Tolong Klik Disini Untuk Membantu Saya Membeli Roti Setiap Harinya!

ASUHAN KEPERAWATAN GASTROENTRITIS DAN THYPUS



GASTROENTRITIS
A. Pengertian
1. Menurut Mansjoer, Arif., et all. 1999 : Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat.
2. Menurut WHO, 1980 : Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
3. Menurut Sowden,et all.1996 : Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah.
4. Menurut Whaley & Wong’s,1995 : Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen.
5. Menurut Marlenan Mayers,1995 : Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan.
Dari pengertian diatas kelompok dapat menyimpulkan bahwa :
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

B. Etiologi
1. Faktor infeksi
• Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
• Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)

C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroentritis ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.



D. Manifestasi Klinis
• Muntah
• Demam
• Nyeri Abdomen
• Membran mukosa mulut dan bibir kering
• Fontanel Cekung
• Kehilangan berat badan
• Tidak nafsu makan
• Lemah

E. Komplikasi
• Dehidrasi
• Renjatan hipovolemik
• Kejang
• Bakterimia
• Mal nutrisi
• Hipoglikemia
• Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

G. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik
Pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.

2.2 ASUHAN EPERAWATAN GASTROENTRITIS
I. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
• Awalan serangan
Awalnya gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
• Keluhan utama
Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.


3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
• Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
• Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
• Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
• Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
• Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
• Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
• Perkusi : adanya distensi abdomen.
• Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
• Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
d. Pemeriksaan penunjang.
e. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

II. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.

III. Intervensi
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.

Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.

Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.


Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

IV. Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.


THYPUS
A. Pengertian
Menurut Rampengan,1990 : Thypus adalah suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Menurut FKUI, 1985 : Thypus adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai saluran pencernaan dan gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.

B. ETIOLOGI
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A, dan Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasana aerob pada suhu 15 – 41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.

C. TANDA DAN GEJALA
Masa inkubasi rata-rata 2 minggu dan gejalanya seperti cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam berangsur-angsur naik selama minggu pertama. Demam terjadi terutama pada sore dan malam hari (febris remitten). Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun berangsur-angsur.
Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-berselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan suhu badan (Junadi, 1982).

D. PATOFISIOLOGI
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus perlu dilakukan pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:
1. Darah tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- limfositosis relatif dan
- ameosinofila pada permulaan sakit
- mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
Hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat.
2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.

G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
a. Kloramfenikol
b. Kotrimoksasol
c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.

2. Perawatan
a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan. Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

H. PROGNOSIS
Umumnya prognosis typhus pada klien adalah baik, asal klien cepat berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti:
• Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue
• Kesadaran sangat menurun
• Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.

I. PENCEGAHAN
a. Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit, maka dapat dilakukan pengendalian.
b. Menerapkan dasar-dasar hygiene dan kesehatan masyarakat, yaitu melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi. Perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan.
c. Pembuangan sampah dan klorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).
d. Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan (pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri makanan maupun restoran.
e. Sterilisasi pakaian, bahan, dan alat-alat yang digunakan klien dengan menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan sabun.
f. Deteksi karier dilakukan dengan tes darah dan diikuti dengan pemeriksaan tinja dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Klien yang karier positif dilakukan pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan memberikan informasi tentang kebersihan personal.



2.4 ASUHAN KEPERAWATAN THYPUS
I. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.

h. Data Fokus
• Mata : konjungtiva anemis
• Mulut : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
• Hidung : kadang terjadi epistaksis
• Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
• Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
• Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.

i. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.

Pemeriksaan urine
Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit dalam urine.

Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan perforasi.

Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.

Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam tifoid.

II. Diagnosa Keperawatan
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus demam tifoid dengan masalah peningkatan suhu tubuh adalah sebagai berikut :
a) Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi kuman Salmonella typhi
b) Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
c) Gangguan rasa nyaman (kebutuhan tidur dan istirahat) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
d) Potensial terjadinya gangguan intregitas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
e) Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.

III. Intervensi
Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan I
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi
1) Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
2) Kriteria hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal 36 – 37 0C
b) Klien bebas demam
3) Rencana tindakan
a) Bina hubungan baik dengan klien dan keluarga.
b) Berikan kompres dingin dan ajarkan cara untuk memakai es atau handuk pada tubuh, khususnya pada aksila atau lipatan paha.
c) Peningkatan kalori dan beri banyak minuman (cairan)
d) Anjurkan memakai baju tipis yang menyerap keringat.
e) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu dan denyut nadi
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan terutama anti piretik.
4) Rasional
a) Dengan hubungan yang baik dapat meningkatkan kerjasama dengan klien sehingga pengobatan dan perawatan mudah dilaksanakan.
b) Pemberian kompres dingin merangsang penurunan suhu tubuh.
c) Air merupakan pangatur suhu tubuh. Setiap ada kenaikan suhu melebihi normal, kebutuhan metabolisme air juga meningkat dari kebutuhan setiap ada kenaikan suhu tubuh.
d) Baju yang tipis akan mudah untuk menyerap keringat yang keluar.
e) Observasi tanda-tanda vital merupakan deteksi dini untuk mengetahui komplikasi yang terjadi sehingga cepat mengambil tindakan.
f) Pemberian obat-obatan terutama antibiotik akan membunuh kuman Salmonella typhi sehingga mempercepat proses penyembuhan sedangkan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.

b. Diagnosa keperawatan II
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan.
1) Tujuan : pengeluaran cairan normal.
2) Kriteria hasil :
a) Mukosa mulut dan bibir tetap basah, turgor kulit normal.
b) Tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) dalam batas normal.
3) Rencana tindakan
a) Monitor intake atau output tiap 6 jam
b) Beri cairan (minum banyak 2 – 3 liter perhari) dan elektrolit setiap hari.
c) Masukan cairan diregulasi pertama kali karena adanya rasa haus.
d) Hindarkan sebagian besar gula alkohol, kafein.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan secar intravena.
4) Rasional :
a) Pemenuhan cairan (input) dan koreksi terhadap kekurangan cairan yang keluar serta deteksi dini terhadap keseimbangan cairan.
b) Cairan yang terpenuhi dapat membantu metabolisme dalam keseimbangan suhu tubuh.
c) Haluaran cairan di regulasi oleh kemampuan ginjal untuk memekatkan urine.
d) Gula, alkohol dan kafein mengandung diuretik meningkatkan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
e) Sebagai perawat melakukan fungsinya (independen) sebaik-baiknya.

c. Diagnosa keperawatan III
Gangguan rasa nyaman (kebutuhan istirahat dan tidur) sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
1) Tujuan : kebutuhan rasa nyaman (istirahat dan tidur) terpenuhi.
2) Kriteria hasil :
a) Klien dapat/mampu mengekspresikan kemampuan untuk istirahat dan tidur.
b) Kebutuhan istirahat dan tidur tidak terganggu.
3) Rencana tindakan
a) Pertahankan tempat tidur yang hangat dan bersih dan nyaman.
b) Kebersihan diri (cuci mulut, gosok gig, mandi sebagian).
c) Mengkaji rutinitas istirahat dan tidur klien sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.
d) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan atau kebisingan.
e) Batasi pengunjung selama peroide istirahat dan tidur.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi (antipiretik).
4) Rasional :
a) Tempat tidur yang nyaman dapat memberi kenyamanan dalam masa istirahat klien.
b) Kebersihan diri juga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat membantu kenyamanan klien dalam istirahat dan tidur.
c) Dapat memantau gangguan pola tidur dan istirahat yang dirasakan.
d) Lingkungan yang tidak tenang, bagi klien akan cepat menambah beban atau penderitaannya.
e) Pengunjung yang banyak akan mengganggu istirahat dan tidur klien.
f) Antipiretik dapat menurunkan suhu yang tinggi sehingga kebutuhan istirahat dan tidur klien terpenuhi atau gangguan yang selama ini dialami akan berkurang.

d. Diagnosa keperawatan IV
Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan pemasangan infus.
1) Tujuan : tidak terjadi infeksi pada daerah pemasangan infus.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b) Infeksi tidak terjadi.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
b) Lakukan pemasangan infus secara steril dan jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan.
c) Cabut infus bila terdapat pembengkakan atau plebitis.
d) Observasi tanda-tanda infeksi di daerah pemasangan infus.
4) Rasional :
a) Klien dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dn melaporkan segera bila terasa sakit di daerah pemasangan infus.
b) Dengan cara steril adalah tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya infeksi.
Mencegah atau menghindari kondisi yang lebih buruk lagi akibat infeksi.
c) Dengan observasi yang dilakukan akan dapat mengetahui secara dini gejala atau tanda-tanda infeksi dan keadaan umum klien.

e. Diagnosa keperawatan V
Potensial terjadi gangguan integritas kulit sehubungan dengan peningkatan suhu tubuh
1) Tujuan : tidak terjadi gangguan intregitas kulit.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak terdapat tanda-tanda gangguan integritas kulit (kemerahan, lecet).
b) Tidak terjadi luka lecet.
3) Rencana tindakan
a) Tingkatkan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan jika mungkin.
b) Ubah posisi tubuh tiap 2 jam sekali.
c) Anjurkan menjaga kulit tetap bersih dan kering.
d) Jaga suhu dan kelembaban lingkungan yang berlebihan.
4) Rasional :
a) Memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan.
b) Merubah posisi tidur dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi penekanan yang berlebihan di daerah yang menonjol.
c) Menjaga kulit tetap bersih dan kering dapat mengurangi masuknya penyakit yang menyebabkan infeksi.
d) Panas tubuh / demam dengan kelembaban lingkungan yang baik akan turun sesuai keadaan lingkungannya serta dapat mencegah terjadinya infeksi.

IV. Evaluasi
a. Suhu tubuh klien kembali normal
b. Frekuensi pernafasan kembali normal
c. Kulit klien tidak teraba panas
d. Klien dapat beraktivitas

Tidak ada komentar: