharapakan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah
:
tujuan yang diharapakan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah
:
1. Klien memiliki kembali citra
tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi
aktif dalam program pengobatan.
aktif dalam program pengobatan.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari – hari.
sehari – hari.
4. Klien bebas dari rasa cemas.
5. Klien terhindar dari komplikasi.
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh yang Berhubungan
dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin
dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin
dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali
citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil :
1. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian,
pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.
pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.
2. Penampilan
dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi :
1. Dorong individu untuk
mengekspresikan perasaan.
mengekspresikan perasaan.
R/ Kita dapat
mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
2. Dorong individu untuk
bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.
bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.
R/ Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien
secara bertahap akan mulai menerima kenyataan.
secara bertahap akan mulai menerima kenyataan.
3. Tingkatkan komunikasi terbuka,
menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
R/ Membantu
untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman
tidak terjadi.
untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman
tidak terjadi.
4. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan
individu yang mengalami pengalaman yang sama.
individu yang mengalami pengalaman yang sama.
R/ Sebagai
problem solving
problem solving
5. Bantu staf mewaspadai dan menerima
perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
R/ Perilaku
menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan /
ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan /
ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
2. Dx : Koping Individu Tak
Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
Tujuan : Setelah dilakuan tindakan keperawatan tingkat koping individu
meningkat.
meningkat.
Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4. Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi :
1. Kaji status koping individu
yang ada.
yang ada.
R/ Meningkatkan proses interaksi sosial karena klien mengalami
peningkatan komunikatif.
peningkatan komunikatif.
2. Berikan dukungan jika
individu berbicara.
individu berbicara.
R/ Klien
meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
3. Bantu individu untuk
memcahkan masalah (problem solving).
memcahkan masalah (problem solving).
R/ Dengan
berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan individu untuk melakukan
teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran penatalaksanaan stress.
teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran penatalaksanaan stress.
R/ Ketepatan
penanganan dan proses penyembuhan.
penanganan dan proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi
untuk proses penyuluhan.
untuk proses penyuluhan.
R/ Klien
mengerti tentang penyakitnya.
mengerti tentang penyakitnya.
3. Dx : Harga diri Rendah
berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan harga diri meningkat.
keperawatan harga diri meningkat.
Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran
mengenai diri.
mengenai diri.
2. Mengidentifikasikan dua
atributif positif mengenai diri.
atributif positif mengenai diri.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
perawat dan klien.
perawat dan klien.
R/ Rasa
percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
R/ Pasien
akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
3. Diskusikan harapan /
keinginan / perasaan.
keinginan / perasaan.
R/ Dengan cara pertukaran
pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinya
harga diri rendah.
pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinya
harga diri rendah.
4. Rujuk kepelayanan pendukung.
R/ Memberikan
tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang sama.
tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang sama.
4. Dx : Gangguan Persepsi Sensori
(Penglihatan) berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan
Transmisi, Impuls.
(Penglihatan) berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan
Transmisi, Impuls.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan berangsur –
angsur membaik.
angsur membaik.
Kriteria Hasil :
1. Menunjukkan tanda adanya penurunan
gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori
gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan
faktor resiko jika mungkin.
faktor resiko jika mungkin.
3. Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan
penanganan.
penanganan.
Intervensi :
1. Kurangi penglihatan yang berlebih.
R/ Mengurangi
tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.
tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.
2. Orientasikan terhadap keseluruhan 3
bidang (orang, tempat, waktu).
bidang (orang, tempat, waktu).
R/ Untuk
mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.
mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.
3. Sediakan waktu untuk istirahat bagi
klien tanpa gangguan.
klien tanpa gangguan.
R/ Meningkatkan
kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya penglihatan.
kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya penglihatan.
4. Gunakan berbagai metode
untuk menstimulasi indera.
untuk menstimulasi indera.
R/ Mempertahankan
normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan.
normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan.
5. Dx : Ansietas berhubungan dengan
Perubahan Status Kesehatan.
Perubahan Status Kesehatan.
Tujuan : Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan berkurang.
kesehatan berkurang.
Kriteria hasil :
1. Peningkatan kenyaman psikologis dan
fsikologis.
fsikologis.
2. Menggambarkan ansietas dan pola
kopingnya.
kopingnya.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya.
R/ Komunikasi
terapeutik dapat memudahkan tindakan.
terapeutik dapat memudahkan tindakan.
2. Catat respon verbal non
verbal pasien.
verbal pasien.
R/ Mengetahui
perasaan yang sedang dialami klien.
perasaan yang sedang dialami klien.
3. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan
ketegangan.
ketegangan.
R/ Kondisi
rileks dapat menurunkan tingkat ancietas.
rileks dapat menurunkan tingkat ancietas.
4. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode
menghentikan tidur.
menghentikan tidur.
R/ Mengatasi
kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
6. Dx : Defisit Perawatan Diri
berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan Otot.
berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan Otot.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam
aktifitas perawatan diri.
aktifitas perawatan diri.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi kemampuan aktifitas
perawatan diri.
perawatan diri.
2. Melakukan kebersihan optimal setelah
bantuan dalam perawatan diberikan.
bantuan dalam perawatan diberikan.
3. Berpartisipasi secara fisik / verbal
dalam aktifitas, perawatan diri / pemenuhan kebutuhan dasar.
dalam aktifitas, perawatan diri / pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab
menurunnya defisit perawatan diri.
menurunnya defisit perawatan diri.
R/ Menghambat faktor penyebab
dapat meningkatkan perawatan diri.
dapat meningkatkan perawatan diri.
2. Tingkatkan partisipasi
optimal.
optimal.
R/ Partisipasi
optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
3. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi
dalam setiap aktivitas perawatan.
dalam setiap aktivitas perawatan.
R/ Dapat
menumbuhkan rasa percaya diri klien.
menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4. Beri dorongan untuk
mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
R/ Dapat
memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.
memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.
7. Dx : Resiko Gangguan Integritas
Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit
dalam kondisi normal.
dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi faktor penyebab.
2. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan
yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3. Menggambarkan etiologi dan tindakan
pencegahan.
pencegahan.
4. Memperlihatkan integritas kulit bebas
dari luka tekan.
dari luka tekan.
Intervensi :
1. Pertahankan kecukupan masukan cairan
untuk hidrasi yang adekuat.
untuk hidrasi yang adekuat.
R/ Mengurangi
ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk
rehidrasi.
ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk
rehidrasi.
2. Berikan dorongan latihan
rentang gerak dan mobilisasi.
rentang gerak dan mobilisasi.
R/ Meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot / sendi.
pemeliharaan fungsi otot / sendi.
3. Ubah posisi atau mobilisasi.
R/ Meningkatkan
posisi fungsional pada ekstrimitas.
posisi fungsional pada ekstrimitas.
4. Tingkatkan masukan karbohidrat dan
protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
R/ Kelemahan
dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan
malnutrisi.
dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan
malnutrisi.
5. Pertahankan tempat tidur sedatar
mungkin.
mungkin.
R/ Posisi
datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah
tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.
datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah
tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.
III. 4 IMPLEMENTASI
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh yang Berhubungan
dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin
dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin
dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
- Mendorong
klien untuk mengungkapkan perasaan. - Mendorong
klien untuk meningkatkan proses koping terhadap orang lain. - Mendorong klien untuk
berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama. - Membantu
klien dalam aktivitas perawatan diri melibatkan juga orang lain. - Membantu
klien untuk dapat terlibat dalam aktivitas perawatan diri.
2. Dx : Koping Individu Tak
Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
- Mengkaji status koping
individu yang ada. - Memberikan dukungan
jika individu berbicara. - Melakukan
tindakan komunikasi terapeutik dengan membina hubungan saling percaya
kepada klien. - Membantu individu dalam
memecahkan masalah (problem solving). - Mengajarkan teknik
relaksasi.
3. Dx : Harga diri Rendah
berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
- Membina hubungan saling
percaya antar perawat dengan klien. - Meningkatkan interaksi
sosial. - Meningkatkan
harga diri dengan cara mendukung segala tindakan, harapan atau keinginan
pasien.
4. Dx : Gangguan Persepsi Sensori
(Penglihatan) berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan
Transmisi, Impuls.
(Penglihatan) berhubungan dengan Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan
Transmisi, Impuls.
- Mengurangi penglihatan
yang berlebihan. - Mengorientasikan klien
terhadap orang, tempat dan waktu. - Menyediakan waktu
istirahat atau tidur bagi pasien tanpa gangguan. - Gunakan berbagai metode
untuk menstimulasi indera.
5. Dx : Ansietas berhubungan
dengan Perubahan Status Kesehatan.
dengan Perubahan Status Kesehatan.
- Mengkaji tingkat
ansietas. - Memberikan
kenyamanan dan ketentraman hati. - Memberikan
aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan. - Mencegah
adanya faktor penyebab ansietas. - Mengajarkan
teknik penghentian ansietas untuk mengatasi stres teknik relaksasi.
6. Dx : Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan Otot.
- Mengkaji faktor
penyebab menurunnya defisit perawatan diri. - Meningkatkan
keterlibatan klien secara total dalam kegiatan perawatan diri. - Mengevaluasi
kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan diri. - Memberi
dorongan untuk mengungkapkan perasaan tentang kurang perawatan diri.
7. Dx : Resiko Gangguan Integritas
Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya Kadar Hormonal.
- Mempertahankan
kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat. - Memberikan dorongan
latihan rentang gerak dan mobilitas. - Mengubah posisi atau
mobilisasi. - Mengamati
adanya britema dan kepucatan dan melakukan palpasi untuk mengetahui adanya
kehangatan. - Meningkatkan
masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
positif. - Mempertahankan
posisi tempat tidur sedatar mungkin.
III. 5 EVALUASI
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh yang Berhubungan dengan Perubahan Struktur Tubuh
dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
dan Fungsi Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin dan Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
S :
Keluarga mengatakan bahwa klien mulai
melakukan kegiatan penerimaan diri misalnya : perawatan diri.
Keluarga mengatakan bahwa klien mulai
melakukan kegiatan penerimaan diri misalnya : perawatan diri.
O : Aktivitas peningkatan diri misalnya :
penampilan, kerapian, pola makan, dan lain – lain.
penampilan, kerapian, pola makan, dan lain – lain.
Kemampuan
dalam penampilan perawatan diri / tanggung jawab peran membaik, misalnya :
penampilan dalam aktifitas keterlibatan sosial.
dalam penampilan perawatan diri / tanggung jawab peran membaik, misalnya :
penampilan dalam aktifitas keterlibatan sosial.
A : Masalah gangguan citra tubuh berangsur –
angsur teratasi.
angsur teratasi.
P : Lanjutkan intervensi hingga keadaan
membaik.
membaik.
2. Dx : Koping Individu Tak Efektif berhubungan dengan Kronisitas Kondisi
Penyakit.
Penyakit.
S : Klien mengungkapkan keinginan untuk
berpartisipasi dalam proses sosialisasi, interaksi sosial.
berpartisipasi dalam proses sosialisasi, interaksi sosial.
O : Kondisi emosional terkontrol, pasien tidak
mudah marah, tingkat stress menurun, klien mulai ikut serta dalam tindakan
pengobatan, klien mulai berkomunikasi kepada perawat serta tenaga kesehatan
lain.
mudah marah, tingkat stress menurun, klien mulai ikut serta dalam tindakan
pengobatan, klien mulai berkomunikasi kepada perawat serta tenaga kesehatan
lain.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
3. Dx : Harga diri Rendah berhubungan dengan Perubahan Penampilan Tubuh.
S : Klien mengatakan mulai menerima kenyataan
dan tidak mengatakan hal yang muluk – muluk atau hal yang negatif tentang
dirinya.
dan tidak mengatakan hal yang muluk – muluk atau hal yang negatif tentang
dirinya.
O : Expresi malu rasa bersalah berkurang.
Tanda
– tanda depresi menurun.
– tanda depresi menurun.
Mulai
mencoba untuk mencoba sesuatu / situasi baru.
mencoba untuk mencoba sesuatu / situasi baru.
Berkurangnya
perilaku penyalahgunaan diri (misalnya : pengrusakan, usaha bunuh diri dan lain
- lain).
perilaku penyalahgunaan diri (misalnya : pengrusakan, usaha bunuh diri dan lain
- lain).
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
4. Dx : Gangguan Persepsi Sensori (Penglihatan) berhubungan dengan
Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan Transmisi, Impuls.
Kesalahan Interpertasi Sekunder, Gangguan Transmisi, Impuls.
S : Klien mengatakan adanya halusinasi
penglihatan.
penglihatan.
O : Orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
membaik.
membaik.
Stimulasi
terhadap lingkungan membaik.
terhadap lingkungan membaik.
Resiko
cidera mata yang mengganggu penglihatan, misalnya : ikterus, konjungtes
stimulasi indera penglihatan membaik / mengalami peningkatan.
cidera mata yang mengganggu penglihatan, misalnya : ikterus, konjungtes
stimulasi indera penglihatan membaik / mengalami peningkatan.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
5. Dx : Ansietas berhubungan dengan Perubahan Status Kesehatan.
S : Klien merasa cemas, gelisah dan ketakutan.
O : Wajah tegang, tampak pucat.
Peningkatan frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan tekanan darah.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi.
6. Dx : Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Menurunnya Kekuatan
Otot.
Otot.
S : Keluarga klien mengatakan bahwa klien mulai
melakukan aktifitas perawatan diri atau personal hygene.
melakukan aktifitas perawatan diri atau personal hygene.
O : Perubahan gaya hidup, misalnya : pola
makan, istirahat teratur.
makan, istirahat teratur.
Perubahan
penampilanbepakaian, kerapian.
penampilanbepakaian, kerapian.
Perubahan
peningkatan aktivitas personal hygene, misalnya : menggosok gigi dll
peningkatan aktivitas personal hygene, misalnya : menggosok gigi dll
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
7. Dx : Resiko Gangguan Integritas Kulit (Kekeringan) berhubungan dengan
Menurunnya Kadar Hormonal.
Menurunnya Kadar Hormonal.
O : Mukosa kulit lembab.
Tonus
otot meningkat.
otot meningkat.
Luka tekan atau ulkus berkurang, berangsur mengalami penyembuhan.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Bagnara,Turnor.1998.Endokrinologi
Umum.
YogyakartaUmum.
:
Airlangga
University
.
Corwin,Elizabet.J.1997.Buku Saku Patologi 2. Jakarta : EGC.
C. Long, Barbara.1996.Perawatan Medikal Bedah Edisi
3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan.
3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan.
Doengoes,
Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
Ganang.W.F.1995.Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14. Jakarta :
EGC.
EGC.
Guyton.1987.Buku Ajar Fisiologi Manusia – Penyakit Manusia. Jakarta
: EGC.
: EGC.
Guyton dan Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta
: EGC.
: EGC.
Hayes,Evelyn.R dan Joyce.L.Kee.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta
: EGC.
: EGC.
Kumar,Robbins.1995.Buku Ajar
Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Ovedoff, David.2002.Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
Selekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
Price,Sylvia.A dan Wilson.1995.Patofisiologi Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit.
JakartaKlinis Proses – Proses Penyakit.
: EGC.
Syariar-yusrina.blog.friendster.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar